KABARBURSA.COM - Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,2 persen secara tahunan (yoy) pada 2024.
Untik diketahui, Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan ekonomi kuartal IV dan keseluruhan tahun 2024 dijadwalkan rilis hari ini.
"PDB Indonesia diestimasikan tumbuh sebesar 4,98 persen pada triwulan IV 2024, kisaran estimasi dari 4,97 persen hingga 5 persen, sehingga estimasi untuk FY2024 sebesar 5,02 persen, dengan kisaran estimasi dari 5,02 persen hingga 5,03 persen," ujar dia dalam laporannya di Jakarta, Rabu 5 Februari 2025.
Angka ini mencerminkan laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan ekspektasi sebelumnya. Indonesia pun memasuki 2025 dengan tantangan ekonomi yang kian berat.
Tren ini bukan tanpa alasan. Perlambatan mulai terasa sejak kuartal III-2024, dengan pertumbuhan hanya mencapai 4,95 persen yoy—lebih rendah dibandingkan dua kuartal sebelumnya yang masih berada di atas 5 persen.
"Triwulan III-2024 menjadi satu-satunya periode tanpa faktor musiman yang signifikan dalam mendorong aktivitas ekonomi, sehingga memperlihatkan tren perlambatan yang lebih nyata," tambahnya.
Daya beli masyarakat menurun, kelas menengah semakin tergerus, sementara produktivitas sektoral terus mengalami penurunan. Faktor musiman, seperti periode mudik dan libur sekolah, memang sempat menopang pertumbuhan ekonomi di awal 2024, namun begitu fase itu berakhir, banyak sektor justru melambat drastis.
"Setelah periode mudik Idul Fitri dan libur sekolah di triwulan II-2024, berbagai sektor seperti transportasi, pergudangan, jasa usaha, serta akomodasi dan makanan minuman mengalami perlambatan, yang menegaskan tantangan ekonomi yang dihadapi Indonesia," ungkapnya.
Tanpa faktor musiman, hanya enam dari 17 sektor ekonomi yang mengalami akselerasi di kuartal III-2024. Situasi ini semakin memperjelas bahwa masalah ekonomi nasional lebih bersifat struktural.
“Menyumbang hampir 52 persen dari total aktivitas ekonomi, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,91 persen yoy pada triwulan III 2024, sedikit menurun dari 4,93 persen yoy pada triwulan sebelumnya, yang disebabkan oleh tidak adanya faktor musiman,” imbuhnya.
Menghadapi tahun 2025, LPEM UI menilai bahwa Indonesia harus segera mencari solusi untuk mengatasi tantangan struktural ini.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain:
Tanpa kebijakan strategis yang tepat, Indonesia berisiko terus mengandalkan faktor musiman untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Padahal, pencapaian angka tersebut seharusnya bisa terwujud secara mandiri tanpa dorongan dari faktor eksternal.
Dengan berbagai tantangan yang menghadang, diperlukan langkah-langkah ekonomi yang lebih terarah dan berorientasi pada perbaikan jangka panjang. Hal ini penting agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya sekadar terjadi, tetapi juga memiliki kualitas yang berkelanjutan.
“Indonesia memasuki tahun 2025 dengan kondisi perekonomian yang melemah. Daya beli yang menurun, kelas menengah yang menyusut, serta penurunan produktivitas sektoral yang berkepanjangan menjadi sinyal kuat bahwa ada masalah struktural signifikan yang harus segera diatasi,” pungkasnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama perekonomian Indonesia, dengan kontribusi mencapai 50 persen. Ia optimistis konsumsi dapat tumbuh di atas 5 persen, karena didukung oleh daya beli masyarakat yang stabil.
“Indeks Keyakinan Konsumen pada November 2024 mencapai 125,9, menunjukkan optimisme masyarakat,” kata Airlangga dalam konferensi pers bertajuk ‘Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan’ di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Airlangga memaparkan, belanja konsumen meningkat 1,7 persen pada November 2024, dengan total nilai mencapai Rp256,5 triliun. Pertumbuhan tertinggi dicatat oleh segmen barang teknologi dan barang tahan lama yang tumbuh 4,3 persen, sementara produk kebutuhan harian (FMCG) naik 1,1 persen.
“Barang digital, seperti ponsel, menjadi pendorong utama dengan pertumbuhan 4,3 persen. Produk FMCG juga mencatat pertumbuhan 1,1 persen,” jelasnya.
Dalam rangka menjaga daya beli, Airlangga menjelaskan, maka pengenaan tarif PPN sebesar 12 persen hanya akan diterapkan pada barang mewah. Untuk barang seperti rumah dan kendaraan bermotor, pemerintah tetap memberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).
“Fasilitas PPN DTP juga diberikan pada gula industri guna mendukung sektor makanan dan minuman, yang berkontribusi 36 persen terhadap industri pengolahan. Tarifnya tetap di angka 11 persen,” ucap Airlangga menerangkan.
Pemerintah juga memberikan bantuan pangan kepada masyarakat kurang mampu, khususnya Kelompok Desil I dan II, berupa 10 kilogram beras per bulan.
Selain itu, rumah tangga dengan daya listrik di bawah 2.200 VA akan menerima diskon 50 persen untuk tagihan listrik selama dua bulan.
“Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dan menjaga daya beli kelompok rentan,” pungkas Airlangga.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.