KABARBURSA.COM - Nama pengusaha Pandu Patria Sjahrir kembali menjadi perbincangan setelah beredar isu dirinya akan masuk dalam struktur Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Spekulasi ini semakin menguat setelah Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, mengunggah foto bersama Pandu dengan keterangan yang menyebutnya sebagai “Bos Danantara.”
"Diskusi dengan Pak Pandu Bos Danantara untuk pembiayaan perumahan. Semoga bermanfaat untuk rakyat Indonesia sesuai arahan Bapak Presiden Prabowo," tulis Ara dalam unggahan di akun Instagram resminya @maruararsirait, Selasa, 4 Februari 2025.
[caption id="attachment_118301" align="alignnone" width="680"] Maruarar Sirait bertemu dengan Pandu Patria Sjahrir (kanan) dalam sebuah pertemuan yang disebut membahas pembiayaan perumahan. Dalam unggahan di akun Instagram resminya, Maruarar menyebut Pandu sebagai “Bos Danantara". Hal ini memperkuat spekulasi bahwa keponakan Luhut Binsar Pandjaitan itu akan masuk ke dalam struktur Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).[/caption]
Namun, saat dimintai konfirmasi oleh awak media, Pandu memilih irit bicara. Ia mengaku tidak mengetahui soal kabar tersebut dan menegaskan bahwa pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara pada Kamis, 6 Februari 2025, hanya membahas soal investasi mobil listrik. "Belum tahu aku," kata Pandu singkat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. "Tadi hanya ngomongin soal mobil nasional saja."
Sementara itu, Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, yang turut hadir dalam pertemuan dengan Presiden Prabowo, juga menampik bahwa kedatangannya bersama Pandu berhubungan dengan pembentukan Danantara. Ia menyebut agenda pertemuan lebih banyak membahas peluang investasi dalam pengembangan mobil listrik di Indonesia.
"Tadi yang dibahas investasi yang masuk ke Indonesia untuk pengembangan mobil listrik, baterai, itu bagaimana kita juga bisa berperan lebih aktif agar dari segi investasi kita mempunyai kemungkinan untuk mengembangkan juga mobil listrik," jelas Rosan.
Sejalan dengan ramainya spekulasi ini, pergerakan saham PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA), perusahaan energi terbarukan yang didirikan oleh Pandu, mengalami lonjakan signifikan. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham TOBA melonjak 12,29 persen atau naik 44 poin menjadi Rp402 per lembar saham pada perdagangan Kamis, 6 Februari 2025. Kenaikan ini juga terjadi dalam sepekan terakhir dengan akumulasi kenaikan mencapai 12,99 persen.
Jika dilihat dari sisi laba, TOBA mencatatkan pertumbuhan kinerja yang cukup signifikan sepanjang 2024. Hingga kuartal ketiga 2024, laba bersih TOBA tercatat sebesar Rp703 miliar, melonjak dibandingkan laba 2023 yang hanya Rp122 miliar. Kenaikan ini sejalan dengan tren positif kinerja perseroan di sepanjang tahun.
Secara rinci, pada kuartal pertama 2024, TOBA mencetak laba bersih Rp183 miliar, naik dari Rp129 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kuartal kedua 2024 mencatat kenaikan yang lebih tajam dengan laba Rp251 miliar, dibandingkan hanya Rp24 miliar pada kuartal kedua 2023. Namun, laba di kuartal ketiga 2024 menurun menjadi Rp93 miliar, meskipun tetap jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sempat merugi Rp13 miliar.
Kenaikan laba ini turut mendorong kapitalisasi pasar TOBA yang kini mencapai Rp3,28 triliun. Saham TOBA pun mengalami kenaikan dalam sepekan terakhir sebesar 12,29 persen. Namun, secara tiga bulan terakhir, saham ini masih terkoreksi 24,86 persen. Adapun dalam satu tahun terakhir, saham TOBA tumbuh 53,44 persen.
Dari sisi valuasi, TOBA memiliki rasio price to earning (PE) tahunan sebesar 4,67 kali, sementara rasio PE trailing twelve months (TTM) berada di angka 6,15 kali. Adapun rasio price to book value (PBV) berada di level 0,60 kali, yang mengindikasikan harga sahamnya masih relatif murah dibandingkan nilai bukunya.
Sementara itu, dari sisi profitabilitas, TOBA mencatatkan margin laba kotor sebesar 28,34 persen dan margin laba operasi mencapai 31,73 persen. Adapun margin laba bersih per kuartal berada di angka 9,13 persen. Return on assets (ROA) dan return on equity (ROE) masing-masing berada di angka 3,78 persen dan 9,75 persen, yang menunjukkan efisiensi dan efektivitas perusahaan dalam mengelola asetnya.
Di sisi solvabilitas, TOBA memiliki current ratio 1,84 kali dan quick ratio 1,66 kali, yang menunjukkan likuiditas perusahaan dalam kondisi sehat. Sementara itu, rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio berada di angka 0,99 kali.
Dengan catatan kinerja yang cukup solid ini, TOBA menunjukkan prospek yang menarik di tengah tren transisi energi. Kinerja perusahaan dalam beberapa kuartal ke depan akan sangat ditentukan oleh strategi ekspansi dan pengelolaan bisnisnya di sektor energi terbarukan.
Isu masuknya Pandu ke Danantara semakin mencuat seiring dengan pengesahan Undang-Undang BUMN yang baru oleh DPR RI pada Selasa, 4 Februari 2025. Salah satu poin utama dalam UU tersebut adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang digadang-gadang menjadi ujung tombak dalam pengelolaan investasi BUMN serta optimalisasi dividen negara.
Pemerintah menargetkan Danantara mampu berkontribusi dalam mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen serta mengarahkan BUMN agar lebih efisien dan kompetitif. Lembaga ini juga diharapkan dapat menjadi alat strategis pemerintah untuk memperkuat kemandirian ekonomi menuju visi Indonesia Emas 2045.
Meski hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah mengenai kepemimpinan Danantara, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sempat memberi sinyal bahwa peresmian lembaga ini bisa dilakukan dalam waktu dekat. "Doakan aja. Insyaallah, doakan," kata Prasetyo usai rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Senayan, Jakarta, Sabtu, 1 Februari 2025, lalu.
Dengan semakin banyaknya spekulasi yang berkembang, publik kini menantikan kejelasan lebih lanjut mengenai siapa yang akan mengisi struktur kepemimpinan Danantara. Apakah Pandu Sjahrir benar-benar akan menjadi Bos Danantara, atau hanya sekadar spekulasi yang berkembang di tengah dinamika politik dan bisnis nasional?