Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Mengukur Dampak Business Judgement Rule terhadap Kinerja BUMN

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 08 February 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Mengukur Dampak Business Judgement Rule terhadap Kinerja BUMN

KABARBURSA.COM – Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang baru saja disahkan DPR memasukkan klausul Business Judgement Rule (BJR).

Pemerintah dan DPR beralasan aturan ini penting agar direksi lebih berani mengambil keputusan bisnis strategis tanpa takut dikriminalisasi. Namun, efektivitas aturan ini dalam meningkatkan kinerja BUMN masih menjadi tanda tanya.

Pengamat BUMN, Herry Gunawan, menilai bahwa implementasi BJR perlu diiringi dengan transparansi dan tata kelola yang baik. Menurutnya, ada beberapa indikator konkret yang dapat digunakan untuk mengukur dampak aturan ini terhadap kinerja BUMN.

Salah satu indikator utama adalah transparansi dalam publikasi laporan keuangan dan transaksi bisnis BUMN. “Misalnya, jika ada BUMN yang membeli gas dari perusahaan tertentu pada waktu tertentu dengan harga jauh lebih mahal dari harga pasar, maka itu bisa menjadi sinyal adanya niat tidak baik dalam transaksi tersebut,” jelas Herry kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Sabtu, 8 Febuari 2025.

Indikator lainnya adalah penerapan manajemen risiko yang efektif. Setiap aksi korporasi penting, seperti akuisisi perusahaan atau pembelian blok pertambangan, seharusnya didasarkan pada kajian internal yang komprehensif.

“Bukan hanya menghitung potensi pendapatan dan laba, tetapi juga mempertimbangkan risiko serta upaya mitigasinya. Di pasar modal, ini serupa dengan kebijakan cut loss ketika harga saham terus menurun. Jadi, harus ada batasan potensi kerugian atau yang dikenal sebagai risk appetite,” tambahnya.

Lebih lanjut, Herry menekankan bahwa Dewan Komisaris BUMN memiliki peran krusial dalam memastikan kepatuhan terhadap tata kelola yang baik.

“Dewan Komisaris biasanya memiliki komite khusus seperti Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko. Komite-komite ini seharusnya aktif mengawasi jalannya perusahaan dan melakukan audit baik terhadap hasil kegiatan usaha maupun risiko yang dihadapi. Jika mereka tidak menjalankan fungsinya, maka keberadaan mereka hanya sekadar formalitas,” tegasnya.

Menurut Herry, indikator-indikator ini dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah manajemen BUMN telah menjalankan bisnisnya sesuai dengan tata kelola yang baik atau justru ada kelalaian yang berpotensi berujung pada kasus hukum.

“Kalau semua mekanisme sudah dijalankan dengan baik, maka direksi memang tidak pantas dipidanakan. Namun, jika ditemukan pelanggaran prosedur, tentu tetap harus ada pertanggungjawaban,” pungkasnya.

Dengan adanya klausul BJR dalam revisi UU BUMN, harapannya direksi tidak hanya lebih berani mengambil keputusan strategis, tetapi juga lebih bertanggung jawab dalam pengelolaan perusahaan.

Masyarakat dan pemangku kepentingan pun perlu terus mengawasi agar implementasi aturan ini benar-benar membawa manfaat bagi keberlangsungan dan kinerja BUMN ke depan.

Bunyi Klausul BJR

Ketentuan BJR tercantum dalam rancangan Pasal 3Z yang mengatur bahwa Menteri, organ, dan pejabat Badan tidak dapat dimintai ganti rugi atas kerugian penanaman modal. Rumusan aturan ini mengalami perubahan dari ketentuan sebelumnya, yang semula menyebutkan Menteri, pejabat di lingkungan Kementerian Keuangan, serta organ dan pegawai di lingkungan lembaga tersebut, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas kerugian penanaman modal apabila dapat dibuktikan.

Perubahan terbaru menghilangkan frasa “pejabat Kementerian Keuangan” dan mengganti frasa “tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum” menjadi “tidak dapat dimintai ganti rugi“. Selain itu, frasa “dapat dibuktikan” juga dihapus karena kewenangan dan mekanisme pembuktian harus dilakukan melalui pengadilan.

Ketentuan BJR dalam revisi UU BUMN juga diperkuat melalui perubahan Pasal 9F ayat 1 dan 2. Pada ayat 1, frasa “dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum” diubah menjadi “tidak dapat dimintai ganti rugi atas kerugian penanaman modal apabila: …

Selain itu, ketentuan sebelumnya yang berbunyi “Anggota Direksi dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas kerugian BUMN apabila tidak dapat membuktikannya” kini diubah menjadi “Anggota Dewan Direksi tidak dapat dimintai kompensasi atas kerugian investasi jika:..

Perubahan serupa juga terjadi pada Pasal 9F ayat 2, yang mengubah frasa “tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum” menjadi “tidak dapat dimintai ganti rugi atas kerugian penanaman modal“. Jika sebelumnya aturan menyebutkan “Anggota Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas kerugian BUMN apabila tidak dapat membuktikannya“, kini ketentuan tersebut diperbarui menjadi “perlindungan bagi direktur yang membuat keputusan bisnis agar dilindungi dari tuntutan hukum atas konsekuensi pengambilan keputusan bisnis.”

“Dalam UU Perseroan Terbatas (UU PT), Pasal 97 sudah mengatur bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila mereka terbukti bersalah atau lalai menjalankan tugasnya,” jelas Herry. (*)