Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Diskon Tarif Listrik 50 Persen Picu Deflasi 32,03 Persen!

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 February 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Diskon Tarif Listrik 50 Persen Picu Deflasi 32,03 Persen!

KABARBURSA.COM - Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan PLN dengan daya hingga 2200 VA berkontribusi pada deflasi 32,03 persen, memberikan andil 1,47 persen terhadap indeks harga konsumen (IHK).

Untuk diketahui, pemerintah memberikan diskon tarif listrik pada Januari dan Februari 2025, sebagai kompensasi atas kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang kini menjadi 12 persen.

"Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2.200 VA di Januari 2025," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta dikutip Selasa, 4 Februari 2025.

Dalam lima tahun terakhir, penyesuaian tarif listrik juga pernah dilakukan pada Juni dan Agustus 2022 akibat penyesuaian tarif tenaga listrik di kuartal III-2022. Amalia menegaskan bahwa diskon tersebut dicatat dalam perhitungan inflasi sesuai dengan pedoman Consumer Price Index (CPI) Manual yang digunakan oleh kantor statistik internasional, termasuk BPS.

"Artinya, diskon itu dicatat dalam perhitungan inflasi jika kualitas barang atau jasa sama dengan kondisi normal harga diskon bisa didapatkan atau tersedia untuk banyak orang," jelasnya.

BPS juga melaporkan bahwa Indonesia mengalami deflasi pada Januari 2025, dengan penurunan harga sebesar 0,76 persen secara bulanan. Meskipun demikian, inflasi tahunan tetap tercatat pada level 0,76 persen.

Inflasi tahunan didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yang mencatatkan inflasi sebesar 3,69 persen, dengan andil terbesar dari minyak goreng, sigaret keretek mesin, cabai rawit, kopi bubuk, dan beras. Emas perhiasan juga memberikan andil inflasi signifikan.

Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga mengalami deflasi terdalam, terutama karena pengaruh diskon tarif listrik, yang menyumbang deflasi 1,39 persen. Secara keseluruhan, inflasi terjadi di seluruh komponen kecuali pada komponen harga diatur pemerintah, yang mengalami deflasi tahunan sebesar 6,41 persen, dengan tarif listrik sebagai kontributor utama.

Sebaran inflasi wilayah menunjukkan bahwa 30 provinsi mengalami inflasi tahunan, sementara 8 provinsi mengalami deflasi. Papua Pegunungan mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 4,55 persen, sementara deflasi terdalam terjadi di Gorontalo sebesar 1,52 persen.

Tren Penurunan Harga

Badan Pusat Statistik melaporkan, Indonesia telah mengalami deflasi pada awal tahun 2025, atau di bulan Januari. Adapun besaran deflasi mencapai 0,76 persen secara bulanan atau tahun kalender.

Namun, secara tahunan atau year on year, inflasi tetap tercatat, yaitu di level 0,76 persen. Akan tetapi telah terjadi tren penurunan harga yang memang menjadi perhatian, mengingat deflasi terakhir terjadi pada September tahun lalu.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa deflasi bulan ini terutama dipicu oleh penurunan harga dalam kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mengalami deflasi hingga 9,16 persen.

Kelompok ini memiliki andil besar terhadap deflasi dengan kontribusi negatif sebesar 1,44 persen. Penurunan tarif listrik menjadi faktor dominan dalam tren ini, memberikan andil hingga 1,47 persen.

Selain itu, beberapa komoditas lain seperti harga tomat, ketimun, tarif kereta api, dan angkutan udara juga memberikan kontribusi terhadap deflasi, meskipun dalam skala yang lebih kecil.

Di sisi lain, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau tetap menjadi pendorong inflasi.

Kelompok ini mencatat inflasi bulanan sebesar 1,94 persen dengan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,56 persen. Hal ini mencerminkan bahwa harga bahan pangan masih mengalami kenaikan, meskipun tekanan deflasi muncul dari sektor energi dan transportasi.

Dari sisi komponen inflasi, terdapat dinamika yang cukup menarik.

Komponen inti, yang mencerminkan harga barang dan jasa yang cenderung stabil dan tidak dipengaruhi oleh faktor musiman, mengalami inflasi sebesar 0,30 persen dengan kontribusi sebesar 0,20 persen.

Sebaliknya, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat deflasi signifikan sebesar 7,38 persen dengan andil sebesar 1,44 persen, menunjukkan adanya intervensi kebijakan yang menurunkan harga di sektor-sektor tertentu.

Sementara itu, komponen harga bergejolak, yang sering dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi pasar global, mengalami inflasi sebesar 2,95 persen dengan andil sebesar 0,48 persen.

Jika melihat perbedaan antar daerah, dari 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 34 provinsi mengalami deflasi, sementara hanya 4 provinsi yang mencatat inflasi. Kepulauan Riau menjadi daerah dengan tingkat inflasi tertinggi, yakni 0,43 persen, sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Papua Barat dengan penurunan harga mencapai 2,29 persen.(*)