KABARBURSA.COM - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2024 mencatat angka 5,02 persen secara tahunan. Capaian ini membuat pertumbuhan sepanjang 2024 bertahan di 5,03 persen. Namun, menurut Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), angka ini menunjukkan stagnasi jika dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
Tren deflasi yang terus berlanjut dan melemahnya Purchasing Managers’ Index (PMI) sepanjang triwulan IV-2024 menjadi tanda awal bahwa ekonomi Indonesia sedang mengalami perlambatan, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Hal ini pun tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) INDEF, Andry Satrio Nugroho, menilai tantangan struktural yang dihadapi Indonesia semakin serius. Ia menegaskan tanpa langkah konkret dari pemerintah, sulit bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh di atas 5 persen pada 2025.
“Indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus untuk membangkitkan kedua hal tersebut,” ujar Andry dalam keterangan pers INDEF yang diterima KabarBursa.com, Kamis, 6 Februari 2025.
Beberapa langkah yang diusulkan INDEF untuk mendorong sektor industri dan hilirisasi antara lain:
Sementara itu, Ekonom CITI INDEF, Dzulfian Syafrian, menyoroti bagaimana belanja pemerintah yang selama ini menjadi salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi kini mengalami pengetatan. Menurutnya, beban pertumbuhan ekonomi kini beralih ke sektor swasta.
Dzulfian menilai dengan adanya kebijakan efisiensi belanja pemerintah, tanggung jawab menjaga pertumbuhan ekonomi kini beralih ke sektor swasta. Ia mempertanyakan apakah kemudahan berusaha, kondisi industri, iklim investasi, serta kebijakan insentif yang ada sudah cukup untuk mendorong sektor swasta berperan lebih besar.
Menurutnya, tanpa kebijakan yang lebih progresif dan konkret, target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, apalagi mencapai 8 persen, bisa menjadi sesuatu yang sulit terwujud. “Tanpa kebijakan yang lebih progresif dan konkret, pertumbuhan di atas 5 persen apalagi cita-cita 8 persen ini bisa jadi utopis,” ujarnya.
[caption id="attachment_117200" align="aligncenter" width="680"] Deretan mobil di pabrikan Toyota. (Foto: Kabar Bursa/Citra D)[/caption]
INDEF juga mencatat pertumbuhan ekonomi di sektor manufaktur yang selama ini menjadi penyedia utama lapangan kerja berkualitas hanya mencatatkan pertumbuhan 4,43 persen pada 2024. Hal ini menunjukkan sektor industri masih menghadapi kendala struktural yang belum terselesaikan.
Dari sisi investasi, realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) selama triwulan IV-2024 mencapai Rp452,8 triliun, atau meningkat 23,8 persen secara tahunan. Namun, peningkatan investasi ini belum sepenuhnya mengalir ke sektor produktif yang bisa mendorong penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri.
Kondisi ekspor dan impor pun menunjukkan ketidakseimbangan dalam ekonomi nasional. Pada triwulan IV-2024, nilai ekspor barang tercatat sebesar USD71,88 miliar atau naik 8,04 persen secara tahunan, sementara impor mencapai USD62,79 miliar dengan kenaikan 9,46 persen. Defisit perdagangan ini mengindikasikan industri domestik masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan barang modal.
INDEF mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya sekadar mengejar angka di atas 5 persen, tetapi juga memastikan pembangunan yang lebih berkualitas dan inklusif.
Menurut INDEF, kebijakan ekonomi yang hanya berfokus pada angka pertumbuhan tanpa memperhatikan kualitasnya akan menjadi bumerang di masa depan. Oleh karena itu, memperkuat daya beli masyarakat, mendorong keterlibatan sektor swasta, menarik investasi produktif, serta menciptakan iklim bisnis yang lebih kondusif harus menjadi prioritas utama pemerintah ke depan.
[caption id="attachment_106817" align="aligncenter" width="680"] Sejumlah Pejalan Kaki melintas di Zebra Cross depan Sarinah Thamrin, Senin (16/12/2024). foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]
Ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan yang lebih baik pada triwulan IV 2024, meski ketidakpastian di pasar keuangan global masih tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,02 persen secara tahunan (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,95 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan dengan hasil tersebut, pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2024 mencapai 5,03 persen (yoy). “Ke depan, pertumbuhan ekonomi pada 2025 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7 hingga 5,5 persen (yoy), didukung oleh permintaan domestik,” ujar Ramdan dalam keterangan tertulis, Kamis, 6 Februari 2025.
Pada triwulan IV 2024, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan yang ditopang oleh aktivitas domestik yang tetap solid. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,98 persen secara tahunan (yoy), seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat selama periode libur Natal dan Tahun Baru. Di sisi lain, investasi tetap menunjukkan daya tahan dengan pertumbuhan 5,03 persen (yoy) karena didorong oleh peningkatan realisasi penanaman modal.
Belanja pemerintah juga mencatat pertumbuhan 4,17 persen (yoy) yang banyak dipengaruhi oleh penyelesaian anggaran di akhir tahun. Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) melonjak 6,06 persen (yoy), sejalan dengan meningkatnya aktivitas selama periode Pilkada 2024.
Dari sektor eksternal, ekspor tumbuh 7,63 persen (yoy), didorong oleh permintaan yang stabil dari mitra dagang utama, kenaikan harga beberapa komoditas ekspor, serta meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkontribusi pada ekspor jasa.
Sementara itu, seluruh sektor Lapangan Usaha (LU) menunjukkan kinerja positif pada triwulan IV 2024. Sektor industri pengolahan dan perdagangan, sebagai penyumbang utama pertumbuhan, mengalami peningkatan berkat stabilnya permintaan dalam negeri. Sektor akomodasi dan makanan minuman, serta transportasi dan pergudangan juga mencatat pertumbuhan yang kuat karena didorong oleh tingginya mobilitas masyarakat selama periode libur akhir tahun.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.