Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Batu Bara Acuan RI Jadi Patokan Mulai Maret 2025

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 01 March 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
Harga Batu Bara Acuan RI Jadi Patokan Mulai Maret 2025 Ilustrasi: Pertambangan batu bara PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) di Kalteng. Foto: Dok CUAN

KABARBURSA.COM – Mulai 1 Maret 2025, Indonesia akan menggunakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) sebagai harga dasar transaksi batubara. Kebijakan ini ditegaskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai langkah pemerintah untuk memperkuat kendali atas harga komoditas batubara nasional.

Hingga saat ini, HBA yang ditetapkan pemerintah hanya digunakan sebagai dasar perhitungan royalti bagi perusahaan tambang. Namun, dengan kebijakan baru ini, pemerintah akan mewajibkan perusahaan tambang mengacu pada HBA dalam transaksi global mereka. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan kebijakan ini bertujuan agar Indonesia memiliki pengaruh lebih besar terhadap harga batu bara di pasar dunia.

“Kebijakan ini akan diterapkan mulai 1 Maret,” ujar Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, dalam pesan singkat kepada Reuters, dikutip di Jakarta, Sabtu, 1 Maret 2025.

Meski belum memberikan rincian lebih lanjut, pemerintah memastikan skema baru ini akan segera berjalan.

HBA Ditetapkan Dua Kali Sebulan

Dalam pertemuan daring dengan para pengusaha batu bara, pejabat Kementerian ESDM menjelaskan mekanisme penetapan HBA akan mengalami perubahan. Jika sebelumnya harga hanya ditetapkan sebulan sekali, kini akan diperbarui dua kali dalam sebulan.

Mulai Maret 2025, pemerintah akan mengumumkan harga HBA baru setiap tanggal 1 dan 15 setiap bulan, menyesuaikan dengan dinamika harga yang lebih mutakhir. HBA ini dihitung berdasarkan laporan harga terbaru yang dilaporkan oleh perusahaan tambang kepada pemerintah dalam pelaporan royalti mereka.

Sebagai gambaran, pada Februari 2025, HBA ditetapkan antara USD34,38 (Rp560 ribu) per metrik ton untuk kualitas terendah dan USD124,24 (Rp2,02 juta) per metrik ton untuk kualitas tertinggi.

Kebijakan baru ini tidak akan mengubah harga batu bara untuk pasar dalam negeri. Transaksi dalam skema Domestic Market Obligation (DMO) masih akan dibatasi di USD70 (Rp1,14 juta) per ton untuk kebutuhan listrik dan USD90 (Rp1,46 juta) per ton untuk kebutuhan industri tertentu.

Eksportir Masih Bisa Pakai Kontrak Lama

Pemerintah mengizinkan perusahaan eksportir untuk tetap menghormati harga dalam kontrak jangka panjang yang telah disepakati dengan pembeli. Namun, pemerintah berharap perusahaan bisa menyesuaikan kontrak mereka jika ada celah untuk melakukan perubahan harga sesuai dengan aturan baru.

Di sisi lain, sejumlah pelaku pasar masih skeptis terhadap kebijakan ini. Sebelumnya, pedagang batu bara menyebut pembeli dan penjual cenderung lebih memilih menggunakan indeks harga batubara internasional (ICI) ketimbang HBA. Hal ini disebabkan karena HBA sering dianggap terlambat dalam mencerminkan pergerakan harga pasar global.

Saat ini, pemerintah masih menyusun mekanisme pengawasan serta sanksi bagi perusahaan yang melanggar aturan ini. Dengan skema baru ini, pemerintah berharap bisa mengurangi fluktuasi harga batubara serta memastikan pendapatan negara dari sektor pertambangan tetap optimal.

Adaro: Harga Batu Bara 2025 Dipengaruhi Hubungan AS-China

Warga melintas di depan Gedung Adaro di sekitar Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 7 Juni 2024. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Harga batu bara global tahun ini akan sangat dipengaruhi oleh dinamika hubungan Amerika Serikat (AS) dan China. Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), Julius Aslan, yang menyoroti potensi dampak kebijakan Presiden AS Donald Trump terhadap pasar komoditas energi.

“Harapannya, dengan presiden baru AS itu, hubungan antara AS dan China tetap baik. Tapi, kalau kondisinya kurang baik, tentunya pasti pasar China-nya juga terganggu,” kata Julius kepada awak media di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis, 5 Desember 2024, lalu.

Hubungan AS dan China kini tengah memburuk akibat tarif 10 persen yang dikenakan Trump pada impor Negeri Tirai Bambu tersebut. Banyak analis dan ekonom yang memprediksi situasi ini bisa terasa pada permintaan batu bara dari China sebagai salah satu importir terbesar dunia.

Meski ada potensi hambatan dari dinamika geopolitik, Julius tetap optimistis harga batu bara global akan tetap menarik pada 2025. Optimisme ini didasarkan pada kondisi pasar di Asia dan Asia Tenggara yang masih menunjukkan permintaan stabil. “Ke depannya menurut saya (harga batu bara) masih atraktif, terutama karena memang pasar di Asia yang masih cukup baik,” kata Julius.

Beberapa negara yang masih menjadi pendorong utama permintaan batu bara antara lain China, India, Jepang, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Wilayah ini terus menunjukkan ketahanan dalam konsumsi energi berbasis batu bara, meski ada dorongan transisi energi di berbagai negara.

Kinerja AADI Bergantung pada Pasar Asia

Menurut Julius, prospek kinerja AADI tahun in akan sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga batu bara dan kondisi ekonomi di kawasan Asia. “Semua itu tergantung dari pertumbuhan ekonomi di Asia karena memang pasar kita sekarang itu hampir mayoritas Asia, termasuk Asia Tenggara,” katanya.

Ia pun menyatakan strategi AADI ke depan akan difokuskan pada operational excellence dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi sebagai prioritas utama. “Kalau operational performance bagus kan akan memberikan margin laba yang baik,” katanya.(*)