Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bursa Asia Merah, Trump Bikin Dag-dig-dug Lagi dengan Tarif Impor

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 03 February 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Bursa Asia Merah, Trump Bikin Dag-dig-dug Lagi dengan Tarif Impor

KABARBURSA.COM – Bursa saham Asia hari ini kompak masuk mode hati-hati gara-gara efek tarif dari Presiden Donald Trump. Rencana pengenaan tarif impor buat mitra dagang utama AS bikin pelaku pasar waswas. Efeknya pun langsung terasa di bursa saham regional.

Dilansir dari AP di Jakarta, Senin, Indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 2,4 persen ke 38.612,96, sementara indeks S&P/ASX 200 Australia turun 1,8 persen ke 8.376,30. Korea Selatan lebih parah, Kospi jatuh 2,9 persen ke 2.443,57. Hong Kong juga ikut lesu dengan Hang Seng turun 1,4 persen ke 19.942,54, dan indeks Shanghai Composite merosot tipis ke 3.250,60.

Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah sebesar 58 poin atau turun 0,82 persen ke level 7,051 pada perdagangan Senin, 3 Februari 2025. Pada pembukaan sesi satu pagi ini, sebanyak 133 saham terpantau menguat, 149 saham berada di zona merah, dan 255 saham mengalami stagnan.

Merujuk data perdagangan Stockbit, saham SHID (23,84 persen) berada di posisi teratas top gainer, diikuti GPSO (13,30 persen), DAYA (13,19 persen), SSMS (12,81 persen), dan KLIN (9,64 persen). Adapun saham-saham yang berada di lima besar top loser yakni OBAT (-24,81 persen), MASB (-15,93 persen), UFOE (-10,16 persen), ISAP (-8,33 persen), dan LOPI (-8,16 persen).

IHSG masih diproyeksikan menguat pada perdagangan awal pekan ini. Analis MNC Sekuritas memproyeksikan IHSG menguat tipis, yakni sebesar 0,50 persen ke level 7.109 disertai munculnya volume pembelian.

“Pergerakan IHSG pun sudah menutup area gap yang berada di 7,150-7,166 meskipun ditutup di bawah MA20. Kami perkirakan, posisi IHSG masih rawan terkoreksi untuk menguji 7,010-7,035 dahulu, namun selama masih mampu berada di atas supportnya, maka IHSG berpeluang menguat ke 7,166-7,190,” kata tim analis MNC Sekuritas dalam keterangannya, Senin, 3 Februari 2025.

Para analis memperingatkan pasar Asia sedang bersiap menghadapi volatilitas yang bakal meledak kalau perang dagang ini benar-benar pecah. Menurut Yeap Jun Rong, analis pasar di IG, pembatasan perdagangan ini bisa bikin aliran perdagangan global menyusut, rantai pasokan kacau, biaya produksi naik, dan pada akhirnya, inflasi makin liar.

Wall Street Ikut Kena Getahnya

Di sisi lain, pasar saham AS juga menutup pekan lalu dalam mode suram. Indeks S&P 500 turun 0,5 persen, Nasdaq terkoreksi 0,3 persen, sementara Dow Jones Industrial Average ambles 0,8 persen. Ini jadi kerugian mingguan pertama setelah tiga pekan naik berturut-turut.

Yang menarik, kejatuhan ini sebagian besar dipicu oleh laporan dari perusahaan rintisan asal China, DeepSeek, yang katanya berhasil bikin model bahasa besar (large language model) murah tapi bisa bersaing di level global. Kabar ini langsung bikin panik investor dan mulai bertanya-tanya, apakah semua miliaran dolar yang sudah dialirkan ke AI chip masih masuk akal? Akibatnya, saham-saham teknologi yang selama ini jadi bintang malah ikut terjun bebas.

Mulai Selasa besok, Trump bakal resmi mengenakan tarif impor 25 persen untuk sebagian besar produk dari Kanada dan Meksiko, serta tarif 10 persen untuk barang-barang asal China. Masalahnya, pemerintah AS belum kasih kejelasan, syarat apa yang harus dipenuhi biar tarif ini bisa dicabut. Yang jelas, kebijakan ini dikaitkan dengan usaha menekan imigrasi ilegal dan penyelundupan fentanyl ke AS.

Kanada dan Meksiko tentu nggak tinggal diam. Keduanya langsung mengumumkan tarif balasan buat barang-barang asal AS. Kanada akan mulai mengenakan bea masuk pada Selasa, meski belum merinci produk mana yang bakal kena.

Obligasi dan Minyak Ikut Bergejolak

[caption id="attachment_104320" align="alignnone" width="700"] Kapal Temporary Storage Tanker (TST) Fastron dan tanker Maersk Cayman milik PT Prima Energi Bawean saat proses lifting perdana minyak mentah dari Lapangan Camar, Wilayah Kerja Bawean, Rabu, 4 Desember 2024. Foto: Dok. PT PEB[/caption]

Ketakutan soal tarif ini juga merembet ke pasar obligasi. Yield obligasi AS tenor 10 tahun naik jadi 4,54 persen dari sebelumnya 4,52 persen. Ini sejalan dengan tren kenaikan imbal hasil sejak September lalu, seiring dengan ekonomi AS yang ternyata lebih kuat dari perkiraan banyak ekonom.

Di sektor energi, harga minyak mentah AS naik USD1,10 (Rp17.600) ke USD73,63 (Rp1,18 juta) per barel, sementara Brent, yang jadi acuan global, menguat 40 sen (Rp6.400) ke USD76,07 (Rp1,22 juta) per barel.

Di pasar valuta asing, dolar AS menguat terhadap yen Jepang, naik ke 155,55 yen dari 155,18 yen sehari sebelumnya. Sementara itu, euro melemah terhadap dolar AS, turun ke USD1,0226 (Rp16.362) dari USD1,0363 (Rp16.580).

Dengan kondisi yang makin nggak menentu ini, pasar sekarang cuma bisa berharap bahwa drama tarif impor ala Trump nggak berlanjut jadi sekuel perang dagang jilid II.(*)