Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Geram KKP tak Mampu Bongkar Dalang di Balik Pagar Laut

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 February 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Moh. Alpin Pulungan
DPR Geram KKP tak Mampu Bongkar Dalang di Balik Pagar Laut Nelayan melintas di antara pagar bambu yang membentang di perairan Kampung Alar Jiban, Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Foto: KabarBursa/Alpin Pulungan.

KABARBURSA.COM – Kisruh soal pagar laut sepanjang 30,6 km di perairan Tangerang, Banten, terus bergulir dan makin mengundang tanda tanya besar. Wakil Ketua Komisi IV DPR, Alex Indra Lukman, menilai penyelesaian kasus ini tidak masuk akal. Ia mempertanyakan kenapa ketika kasus-kasus serupa di sektor reklamasi laut biasanya melibatkan perusahaan besar, justru pagar laut ini hanya dikaitkan dengan seorang kepala desa dan bawahannya.

Menurut Alex, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap bahwa pemilik pagar laut ini adalah Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, bersama bawahannya yang berinisial T. Namun, ada kejanggalan besar, yakni sebelum keduanya ditetapkan sebagai tersangka, Agung Sedayu Group lebih dulu mengakui kepemilikan pagar laut tersebut. Hal ini membuat Alex mempertanyakan transparansi penyelesaian kasus ini.

“Maka tidak heran kemudian penyelesaiannya pun menghina akal sehat,” ujar Alex dalam rapat kerja Komisi IV DPR bersama KKP di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Februari 2025. Ia menambahkan  dalam banyak kasus reklamasi atau kavling laut, pelakunya adalah perusahaan-perusahaan besar. Tapi anehnya, dalam kasus ini, yang diumumkan ke publik hanya individu berinisial.

“Ada 196 kasus yang sudah diungkap kementerian, pelakunya semua perusahaan. Bisa disebutkan Pak Menteri perusahaan apa saja. Giliran pagar laut yang kokoh dan panjang pelakunya cuma inisial? Kan menghina akal sehat namanya,” tegasnya.

Lebih Sibuk Memantau Ikan

Tak hanya menyoroti kejanggalan pemilik pagar laut, Alex juga mengkritik Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang dinilai kurang serius dalam menangani kasus ini. Menurutnya, kementerian lebih sibuk mengurusi pemantauan ikan dan kapal, tetapi gagal mendeteksi keberadaan pagar laut sepanjang 30,6 km ini.

“KKP sibuk mendeteksi ikan dan kapal, luput mendeteksi pagar laut yang panjangnya 30,6 Km,” ujar Alex. Ia bahkan menyamakan panjang pagar laut ini dengan setengah dari Tol Jagorawi yang seharusnya tidak mungkin luput dari perhatian pemerintah.

Alex pun mengingatkan  Komisi IV DPR dan masyarakat sebaiknya tidak hanya terpaku pada kasus ini saja, melainkan melihat lebih luas soal praktik kavling laut dan bagaimana ke depannya pemerintah bisa lebih transparan dalam penyelesaiannya.

“Tapi ini realita ya Pak, kita juga harus melangkah ke depan. Tidak mungkin lagi terpaku dengan ini terus-terusan,” katanya.

Alex mengingatkan Wahyu dan jajarannya sudah disumpah untuk menjalankan amanah demi kepentingan publik. Ia lantas meminta agar penyelidikan kasus ini benar-benar dilakukan secara transparan, bukan malah menyajikan penyelesaian yang dianggap menghina logika publik.

“Pak Menteri, Pak Wamen, dan jajaran, berdasarkan sumpah janji Bapak Ibu sekalian, mohon kiranya bekerja keras lah, berkoordinasi lah, melapor lah, atau apa pun. Gunakan kemampuan Bapak Ibu semua sekuat-kuatnya untuk mengungkap siapa sih rumah produksinya,” tegas Alex.

Alex hakulyakin ada indikasi bahwa kasus ini bukan sekadar permainan individu, melainkan ada sistem yang lebih besar yang berperan, seperti sebuah “production house” yang mengatur segalanya dari balik layar.

“Kalau kawan-kawan mengatakan aktor intelektual, ini bukan lagi kelas itu Pak. Ini kelas production house,” ujarnya.

Lebih lanjut, Alex mengingatkan agar pemerintah tidak lagi menyelesaikan kasus dengan cara yang dianggap menyesatkan logika publik, karena hal tersebut bisa memicu kemarahan masyarakat yang lebih besar.

“Jadi saya mohon Pak, jangan lagi kemudian kita menghina akal sehat publik yang akhirnya tersumbat dan meletup dalam bentuk amarah yang tidak bisa kita atasi lagi,” katanya.

Pagar Laut Bukan untuk Nelayan

Pagar laut milik Agung Sedayu membuat nelayan kesulitan dalam beraktivitas. Foto: Citra/Kabarbursa.com
Selain polemik di DPR, di lapangan pun kasus pagar laut ini menimbulkan konflik langsung dengan nelayan lokal. Boncel, salah seorang nelayan di pesisir Kronjo, menyatakan pagar bambu yang membentang di pesisir utara Tangerang ini lebih banyak merugikan daripada menguntungkan. Menurutnya, pagar tersebut mengganggu jalur tangkap mereka, menurunkan hasil tangkapan, dan membuat banyak nelayan kehilangan pendapatan.

Namun, ada pihak yang menyebut pagar laut itu sebagai bagian dari program bersama nelayan untuk menahan abrasi dan meningkatkan produktivitas laut. Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim proyek ini dilakukan bersama nelayan sebagai bentuk ekonomi kreatif. Namun, klaim ini ditolak mentah-mentah oleh Boncel dan nelayan lainnya, yang menyebut JRP bukan berasal dari komunitas nelayan asli Kronjo. Mereka bahkan menduga ada kepentingan besar yang bermain di balik proyek ini.

Bagi nelayan setempat, keberadaan pagar laut ini bukan hanya perkara lingkungan, tetapi juga politik kepentingan. Boncel menyoroti adanya strategi tertentu untuk membungkam kritik dari nelayan, seperti pembagian beras lima liter sebagai bentuk kompensasi kepada mereka yang mendukung pagar laut. Namun, bagi Boncel, itu bukan solusi. “Mau dikasih beras berapa pun, kalau lautnya udah diblok, ya tetap aja susah,” ujarnya kepada KabarBursa.com beberapa waktu lalu.

Ada juga indikasi bahwa sebagian pekerja yang memasang pagar bukanlah nelayan asli, melainkan orang-orang dari luar daerah yang direkrut untuk memasang pagar dengan sistem borongan. Menurut Bonvel, mereka dibayar Rp15 ribu per meter pagar yang mereka pasang dengan jam kerja yang berlangsung hingga larut malam. Hal ini memperkuat kecurigaan bahwa proyek ini memiliki sponsor besar di belakangnya.

Jejak Agung Sedayu dan Kepala Desa Kohod
Teras rumah Kepala Desa Kohod, Arsin, di kawasan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Selasa, 21 Januari 2025. Di garasi terparkir Honda Civic putih dan kendaraan lain yang biasa digunakan sehari-hari. Foto: KabarBursa/Alpin Pulungan.

Dugaan keterlibatan korporasi besar pun semakin menguat. Boncel dan beberapa nelayan percaya proyek pagar laut ini terhubung dengan Agung Sedayu Group karena berdekatan dengan proyek reklamasi di sekitar Pantai Indah Kapuk (PIK 2). Namun, ketika Kabarbursa mencoba menelusuri lebih lanjut, beberapa pihak yang awalnya diduga terlibat justru menghilang. Kepala Desa Kohod, Arsin, yang sebelumnya dikaitkan dengan proyek ini, mendadak sulit ditemui.

Upaya Kabarbursa untuk mendapatkan keterangan resmi dari Arsin berulang kali menemui jalan buntu. Saat dimintai konfirmasi, ia selalu berdalih sibuk dengan urusan lain, bahkan sempat menghilang dari komunikasi publik setelah isu pagar laut ini semakin panas. Belakangan Arsin sudah ditetapkan sebagai Tersangka dalam kasus pagar laut ini.

Sumber KabarBursa yang dekat dengan Arsin mengungkapkan pagar laut ini sebenarnya memiliki izin yang dikeluarkan sejak kepala desa sebelumnya menjabat. Izin tersebut diyakini diberikan kepada perusahaan yang terafiliasi dengan Agung Sedayu Group.

Sumber ini juga mengatakan kawasan laut yang dipacak dengan bambu-bambu itu memiliki bukti surat kepemilikan sah dari Kementerian ATR/BPN. “Kalau pemiliknya sudah punya bukti sah dari ATR, ya itu kan terserah dia mau diapain. Mau dipagar pun terserah kan milik dia,” ujarnya kepada KabarBursa.com.(*)