KABARBURSA.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indeks Harga Produsen (IHP) umum sembilan sektor pada triwulan IV 2024 mengalami kenaikan sebesar 0,59 persen secara triwulanan (q-to-q) dibandingkan triwulan III 2024.
Windhiarso Ponco Adi, Direktur Statistik Harga BPS, menyatakan kenaikan IHP terutama dipicu oleh kenaikan harga di sebagian besar sektor, terutama Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan serta Sektor Jasa Pendidikan. "Kami akan terus memantau perkembangan ini untuk memastikan stabilitas ekonomi," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Secara tahunan (y-on-y), IHP umum sembilan sektor naik 1,77 persen dibandingkan triwulan IV 2023. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan mencatat kenaikan tertinggi sebesar 7,15 persen, diikuti oleh Sektor Jasa Pendidikan (6,91 persen) dan Sektor Pengelolaan Air (6,69 persen). Sementara itu, beberapa sektor seperti Pertambangan dan Penggalian, Pengadaan Listrik dan Gas, serta Pengangkutan mengalami deflasi.
1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
IHP sektor ini naik 1,68 persen (q-to-q) dan 7,15 persen (y-on-y). Subsektor Pertanian Tanaman dan Peternakan menjadi penyumbang utama dengan kenaikan 2,11 persen (q-to-q) dan 9,07 persen (y-on-y).
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
IHP sektor ini naik 0,60 persen (q-to-q), namun turun 2,02 persen (y-on-y). Subsektor Pertambangan Bijih Logam mencatat kenaikan tertinggi sebesar 2,19 persen (q-to-q).
3. Sektor Industri Pengolahan
IHP sektor ini naik 0,46 persen (q-to-q) dan 2,04 persen (y-on-y). Subsektor Industri Makanan menjadi penyumbang utama dengan kenaikan 2,19 persen (q-to-q) dan 5,58 persen (y-on-y).
4. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas
IHP sektor ini turun 0,26 persen (q-to-q) dan 0,16 persen (y-on-y). Subsektor Ketenagalistrikan mengalami deflasi sebesar 0,33 persen (q-to-q).
5. Sektor Pengangkutan
IHP sektor ini turun 0,11 persen (q-to-q) dan 0,62 persen (y-on-y). Subsektor Angkutan Udara mencatat penurunan tertinggi sebesar 0,41 persen (q-to-q) dan 5,28 persen (y-on-y).
6. Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
IHP sektor ini naik 0,56 persen (q-to-q) dan 3,04 persen (y-on-y). Subsektor Penyediaan Makan Minum menyumbang kenaikan tertinggi sebesar 0,63 persen (q-to-q) dan 3,11 persen (y-on-y).
7. Sektor Jasa Pendidikan
IHP sektor ini naik 1,27 persen (q-to-q) dan 6,91 persen (y-on-y), mencatat kenaikan tertinggi kedua secara tahunan.
8. Sektor Jasa Kesehatan
IHP sektor ini naik 0,70 persen (q-to-q) dan 2,39 persen (y-on-y), menunjukkan tren positif dalam layanan kesehatan.
Kenaikan IHP triwulan IV-2024 mencerminkan tekanan inflasi pada sektor-sektor utama seperti pertanian dan jasa pendidikan. Sementara itu, deflasi di sektor pertambangan dan pengangkutan menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi di sektor tersebut. BPS memproyeksikan bahwa kenaikan harga produsen akan terus dipantau untuk mengantisipasi dampaknya terhadap inflasi konsumen di triwulan berikutnya.
BPS melaporkan, Indonesia telah mengalami deflasi pada awal tahun 2025, atau di bulan Januari. Adapun besaran deflasi mencapai 0,76 persen secara bulanan atau tahun kalender.
Namun, secara tahunan atau year on year, inflasi tetap tercatat, yaitu di level 0,76 persen. Akan tetapi telah terjadi tren penurunan harga yang memang menjadi perhatian, mengingat deflasi terakhir terjadi pada September tahun lalu.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa deflasi bulan ini terutama dipicu oleh penurunan harga dalam kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga yang mengalami deflasi hingga 9,16 persen.
Kelompok ini memiliki andil besar terhadap deflasi dengan kontribusi negatif sebesar 1,44 persen. Penurunan tarif listrik menjadi faktor dominan dalam tren ini, memberikan andil hingga 1,47 persen.
Selain itu, beberapa komoditas lain seperti harga tomat, ketimun, tarif kereta api, dan angkutan udara juga memberikan kontribusi terhadap deflasi, meskipun dalam skala yang lebih kecil.
Di sisi lain, kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau tetap menjadi pendorong inflasi.
Kelompok ini mencatat inflasi bulanan sebesar 1,94 persen dengan kontribusi terhadap inflasi sebesar 0,56 persen. Hal ini mencerminkan bahwa harga bahan pangan masih mengalami kenaikan, meskipun tekanan deflasi muncul dari sektor energi dan transportasi.
Dari sisi komponen inflasi, terdapat dinamika yang cukup menarik.
Komponen inti, yang mencerminkan harga barang dan jasa yang cenderung stabil dan tidak dipengaruhi oleh faktor musiman, mengalami inflasi sebesar 0,30 persen dengan kontribusi sebesar 0,20 persen.
Sebaliknya, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat deflasi signifikan sebesar 7,38 persen dengan andil sebesar 1,44 persen, menunjukkan adanya intervensi kebijakan yang menurunkan harga di sektor-sektor tertentu.
Sementara itu, komponen harga bergejolak, yang sering dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti cuaca dan kondisi pasar global, mengalami inflasi sebesar 2,95 persen dengan andil sebesar 0,48 persen.
Jika melihat perbedaan antar daerah, dari 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 34 provinsi mengalami deflasi, sementara hanya 4 provinsi yang mencatat inflasi. Kepulauan Riau menjadi daerah dengan tingkat inflasi tertinggi, yakni 0,43 persen, sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Papua Barat dengan penurunan harga mencapai 2,29 persen.
Fenomena deflasi ini mencerminkan dinamika ekonomi yang kompleks. Penurunan harga listrik dan energi rumah tangga memberikan dampak positif bagi daya beli masyarakat, namun di sisi lain, tekanan inflasi di sektor pangan menunjukkan adanya tantangan dalam stabilisasi harga bahan kebutuhan pokok.
Dengan tren ini, kebijakan moneter dan fiskal pemerintah akan berperan penting dalam menjaga keseimbangan inflasi agar tidak berlanjut menjadi deflasi berkepanjangan yang dapat berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. (*)