Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Trump Galau Mau Kenakan Tarif Impor Minyak Kanada-Meksiko atau Tidak

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 31 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Trump Galau Mau Kenakan Tarif Impor Minyak Kanada-Meksiko atau Tidak

KABARBURSA.COM - Presiden Donald Trump memastikan tarif impor 25 persen untuk Kanada dan Meksiko akan mulai berlaku pada Sabtu ini. Namun, masih ada satu hal yang membuatnya ragu, yakni apakah minyak dari kedua negara tersebut juga akan dikenai tarif atau tidak.

“Soal minyak, bisa iya, bisa tidak. Kami akan membuat keputusan malam ini,” kata Trump kepada wartawan di Oval Office, kemarin, dikutip dari AP di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.

Trump menyatakan keputusannya bergantung pada apakah harga minyak yang ditetapkan oleh Kanada dan Meksiko dianggap adil olehnya. Padahal, dasar utama dari kebijakan tarif ini lebih berkaitan dengan upaya menekan imigrasi ilegal dan penyelundupan bahan kimia untuk fentanyl, bukan soal harga minyak itu sendiri.

Jika Trump benar-benar menerapkan tarif impor minyak, kebijakan ini justru bisa berlawanan dengan janji kampanyenya untuk menurunkan inflasi dengan memangkas biaya energi. Tarif impor berpotensi meningkatkan harga bahan bakar di dalam negeri—isu yang selama ini menjadi senjata utama Trump dalam menyerang lawannya.

“Satu tahun setelah 20 Januari, harga energi akan turun setengahnya di seluruh negeri,” kata Trump dalam sebuah pertemuan di Pennsylvania tahun lalu.

Keputusan Trump untuk mengenakan tarif bagi dua negara tersebut diumumkan pertama kali di hari perdananya di Gedung Putih. Trump mengumumkan rencana menerapkan tarif impor sebesar 25 persen untuk Kanada dan Meksiko mulai 1 Februari. Meski begitu, ia bungkam soal rencana tarif untuk produk dari China.

“Kami akan mengadakan pertemuan dan panggilan telepon dengan Presiden Xi,” ujar Trump.

Dalam sesi penandatanganan perintah eksekutif di Oval Office, Trump menyebut tarif impor sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi domestik. Meski dalam kampanyenya ia mengancam tarif hingga 60 persen untuk China, nada Trump tampak melunak setelah berdiskusi dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu.

Menurut survei AP VoteCast, sekitar 80 persen pemilih menganggap harga bahan bakar sebagai isu utama. Dari jumlah tersebut, hampir enam dari sepuluh pemilih yang mengkhawatirkan harga bahan bakar memilih Trump.

Berdasarkan data Energy Information Administration, Amerika Serikat pada Oktober 2024 lalu mengimpor hampir 4,6 juta barel minyak per hari dari Kanada dan 563 ribu barel dari Meksiko. Sementara itu, produksi domestik AS pada periode yang sama mencapai rata-rata 13,5 juta barel per hari.

Pejabat eksekutif di Canadian Chamber of Commerce, Matthew Holmes, memperingatkan tarif impor ini justru dapat merugikan Amerika Serikat sendiri karena akan meningkatkan biaya hidup masyarakat. “Ini adalah kebijakan yang sama-sama merugikan,” katanya. “Kami akan terus berkoordinasi dengan mitra kami untuk menunjukkan kepada Presiden Trump dan rakyat Amerika bahwa kebijakan ini tidak akan membuat hidup lebih terjangkau, justru sebaliknya.”

Namun, Trump tampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan dampak tarif terhadap ekonomi AS. “Kita tidak memerlukan produk mereka,” ujarnya. “Kita memiliki semua minyak yang kita butuhkan, semua kayu yang kita perlukan.”

Selain itu, Trump juga berencana mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen untuk produk China, termasuk bahan kimia yang digunakan dalam produksi fentanyl.

Saat ini, harga minyak dunia berada di kisaran USD73 per barel. Bandingkan dengan puncaknya pada Juni 2022 di era Presiden Joe Biden, yang sempat menembus lebih dari USD120 per barel—periode yang bertepatan dengan lonjakan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir dan memperburuk tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Demokrat. Harga bahan bakar di Amerika Serikat saat ini rata-rata mencapai USD3,12 per galon, hampir sama dengan harga setahun lalu.

Namun, pada Kamis malam, Trump kembali mengeluarkan ancaman tarif baru. Kali ini, sasarannya adalah negara-negara yang mencoba mencari alternatif selain dolar AS sebagai mata uang utama perdagangan global.

Ancaman ini bukan yang pertama kali. Pada November lalu, Trump sudah mengeluarkan peringatan serupa terhadap kelompok BRICS, yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menyatakan sanksi terhadap negaranya—serta beberapa negara lain—membuat mereka harus mencari pengganti dolar dalam perdagangan internasional.

Trump pun langsung merespons keras. “Kami akan meminta komitmen dari negara-negara yang tampaknya tidak bersahabat ini agar mereka tidak menciptakan mata uang BRICS baru, maupun mendukung mata uang lain untuk menggantikan dolar AS yang perkasa. Jika tidak, mereka harus siap menghadapi tarif 100 persen dan mengucapkan selamat tinggal pada akses ke ekonomi Amerika yang luar biasa,” tulis Trump di media sosial.(*)