KABARBURSA.COM - Perekonomian Indonesia diperkirakan tetap tumbuh stabil pada 2025 dan 2026 dengan laju sekitar 5,1 persen. Menurut Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, pertumbuhan ini akan ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi.
“Kami melihat konsumsi rumah tangga akan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan dan didukung oleh terkendalinya inflasi serta penerapan kebijakan industri yang dapat mendorong pertumbuhan. Namun, pemerintah perlu terus mendorong investasi dan menjaga daya saing ekspor untuk mengimbangi potensi pelemahan permintaan global," ujar Josua dalam konferensi pers Permata Institute for Economics Research (PIER) Economics Review: FY 2024, Senin, 10 Februari 2025.
Meski menghadapi ketidakpastian global dan perubahan kebijakan moneter, perekonomian Indonesia tetap diprediksi stabil. Salah satu faktor yang menopang adalah keputusan Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan di 5,75 persen. Langkah ini bertujuan menjaga stabilitas inflasi yang diperkirakan berada di kisaran 2,0-2,5 persen pada 2025.
Sejumlah faktor eksternal dan internal turut berpengaruh terhadap proyeksi pertumbuhan ini, termasuk kebijakan ekonomi global, stabilitas nilai tukar rupiah, serta efektivitas kebijakan pemerintah dalam mendorong investasi dan konsumsi dalam negeri.
“Dengan berbagai tantangan dan peluang yang ada, Permata Institute for Economic Research (PIER) berkomitmen untuk terus memberikan analisis dan wawasan yang komprehensif guna mendukung pengambilan keputusan yang lebih baik bagi pelaku ekonomi dan pemangku kebijakan,” imbuh Josua.
Dari sisi kebijakan moneter dan fiskal, BI masih menerapkan kebijakan ketat untuk menjaga stabilitas rupiah, yang saat ini berada di kisaran Rp16.330 per USD. Sementara itu, pemerintah telah merancang berbagai kebijakan strategis guna memperkuat ketahanan pangan dan energi, termasuk keberlanjutan program hilirisasi. Langkah ini diharapkan mampu menjaga daya saing industri nasional serta menarik lebih banyak investasi asing.
Sejumlah program prioritas pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan hilirisasi sumber daya alam (SDA), juga diprediksi akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
"Tidak hanya Minerba saja, tetapi juga hilirisasi pertanian, hilirisasi perikanan, ataupun hilirisasi SDA lainnya harapannya bisa mendukung dan mendorong peningkatan dari sisi kinerja sektor primer dan sekunder," jelas Josua.
Selain itu, Josua menilai kebijakan yang menargetkan konsumsi kelas menengah juga perlu diperkuat. Saat ini, konsumsi di segmen ini cenderung melambat, sementara Indonesia masih menghadapi tantangan berupa keluarnya modal asing, perlambatan ekonomi global, serta gangguan perdagangan internasional. Untuk itu, implementasi kebijakan di lapangan harus dipastikan berjalan efektif agar dampaknya maksimal.
Di tengah berbagai tantangan tersebut, konsumsi domestik tetap menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi lebih dari 50 persen terhadap PDB. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih berada di level optimis, meski tetap dipengaruhi oleh inflasi dan dinamika pasar tenaga kerja.
Stabilitas harga barang kebutuhan pokok dan kebijakan pemerintah yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat akan menjadi faktor kunci dalam menjaga daya beli dan memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Pemerintah Indonesia menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2024 sebesar 5,2 persen, namun angka yang tercatat ternyata sedikit meleset. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,03 persen sepanjang tahun 2024, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang tercatat 5,05 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa ketidakpastian global yang masih membayangi menjadi salah satu faktor utama yang menghambat pencapaian target ekonomi. Meski Indonesia diuntungkan dengan adanya momen politik seperti Pemilu dan Pilkada yang dapat memberikan dorongan ekonomi, situasi ketidakpastian tetap tinggi.