KABARBURSA.COM – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti nilai tukar rupiah yang saat ini keluar dari asumsi awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Menurutnya, nilai tukar rupiah yang telah menyentuh angka Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi tantangan besar bagi perekonomian nasional.
"Nilai tukar kita saat ini sudah berada di atas Rp16.000, meskipun belum menyentuh Rp16.500. Ini sangat psikologis dan mengkhawatirkan. Di satu sisi, pelemahan rupiah menguntungkan eksportir, tetapi di sisi lain meningkatkan risiko bagi impor kita yang masih besar, terutama impor BBM," ujar Misbakhun saat menjadi pembicara dalam acara Outlook Ekonomi DPR dengan tema “Bedah APBN 2025 Membangun Kepercayaan Pasar” di The St. Regis Jakarta, Rabu, 5 Febuari 2025.
Ia menegaskan bahwa Indonesia masih menjadi net importer bahan bakar minyak (BBM), sehingga pelemahan rupiah berdampak signifikan terhadap beban anggaran energi nasional.
"Kita adalah salah satu negara dengan konsumsi BBM terbesar di dunia, dan saat ini produksi lifting kita masih di kisaran 605 ribu barel. Pemerintah harus segera mencari solusi agar ketergantungan impor tidak semakin membebani ekonomi," tambahnya.
Selain isu nilai tukar, Misbakhun juga menyoroti pentingnya pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ia menilai langkah pemerintah dalam merepatriasi DHE menjadi bagian dari strategi memperkuat nilai tukar rupiah dan meningkatkan ketahanan ekonomi domestik.
"Pemerintah harus memastikan bahwa devisa hasil ekspor dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memperkuat perekonomian dalam negeri. Ini juga menjadi bentuk legitimasi pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan volatilitas pasar," tegasnya.
Misbakhun juga mengungkapkan bahwa penyusunan asumsi makro APBN 2025 telah melalui berbagai pertimbangan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, Ketua OJK, serta Menteri PPN/Kepala Bappenas.
"Asumsi makro ini bukan sekadar angka, tetapi merupakan hasil diskusi mendalam bersama stakeholder utama ekonomi nasional. Kita harus memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar dapat mengarahkan ekonomi kita ke jalur yang lebih stabil dan berkelanjutan," jelasnya.
Sebagai langkah awal, Misbakhun menegaskan bahwa kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) akan menjadi acuan utama dalam menyusun strategi ekonomi tahun 2025.
"KEM-PPKF yang biasanya dirilis setiap 20 Mei akan menjadi kick-off awal kita dalam menetapkan arah kebijakan fiskal dan ekonomi nasional," tutupnya.
Dalam acara yang sama, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, menyoroti pentingnya strategi fiskal yang tepat dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Ia menekankan bahwa APBN 2025 harus dirancang untuk menjawab dinamika pasar, mendukung akselerasi pertumbuhan inklusif, dan menopang kebijakan fiskal guna mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Kebijakan ekonomi global, termasuk keputusan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif impor terhadap China sebesar 10 persen, Kanada 25 persen, dan Meksiko 25 persen (dengan penundaan satu bulan), telah berdampak signifikan pada nilai tukar mata uang dunia, termasuk rupiah. Pada 4 Januari 2025 lalu, nilai tukar rupiah melemah ke level Rp16.435 per dolar AS, melampaui asumsi APBN sebesar Rp16.000 per dolar AS,” jelas Kadir.
Adies Kadir menegaskan bahwa Indonesia harus bersiap menghadapi dampak kebijakan ekonomi AS, mengingat negara tersebut merupakan mesin utama ekonomi global. Ia menyoroti perlunya sinergi antara otoritas fiskal, moneter, dan sektor keuangan untuk merancang kebijakan mitigatif guna menahan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Selain itu, pelemahan nilai tukar juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor, menarik investasi, dan mendorong masuknya devisa dari sektor pariwisata serta ekonomi kreatif.
Adies Kadir juga menggarisbawahi pentingnya kebijakan suku bunga yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Sepanjang tahun 2024, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) berkisar antara 6 persen hingga 6,25 persen.
Pada awal 2025, suku bunga turun menjadi 5,75 persen, namun Adies mempertanyakan apakah suku bunga dapat ditekan lebih rendah lagi guna mendukung misi akselerasi pertumbuhan inklusif.
“Kita harus memastikan koordinasi yang baik antara otoritas moneter, fiskal, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) agar kebijakan suku bunga dan kebijakan non-suku bunga lainnya tetap akomodatif bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Di sisi lain, Adies melihat tren inflasi global yang cenderung menurun sebagai peluang bagi Indonesia. Harga komoditas, termasuk minyak mentah dunia yang saat ini berada di kisaran USD72 per barel (di bawah asumsi APBN USD82 per barel), diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi dalam negeri.
Tambahan pasokan minyak dari AS sebagai dampak kebijakan darurat energi juga dinilai dapat memberikan keuntungan bagi APBN 2025, terutama dalam efisiensi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Menurut Adies, strategi kebijakan fiskal dalam jangka pendek harus difokuskan pada pendidikan bermutu, layanan kesehatan berkualitas, penurunan tingkat kemiskinan, serta peningkatan pemerataan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi tinggi.
“APBN 2025 harus mampu menjadi instrumen yang tidak hanya menjaga stabilitas ekonomi, tetapi juga mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan otoritas terkait untuk terus berkoordinasi dalam menyusun kebijakan yang pro-growth dan berorientasi jangka panjang,” tutupnya. (*)