Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pengamat Soroti Kebijakan Trump: Akankah Perang Dagang Jilid Dua Terjadi?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 February 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Redaksi
Pengamat Soroti Kebijakan Trump: Akankah Perang Dagang Jilid Dua Terjadi?

KABARBURSA.COM - Kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan tarif 25 persen untuk bea masuk barang dari sejumlah negara, memicu kekhawatiran akan potensi terjadinya perang dagang jilid dua.

Keputusan ini menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia, yang baru saja bergabung dengan kelompok ekonomi BRICS pada Januari 2025. Lalu, bagaimana dampak kebijakan ini terhadap ekonomi global dan posisi Indonesia?

Pengamat Ekonomi Internasional dari Universitas Pelita Harapan (UPH) S Budisuharto mengatakan, meskipun kebijakan ini mengundang kekhawatiran, dampaknya terhadap Indonesia belum terlalu signifikan, utamanya dalam jangka pendek.

“Dalam era globalisasi, apa yang terjadi di dua negara besar seperti Amerika Serikat dan China, pasti berdampak ke ekonomi kita. Tapi untuk saat ini, efeknya ke Indonesia masih terbatas,” kata Budisuharto dalam keterangannya di Acara Bursa Pagi-Pagi Kabarbursa.com segmen Dialog Analis, Selasa 4 Februari 2025.

Budisuharto mengatakan, persepsi pasar memainkan peran penting dalam merespons kebijakan ini. Menurutnya, saat Trump mengumumkan tarif 25 persen, persepsi pasar langsung bergerak. Kekhawatiran tersebut dapat membuat investor lebih berhati-hati untuk mengamankan portofolio mereka, atau menunda investasi baru.

Namun, di sisi lain, ada juga pihak-pihak yang melihat ini sebagai peluang.

Budisuharto mencatat, dalam beberapa hari terakhir nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami fluktuasi. Selama seminggu terakhir, kurs dolar sempat naik turun dan hingga saat ini berada di level Rp16.400.

“Ini memang menunjukkan adanya ketidakpastian di pasar, tapi belum ada gejolak yang signifikan,” ujar dia.

Dirinya juga menyoroti bahwa jika investor asing, terutama dari Amerika, mulai menarik investasi mereka dari Indonesia, maka pasar saham dan nilai tukar rupiah bisa tertekan. Hal ini bisa terjadi apabila dana asing keluar dan investor menjual sahamnya. Di sini, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG bisa anjlok.

“Setelah itu, mereka akan menukar rupiah ke dolar, yang bisa melemahkan nilai tukar rupiah,” tambahnya.

Namun, dia menekankan bahwa hingga saat ini belum terlihat adanya penurunan drastis di pasar saham Indonesia.

“Kita memang perlu waspada, tapi tidak perlu panik. Kita harus melihat apakah dana asing benar-benar keluar atau tidak,” ujarnya.

Potensi Reaksi dari Negara Lain

Terkait potensi balasan dari negara-negara lain seperti China dan anggota BRICS lainnya, Budisuharto menilai bahwa situasi ini memang bisa memicu ketegangan lebih lanjut dalam perdagangan global. Dia menjelaskan jika negara-negara lain membalas dengan tarif serupa, maka risiko perang dagang jilid dua bisa menjadi kenyataan.

“Namun, untuk saat ini, kita masih harus menunggu respons resmi dari negara-negara tersebut,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa posisi Amerika Serikat dalam konstelasi geopolitik saat ini cukup rentan, terutama dengan Meksiko dan Kanada di perbatasan yang secara fisik tidak memiliki kapasitas serangan besar.

“Amerika beruntung punya tetangga yang secara militer tidak terlalu kuat. Tapi ketegangan ini lebih banyak terjadi di ranah non-fisik, seperti perdagangan dan tarif,” katanya.

Posisi Indonesia di Tengah Ketegangan Global

Bergabungnya Indonesia dengan BRICS pada awal 2025 menempatkan negara ini dalam posisi yang cukup strategis. Budisuharto mengaku terkejut dengan langkah ini, tetapi ia melihat bahwa Indonesia sudah mempertimbangkan keuntungan dan risikonya.

Dia menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara dengan ekonomi yang semakin kuat dan memiliki populasi terbesar keempat di dunia. Amerika tentu tidak akan gegabah dalam mengambil tindakan langsung terhadap Indonesia.

Ia juga menekankan bahwa hubungan perdagangan Indonesia-AS selama ini cukup stabil. Menurutnya Amerika melihat Indonesia sebagai mitra strategis, baik dari sisi ekonomi maupun geopolitik. Jika mereka ingin menerapkan tarif tinggi terhadap barang-barang dari Indonesia, tentu akan ada pertimbangan yang matang.

Namun demikian, Budisuharto tetap menyarankan agar Indonesia berjaga-jaga terhadap kemungkinan dampak dari kebijakan ini.

“Kita perlu memantau pergerakan dana asing, suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Kalau ada indikasi dana asing keluar, kita harus siap dengan kebijakan yang bisa menjaga stabilitas ekonomi,” katanya.

Waspada, Tapi Jangan Panik

Mengakhiri analisisnya, Budisuharto menegaskan bahwa meskipun kebijakan tarif Trump berpotensi memicu ketegangan perdagangan global, dampaknya terhadap Indonesia masih terbatas.

“Kita harus tetap waspada, tapi tidak perlu panik. Fokus kita adalah menjaga stabilitas ekonomi domestik, memastikan arus investasi tetap lancar, dan memonitor kebijakan global yang bisa berdampak pada perekonomian kita,” pungkasnya.(*)