KABARBURSA.COM - Wall Street kembali bergejolak pada perdagangan Rabu waktu setempat, 12 Februari 2025. Hal ini terjadi seiring rilis data inflasi Amerika Serikat yang lebih tinggi dari ekspektasi, yang memperkuat spekulasi bahwa Federal Reserve akan menunda pemangkasan suku bunga lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Tekanan jual terjadi di mayoritas sektor, dengan saham-saham energi dan real estat mencatatkan penurunan signifikan. Sementara, beberapa emiten kesehatan justru melesat berkat laporan keuangan yang solid.
Indeks S&P 500 melemah 0,27 persen ke level 6.051,97, sementara Dow Jones Industrial Average turun lebih dalam, yakni 0,50 persen menjadi 44.368,56. Di sisi lain, Nasdaq Composite berhasil bertahan di zona hijau, naik tipis 0,03 persen ke 19.649,95, didukung oleh penguatan saham teknologi tertentu.
Meskipun begitu, saham Nvidia dan Amazon, yang merupakan dua raksasa dalam sektor komputasi AI, tertekan dan mengalami penurunan lebih dari 1 persen. Kondisi ini memberikan beban tambahan bagi indeks acuan.
Laporan inflasi terbaru menunjukkan bahwa indeks harga konsumen (CPI) AS mengalami kenaikan bulanan terbesar dalam hampir satu setengah tahun. Data ini menegaskan bahwa tekanan inflasi masih cukup kuat, sehingga bank sentral AS kemungkinan akan mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi lebih lama.
Pelaku pasar yang sebelumnya memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin di akhir 2025, kini mulai merevisi ekspektasi mereka. Berdasarkan data Fedwatch Tool dari CME Group, probabilitas pemangkasan suku bunga turun dari 80 persen menjadi sekitar 70 persen setelah rilis data inflasi tersebut.
Sementara itu, tekanan inflasi semakin meningkat seiring kebijakan tarif impor yang mulai diterapkan oleh Presiden Donald Trump. Sejumlah ekonom mengkhawatirkan bahwa kebijakan proteksionisme ini dapat memperburuk inflasi dan semakin menyulitkan upaya the Fed dalam mengendalikan harga.
Jerome Powell, Ketua Federal Reserve, kembali menegaskan dalam kesaksiannya di hadapan Kongres bahwa bank sentral akan tetap berhati-hati dalam menentukan kebijakan moneter dan tidak akan tergesa-gesa memangkas suku bunga.
Di tengah tekanan inflasi dan ketidakpastian kebijakan, saham CVS Health mencuri perhatian dengan kenaikan 15 persen, setelah perusahaan layanan kesehatan ini melaporkan kinerja kuartal keempat yang melampaui ekspektasi pasar. Saham Gilead Sciences juga melonjak 7,5 persen, didorong oleh optimisme atas proyeksi laba perusahaan untuk tahun 2025 yang lebih baik dari perkiraan analis.
Namun, tidak semua emiten bernasib baik. Saham Lyft anjlok 8 persen setelah perusahaan transportasi daring ini merilis proyeksi pendapatan yang lebih rendah dari ekspektasi. Di sisi lain, Robinhood Markets mengalami lonjakan 5 persen dalam perdagangan lanjutan, setelah melaporkan lonjakan pendapatan akibat meningkatnya aktivitas perdagangan pasca kemenangan Trump dalam pemilu November lalu.
Sentimen pasar yang bergejolak tercermin dalam kenaikan indeks volatilitas Cboe (VIX), yang mencapai level tertinggi dalam seminggu. Imbal hasil obligasi pemerintah AS juga melonjak setelah rilis data inflasi, dengan yield obligasi tenor 10 tahun mencapai titik tertinggi dalam lebih dari dua minggu.
Di antara saham-saham unggulan Dow Jones, Boeing menjadi bintang utama dengan kenaikan 3,22 persen, didorong oleh optimisme pasar terhadap pemulihan industri penerbangan dan langkah-langkah perusahaan dalam mengatasi tantangan operasionalnya.
Apple juga mencatatkan kenaikan 1,83 persen, seiring dengan meningkatnya kepercayaan investor terhadap inovasi teknologi perusahaan. Sementara itu, Coca-Cola menguat 1,64 persen, mencerminkan daya tahan sektor konsumen di tengah ketidakpastian ekonomi.
Sebaliknya, saham Caterpillar menjadi yang paling tertekan di Dow, turun 2,81npersen, seiring dengan kekhawatiran terhadap perlambatan permintaan alat berat akibat ketidakpastian ekonomi global. Home Depot juga mengalami pelemahan 2,21 persen, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek sektor ritel dan properti.
Amazon, raksasa e-commerce, mencatatkan penurunan 1,65 persen setelah beberapa saham teknologi menghadapi tekanan dari ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat.
Di indeks S&P 500, CVS Health Corp menjadi pemimpin dengan lonjakan 14,95 persen, setelah laporan keuangannya mengalahkan ekspektasi pasar, menandakan strategi bisnisnya berjalan dengan baik di tengah tantangan sektor kesehatan.
Generac, produsen peralatan listrik, mencatatkan kenaikan 7,56 persen, didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap produk-produk energi alternatif. Saham Gilead juga naik 7,46.persen, mencerminkan optimisme investor terhadap prospek perusahaan di sektor farmasi.
Namun, tidak semua saham di S&P 500 menikmati reli. Westinghouse Air Brake anjlok 9,06 persen, mengalami aksi jual besar-besaran yang kemungkinan dipicu oleh laporan keuangan yang kurang memuaskan atau perubahan sentimen pasar terhadap sektor industri.
Arista Networks juga turun 6,16 persen, di tengah kekhawatiran terhadap permintaan di sektor teknologi jaringan. Waters Corporation, yang bergerak di bidang peralatan laboratorium, merosot 5,77 persen, menunjukkan bahwa beberapa sektor teknologi dan industri menghadapi tekanan di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi.
Di Nasdaq, Tivic Health Systems mencuri perhatian dengan lonjakan luar biasa 197,57 persen, mencerminkan minat investor terhadap sektor kesehatan dan teknologi medis. Mynaric ADR, yang bergerak di bidang komunikasi laser, melonjak 134,32 persen, menandakan optimisme terhadap teknologi inovatif dalam industri satelit dan komunikasi.
Kindly MD juga mengalami kenaikan luar biasa sebesar 129,3 persen, menunjukkan bahwa beberapa saham berkapitalisasi kecil mendapatkan momentum yang kuat.
Namun, volatilitas juga sangat terasa di Nasdaq, dengan beberapa saham mengalami penurunan tajam. Ming Shing Holdings merosot 46,37 persen, mengalami tekanan jual yang signifikan, kemungkinan akibat kinerja bisnis yang tidak sesuai harapan atau sentimen negatif terhadap sektor usahanya.
Atomera, yang bergerak di bidang teknologi semikonduktor, turun 38,50 persen, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek industri chip. Oatly Group AB, produsen susu nabati, juga tertekan dengan penurunan 34,15 persen, seiring dengan perubahan preferensi pasar dan tantangan dalam industri makanan berbasis tanaman.
Secara keseluruhan, tekanan inflasi dan ketidakpastian kebijakan moneter terus menjadi faktor utama yang membayangi pasar saham AS. Dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga yang semakin mundur dan ketegangan perdagangan yang meningkat, investor cenderung lebih berhati-hati dalam mengambil posisi di pasar ekuitas.(*)