Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Euro Menguat Tajam, Dolar Tertekan Kebijakan Jerman

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 06 March 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Euro Menguat Tajam, Dolar Tertekan Kebijakan Jerman Ilustrasi dolar. Foto Kabar Bursa/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM - Euro mengalami lonjakan signifikan ke level tertinggi dalam empat bulan terhadap dolar AS. Lonjakan didorong oleh optimisme baru terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Eropa. 

Inisiatif Jerman untuk mengusulkan dana infrastruktur sebesar 500 miliar euro dinilai sebagai langkah strategis yang mampu meredam dampak ketegangan perdagangan global. Sementara itu, dolar AS justru melemah terhadap sebagian besar mata uang dunia. Pelemahan terbebani oleh ketidakpastian pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat.

Investor kini mulai memperhitungkan kemungkinan resesi di Amerika Serikat, dengan peluang yang semakin besar tercermin dalam prediksi pasar. Ketakutan akan dampak negatif kebijakan tarif terhadap inflasi dan perekonomian membuat pelaku pasar lebih berhati-hati dalam mempertahankan posisi mereka terhadap dolar. 

Di tengah kondisi ini, sistem keuangan mulai melakukan penyesuaian dengan mengurangi eksposur terhadap dolar sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan perubahan kebijakan moneter yang lebih longgar.

Penguatan euro yang mencapai 4 persen sepanjang pekan ini menandai performa terbaik mata uang tersebut sejak November 2022. Dorongan utama datang dari pengumuman sejumlah partai di Jerman yang berencana untuk mengubah aturan pinjaman dan menciptakan pendanaan baru guna mempercepat pembangunan infrastruktur. 

Dengan lonjakan ini, euro mencapai level tertinggi sejak 8 November terhadap dolar dan naik 1,5 persen ke USD1,0791, mencatat kenaikan harian terbesar sejak akhir 2023. Mata uang ini juga mengalami apresiasi terhadap poundsterling, yen Jepang, dan franc Swiss.

Ekspektasi meningkatnya belanja pemerintah Jerman memicu spekulasi bahwa inflasi di kawasan euro dapat mengalami kenaikan, sehingga memperkuat potensi kebijakan moneter yang lebih ketat dari Bank Sentral Eropa (ECB). 

Sementara itu, indeks dolar AS (Indeks DXY) anjlok 1,2 persen ke 104,29, mencapai titik terendahnya dalam beberapa bulan terakhir. Imbal hasil obligasi Jerman melonjak tajam, dengan yield surat utang bertenor 30 tahun sempat naik hingga 25 basis poin, menambah dorongan bagi penguatan euro.

Meskipun ECB diprediksi akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat, rencana stimulus fiskal oleh ekonomi terbesar Eropa ini bisa mengurangi tekanan untuk pemangkasan lebih lanjut. Jika belanja pemerintah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka euro dapat terus mendapatkan momentum penguatan. 

Sementara itu, mata uang lain seperti poundsterling juga ikut terdorong, mencapai level tertinggi dalam empat bulan di USD1,2899, sebelum diperdagangkan sedikit lebih rendah di USD1,2897.

Di tengah dinamika pasar ini, dolar AS juga mengalami pergerakan yang beragam terhadap mata uang utama lainnya. Terhadap franc Swiss, dolar mengalami sedikit kenaikan sebesar 0,2 persen ke level 0,8903 franc. 

Namun, secara keseluruhan, tren pelemahan dolar yang terjadi saat ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap prospek ekonomi AS yang semakin tidak pasti. Jika ketidakpastian terus berlanjut, pergerakan euro dan mata uang utama lainnya masih berpotensi mengalami fluktuasi yang lebih besar dalam waktu dekat.

Kebijakan Tarif Lagi-lagi jadi Biang Kerok

Ketegangan perdagangan global semakin memanas setelah Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan kebijakan tarif timbal balik dalam pidato pertamanya di Kongres sejak menjabat. Kebijakan tersebut, yang mulai berlaku pada Selasa, mencakup tarif 25 persen untuk impor dari Meksiko dan Kanada serta kenaikan bea masuk terhadap barang-barang China hingga 20 persen. 

Langkah ini langsung memicu respons cepat dari negara-negara yang terdampak. Kanada dan China segera mengambil tindakan balasan, sementara Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menyatakan bahwa negaranya akan merespons kebijakan ini, meskipun tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Namun, hanya sehari setelah pengumuman tersebut, Gedung Putih mulai menarik kembali beberapa kebijakan tarif yang diumumkan Trump. Dalam pernyataan resmi, pemerintah AS menyebutkan bahwa tarif tinggi 25 persen untuk industri otomotif Kanada dan Meksiko akan dibebaskan selama satu bulan, dengan syarat bahwa perusahaan-perusahaan otomotif tersebut tetap mematuhi perjanjian perdagangan bebas yang ada. 

Meskipun begitu, para pelaku pasar masih bersikap hati-hati, menunggu kepastian apakah kebijakan tarif ini akan bersifat permanen atau masih dapat dinegosiasikan di masa mendatang. Ketidakpastian ini turut memengaruhi pergerakan nilai tukar, dengan dolar Kanada menguat 0,3 persen terhadap greenback menjadi 1,4341.

Di sisi lain, data ekonomi AS yang dirilis pada Rabu menunjukkan hasil yang beragam. Laporan ketenagakerjaan menunjukkan perlambatan signifikan dalam penggajian sektor swasta, yang hanya bertambah 77.000 pekerjaan bulan lalu dibandingkan dengan kenaikan 186.000 pada Januari. 

Angka ini jauh di bawah ekspektasi para ekonom yang sebelumnya memprediksi pertumbuhan sebesar 140.000 pekerjaan. Namun, sektor jasa AS justru mengalami ekspansi tak terduga sepanjang Februari, dengan indeks PMI non-manufaktur yang dirilis oleh Institute for Supply Management naik ke level 53,5 dari 52,8 pada Januari. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada tekanan di sektor tenaga kerja, permintaan jasa masih bertahan kuat.

Sementara itu, di Asia, China berupaya meredam dampak dari meningkatnya ketegangan perdagangan dengan AS melalui kebijakan stimulus fiskal tambahan. Pemerintah Beijing menegaskan komitmennya untuk mendorong konsumsi domestik guna menopang pertumbuhan ekonomi yang tengah menghadapi tekanan eksternal. 

Langkah ini memberikan dorongan positif bagi mata uang yuan di pasar offshore, yang menguat 0,2 persen menjadi 7,239 per dolar. Selain itu, dolar Australia, yang sering dianggap sebagai indikator sentimen ekonomi China, melonjak 1,1 persen ke level USD 0,6338, didukung oleh data ekonomi domestik yang menunjukkan kinerja lebih baik dari perkiraan.

Secara keseluruhan, kebijakan tarif AS telah menimbulkan gelombang ketidakpastian di pasar global. Investor terus mencermati bagaimana berbagai negara akan merespons kebijakan ini, serta dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dunia. 

Dengan ketidakpastian yang masih tinggi, pasar keuangan global kemungkinan akan tetap volatile dalam waktu dekat, sementara pelaku pasar menunggu perkembangan lebih lanjut dari kebijakan perdagangan yang diambil oleh pemerintahan Trump.(*)