KABARBURSA.COM – Dolar AS mencatat penguatan pada perdagangan Kamis dinihari WIB, 27 Februari 2025, menjauh dari level terendah dalam 11 minggu. Di sini, investor terus mencermati berbagai faktor yang mempengaruhi pasar, termasuk prospek tarif baru yang dikemukakan oleh Presiden AS Donald Trump serta data ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan.
Pada sesi sebelumnya, greenback sempat tertekan akibat rilis data yang menunjukkan penurunan signifikan dalam tingkat kepercayaan konsumen. Hal ini memperburuk kekhawatiran tentang kondisi ekonomi AS, yang masih bergulat dengan inflasi tinggi dan pertumbuhan yang melambat. Akibatnya, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun anjlok hampir 10 basis poin pada Selasa, sebelum akhirnya sedikit pulih menjadi 4,256 persen.
Meskipun menghadapi tekanan, dolar AS tetap menunjukkan ketahanan di pasar. Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,21 persen menjadi 106,46. Sementara itu, euro melemah 0,26 persen ke level USD1,0486. Kondisi ini mencerminkan meningkatnya tekanan pada mata uang tunggal Eropa.
Salah satu faktor yang menarik perhatian investor adalah kebijakan tarif baru yang akan diberlakukan oleh pemerintahan Trump terhadap Kanada dan Meksiko. Pernyataan Trump mengenai penerapan tarif pada 2 April memicu gejolak di pasar mata uang, terutama terhadap dolar Kanada dan peso Meksiko. Dolar Kanada melemah 0,9 persen ke level 1,43 per dolar AS, sedangkan peso Meksiko justru menguat 0,3 persen ke 20,406.
Pasar kini tengah berusaha menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap arah kebijakan moneter Federal Reserve. Saat ini, pelaku pasar memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 57 basis poin hingga akhir tahun, meskipun peluang pemangkasan pertama sebesar 25 basis poin pada Juni masih belum mencapai 50%. Presiden Federal Reserve Richmond, Tom Barkin, menyatakan bahwa pendekatan bank sentral masih bersifat “wait-and-see” hingga ada kepastian bahwa inflasi benar-benar bergerak menuju tarpersen persen.
Di sektor properti, data terbaru menunjukkan bahwa penjualan rumah baru di AS mengalami penurunan 10,5 persen pada Januari, hanya mencapai tingkat tahunan 657.000 unit, jauh di bawah ekspektasi 680.000 unit. Suku bunga hipotek yang tinggi dan cuaca ekstrem di beberapa wilayah disebut sebagai penyebab utama lesunya permintaan perumahan.
Sementara itu, pasar global juga mencermati perkembangan geopolitik, khususnya terkait konflik di Ukraina. Pemerintah Ukraina mengumumkan telah mencapai kesepakatan awal untuk menyerahkan pendapatan dari beberapa sumber daya mineralnya kepada AS, menjelang kunjungan Presiden Volodymyr Zelenskiy ke Washington pada Jumat mendatang. Keputusan ini dapat membawa dampak terhadap stabilitas ekonomi zona euro dan mata uang tunggalnya.
Di sisi lain, poundsterling mengalami sedikit kenaikan, menguat 0,09 persen ke USD1,2677. Bank of England terus mencermati dampak kebijakan tarif dan hambatan perdagangan terhadap perekonomian Inggris. Menurut pernyataan salah satu pembuat kebijakan, Swati Dhingra, respons bank sentral akan bergantung pada sejauh mana rantai pasokan terganggu, bukan hanya pada peningkatan biaya akibat tarif.
Dolar AS juga sedikit melemah terhadap yen Jepang, turun 0,04 persen menjadi 148,96 setelah sempat menyentuh 148,56 pada sesi sebelumnya, level terendah sejak 11 Oktober. Pergerakan ini mencerminkan kehati-hatian investor di tengah ketidakpastian global.
Secara keseluruhan, meskipun dolar AS sempat mengalami tekanan, prospek penguatan mata uang ini masih bertahan di tengah dinamika kebijakan tarif, ekspektasi suku bunga, serta faktor geopolitik yang terus berkembang.
Danantara bikin Rupiah Menguat Terhadap Dolar
Sementara, rupiah sempat menguat terhadap dolar AS pada sesi perdagangan 24 Februari 2025. Peresmian BPI Danantara sepertinya memberi angin segar bagi nilai kurs rupiah.
Berdasarkan data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 35 poin atau 0,21 persen ke level Rp16.278 per dolar AS, dibandingkan posisi akhir pekan lalu di Rp16.313 per dolar AS.
Menurut pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi, data Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor jasa AS menunjukkan tren perlambatan setelah sebelumnya penjualan ritel Januari juga mencatat hasil lebih rendah dari perkiraan. Faktor ini meningkatkan kekhawatiran investor mengenai prospek ekonomi AS yang selama ini ditopang oleh belanja swasta.
Inflasi yang masih kuat serta kebijakan suku bunga tinggi dari Federal Reserve turut membebani daya beli dan pertumbuhan ekonomi AS. Kondisi ini menekan dolar dan memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat meskipun dalam kisaran terbatas.
Terkait dengan Danantara, Prabowo mengungkapkan bahwa Danantara akan mengelola dana senilai Rp300 triliun atau sekitar USD20 miliar, hasil dari disiplin keuangan yang diterapkan dalam 100 hari pertama pemerintahannya.
Evaluasi awal terhadap sovereign wealth fund terbaru ini menunjukkan bahwa aset yang dikelola (Assets Under Management/AUM) Danantara berpotensi mencapai USD900 miliar atau sekitar Rp14.700 triliun. Dana awal Rp300 triliun yang telah dialokasikan akan difokuskan pada lebih dari 20 proyek nasional guna mendorong industrialisasi dan hilirisasi ekonomi Indonesia.
Langkah ini memberikan optimisme bagi pasar, meningkatkan kepercayaan investor, dan menjadi faktor tambahan dalam menopang penguatan rupiah di tengah ketidakpastian global.(*)