KABARBURSA.COM – Presiden Donald Trump mengguncang perdagangan global dengan kebijakan tarif impornya. Sabtu lalu, Gedung Putih mengumumkan tarif 25 persen untuk barang dari Meksiko dan Kanada, dengan tambahan 10 persen untuk produk energi Kanada. Tak cukup sampai di situ, impor dari China juga kena tarif ekstra 10 persen. Semua ini mulai berlaku Selasa, 4 Februari 2025, besok.
Dilansir dari Wall Street Journal di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025, Kanada langsung merespons dengan tarif balasan, sementara Meksiko juga bersiap melakukan hal serupa. Perang dagang jilid baru ini diprediksi bakal bikin harga barang melonjak, rantai pasok global berantakan, dan ketegangan ekonomi semakin memanas.
Secara teknis, yang bayar tarif impor adalah perusahaan yang mengimpor barang, yang sebagian besar adalah bisnis dan individu Amerika sendiri. Tapi, beban akhirnya tidak sesederhana itu. Importir Amerika bisa saja meneruskan kenaikan biaya ini ke konsumen dengan menaikkan harga barang. Sebaliknya, eksportir dari negara asal bisa terpaksa menurunkan harga jual agar tetap bersaing dan tidak kehilangan pelanggan di pasar AS.
Kalau tarif ini bikin perusahaan AS mencari pemasok baru dari negara lain, mereka memang bisa menghindari tarif. Tapi, pekerja di Kanada, Meksiko, dan China bisa kehilangan pekerjaan akibat berkurangnya pesanan. Di sisi lain, konsumen AS mungkin harus membayar lebih mahal untuk barang-barang dari pemasok alternatif yang biaya produksinya lebih tinggi. Kalau produksi dipindahkan ke AS, harga tetap naik, meski ada keuntungan berupa peningkatan gaji dan keuntungan bagi pekerja serta bisnis dalam negeri.
Bersiaplah, harga berbagai produk kemungkinan bakal naik, mulai dari mobil, bensin, ponsel, hingga sayur-mayur segar. Amerika Serikat mengimpor kayu senilai miliaran dolar dari Kanada, jadi biaya konstruksi rumah bisa ikut naik. Bahkan, pasokan kentang goreng beku di AS banyak bergantung pada Kanada.
Barang elektronik dan mainan dari China juga diprediksi akan semakin mahal. Sementara itu, produk makanan dari Meksiko seperti tequila, alpukat, dan tomat bisa mengalami kenaikan harga, yang berarti banyak rumah tangga di AS bakal merasakan dampaknya langsung di meja makan.
Pada periode pertama kepemimpinan Trump, perusahaan-perusahaan AS masih bisa mengajukan pengecualian tarif. Bahkan, raksasa teknologi seperti Apple berhasil mendapat pengecualian untuk beberapa produknya yang dibuat di China.
Tapi kali ini, belum ada kepastian soal proses pengajuan pengecualian. Seorang pejabat senior administrasi Trump mengatakan bahwa tidak akan ada pengecualian tarif. Gedung Putih berencana mempertahankan tarif ini sampai negara-negara mitra dagang AS menunjukkan langkah nyata dalam mengurangi penyelundupan fentanyl ke Amerika.
Tarif yang diterapkan AS terhadap China pada 2018-2019 hanya mencakup sekitar dua pertiga dari semua impor China ke AS, atau sekitar USD370 miliar (Rp5.920 triliun) per tahun. Kali ini, semua ekspor China ke AS terkena tarif dengan total nilai sekitar USD401,4 miliar (Rp6.422 triliun) pada 2024.
Meksiko dan Kanada juga kena imbas lebih besar. Hampir semua produk mereka terkena tarif 25 persen. Tahun lalu, AS mengimpor barang senilai USD466,6 miliar (Rp7.465 triliun) dari Meksiko dan USD377,2 miliar (Rp6.035 triliun) dari Kanada.
Pada masa jabatan pertamanya, Trump sempat menerapkan tarif pada baja dan aluminium dari Kanada dan Meksiko selama sekitar satu tahun. Namun, ancaman tarif besar untuk semua impor dari Meksiko saat itu berhasil dihindari setelah AS, Meksiko, dan Kanada menyepakati perjanjian dagang baru (USMCA).
Kali ini, Trump juga menargetkan celah aturan “de minimis” yang selama ini memungkinkan barang impor di bawah USD800 (Rp12,8 juta) masuk AS tanpa bea masuk. Pemanfaatan aturan ini meningkat drastis karena ledakan e-commerce China. Kini, AS akan menangguhkan celah ini untuk Kanada karena kekhawatiran paket dari sana tidak diperiksa dengan baik.
Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, sudah menyiapkan serangan balik. Ottawa bakal mengenakan tarif 25 persen pada lebih dari USD105 miliar (Rp1.680 triliun) barang AS atau sekitar sepertiga dari total ekspor AS ke Kanada pada 2024. Gelombang pertama tarif, senilai USD20 miliar (Rp320 triliun), akan mulai berlaku Selasa hari ini, menargetkan produk seperti alkohol, kopi, pakaian, dan sepatu. Sisa tarif lainnya akan diterapkan dalam tiga minggu ke depan.
Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, juga menegaskan negaranya akan merespons dengan tarif dan langkah-langkah non-tarif. Sementara itu, Kementerian Perdagangan China mengatakan bakal mengambil tindakan balasan, meski belum merinci langkahnya. Dampaknya bisa merugikan ratusan miliar dolar nilai ekspor AS ke ketiga negara ini. Tahun lalu, AS mengekspor barang senilai USD309,4 miliar (Rp4.950 triliun) ke Meksiko dan USD131 miliar (Rp2.096 triliun) ke China.(*)