KABARBURSA.COM - Sektor perhotelan dinilai paling rentan terdampak kebijakan pemerintah terkait pemangkasan anggaran sebesar Rp306,69 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Adityo Nugroho, memandang pemangkasan anggaran ini ada baiknya, namun dapat menimbulkan dampak besar.
"Di satu sisi bagus karena lebih efisien. Tapi, mau ngak mau impact-nya ke yang lain," kata Adityo kepada wartawan dalam acara acara "Media Day – Consumer Trends for the 2025 Fasting Month" di Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025.
Adityo mengatakan, salah satu sektor yang akan terdampak dari pemangkasan anggaran tersebut adalah perhotelan. Diketahui, pejabat pemerintahan kerap kali mengadakan rapat atau acara di tempat ini.
"Kegiatan-kegiatan tersebut cukup berkontribusi positif terhadap sektor perhotelan. Dengan adanya pemangkasan anggaran, otomatis sektor perhotelan bisa terancam, misalnya catering-nya juga bisa kena. Jadi, memang agak luas impact-nya," ujar dia.
Selain sektor perhotelan, Adityo melihat kebijakan efisiensi anggaran ini juga bisa berdampak terhadap sektor maskapai penerbangan.
Prabowo Pangkas Anggaran
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penghematan anggaran pemerintah sebesar Rp306,69 triliun dalam APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas fiskal sekaligus meningkatkan efisiensi pelayanan publik.
Arahan tersebut dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dirilis di Jakarta pada Kamis, 23 Januari 2025.
Inpres ini menginstruksikan berbagai pejabat, mulai dari Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, hingga gubernur, bupati, dan wali kota untuk melakukan langkah efisiensi anggaran di semua sektor.
“Saya tegaskan kriteria anggaran yang akan kita laksanakan. Pertama, harus bisa menciptakan lapangan kerja. Ini sudah saya katakan berkali-kali. Kedua harus meningkatkan produktivitas. Ini harus bisa diukur dengan kuantifikasi berapa devisa yang dihasilkan, berapa devisa yang dihemat. Kriteria selanjutnya adalah harus mengarah kepada swasembada pangan dan swasembada energi,” ucap Presiden.
Mencermati kanal Youtube KabarBursaCom di program Kabar Bursa Hari Ini, Jumat, 24 Januari 2025, target penghematan sebesar Rp306,69 triliun tersebut terdiri dari Rp256,1 triliun dari belanja kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah.
Salah satu langkah konkretnya adalah pembatasan belanja non-prioritas, termasuk seremonial, studi banding, dan perjalanan dinas, yang akan dikurangi hingga 50 persen.
Efisiensi juga mencakup pembatasan belanja honorarium dan kegiatan pendukung yang tidak memiliki dampak nyata. Presiden menekankan bahwa anggaran harus difokuskan pada peningkatan pelayanan publik, bukan sekadar pembagian merata antarperangkat daerah atau mengikuti pola anggaran tahun sebelumnya.
“Saya minta loyalitas semua menteri, semua kepala badan untuk patuh dalam hal ini. Dan saya terima kasih kepada tim keuangan yang telah menjalankan penyisiran kajian terhadap anggaran sampai serinci-rincinya. Kalau tidak salah mungkin sampai satuan kesembilan,” ucap Presiden.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bertanggung jawab untuk menentukan besaran penghematan masing-masing kementerian/lembaga serta menyesuaikan alokasi transfer ke daerah. Termasuk dalam pengaturan ini adalah dana khusus seperti Dana Otonomi Khusus dan Dana Desa.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan mengawasi implementasi Inpres ini guna memastikan pengelolaan yang transparan dan akuntabel. Instruksi ini mulai berlaku pada 22 Januari 2025, dengan waktu pelaksanaan yang ketat. Seluruh kementerian/lembaga diminta menyampaikan rencana efisiensi kepada Menteri Keuangan paling lambat 14 Februari 2025.
Tekan Konsumsi dan Belanja Daerah
Pemangkasan anggaran di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai berpotensi menekan konsumsi masyarakat serta mengurangi belanja di daerah. Chief Economist Permata Bank Josua Pardede, menjelaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya berdampak pada pengeluaran pemerintah, tetapi juga mempengaruhi program pembangunan dan daya beli masyarakat.
“Multiplier akan melemah, baik program daerah dan infrastruktur. Ini berisiko menurunkan daya beli,” ujar Josua dalam konferensi pers Permata Institute for Economics Research (PIER) Economics Review: FY 2024, Senin, 10 Februari 2025.
Josua menambahkan, selain berdampak pada konsumsi masyarakat, kebijakan ini juga akan mempengaruhi proyek-proyek yang didanai oleh anggaran daerah. Akibatnya, sektor konstruksi, jasa, serta pendapatan daerah berpotensi mengalami perlambatan.
“Dampaknya juga ke jasa pariwisata,” ujar dia.
Sementara, Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana, menilai bahwa efisiensi ini tidak serta-merta menambah ruang fiskal bagi program-program prioritas, terutama karena adanya risiko penerimaan pajak yang tidak mencapai target.
“Jika pemerintah berhasil menghemat Rp306 triliun sekalipun, maka bukan berarti pemerintah punya 306 triliun tambahan untuk program-program yang ingin direncanakan, namun besar di antaranya digunakan untuk memenuhi kekurangan dari pendapatan perpajakan yang berpotensi tidak mencapai target APBN 2025, sebagaimana target kenaikan penerimaan perpajakan yang tidak tercapai di 2024,” ujar Andri kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Selasa, 4 Februari 2025.
Dari jumlah penghematan tersebut, sekitar setengahnya atau Rp150 triliun berpotensi menjadi dana segar yang bisa dialokasikan untuk program prioritas Presiden terpilih Prabowo Subianto, seperti makan bergizi gratis (MBG). Namun, Andri meragukan kelayakan anggaran tambahan Rp100 triliun yang diajukan untuk mempercepat target 82,9 juta penerima MBG hingga akhir 2025.
“Saya berani mengatakan angka Rp100 triliun tersebut mengada-ada. Untuk memenuhi target 17 juta penerima secara bertahap dari Januari hingga September saja, anggaran yang diperlukan mencapai Rp71 triliun, dan itupun diperkirakan hanya akan cukup sampai bulan Juni. Untuk memenuhi target 82,9 juta penerima, dengan implementasi seperti sekarang ini, anggaran yang dibutuhkan tidak akan kurang dari Rp400 triliun,” tegasnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.