Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Skandal Sertifikat Laut, Nusron Pecat Enam Pegawai ATR/BPN

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 30 January 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Skandal Sertifikat Laut, Nusron Pecat Enam Pegawai ATR/BPN

KABARBURSA.COM - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengklaim pihaknya telah melakukan investigasi internal soal polemik penerbitan hak atas tanah yang dipagari di perairan Tangerang, Banten. Ia juga mengungkapkan enam pegawai telah dijatuhi sanksi berat berupa pemecatan.

“Kemudian kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada mereka yang terlibat kepada enam pegawai,” ujar Nusron dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.

Selain itu, Nusron menyebut dua pegawai lainnya juga dijatuhi sanksi berat akibat keterlibatan mereka dalam penerbitan hak atas tanah di perairan Tangerang. Namun, ia enggan mengungkapkan identitas lengkap mereka dan hanya menyebutkan inisial. Di antaranya adalah JS, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, serta SH, eks Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran.

Ia juga menyebut beberapa nama lain yang terlibat, seperti ET, eks Kepala Seksi Survei dan Pemetaan; WS dan YS, yang masing-masing menjabat sebagai Ketua Panitia A; NS, anggota Panitia A; serta LM, eks Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET. Selain itu, KA yang pernah menjabat sebagai Plt. Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran juga termasuk dalam daftar pegawai yang dikenai sanksi.

Politisi Partai Golkar ini menegaskan delapan pegawai tersebut telah diberikan sanksi oleh inspektorat ATR/BPN. Saat ini, proses penerbitan Surat Keputusan (SK) sanksi serta pencopotan mereka dari jabatan masing-masing sedang berlangsung.

“Ini delapan orang ini yang sudah diperiksa oleh inspektorat dan sudah diberikan sanksi oleh inspektorat. Tinggal proses peng-SK-an sanksinya dan penarikan mereka dari jabatannya tersebut,” katanya.

Cabut 50 SHGB

[caption id="attachment_114962" align="alignnone" width="1608"] Sejumlah Armada milik TNI AL di kerahkan dalam Pembongkaran Pagar Laut PIK 2, pada Rabu, 22 Januari 2025. Dua Ampibi yang di tumpangi Menteri KKP dan Komisi IV DPR RI. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji.[/caption]

Langkah tegas berupa pemecatan delapan pegawai ATR/BPN menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam membersihkan praktik penyalahgunaan wewenang di kasus pertanahan perairan Tangerang. Namun, sanksi administrasi saja tidak cukup, sebab pencabutan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di kawasan tersebut juga terus dilakukan guna memastikan legalitas lahan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Nusron mengungkapkan pencabutan atau pembatalan SHGB di area pagar laut Tangerang masih terus berlanjut. Hingga saat ini, pihaknya telah membatalkan 50 SHGB di kawasan tersebut dan jumlahnya berpotensi bertambah.

“Sementara ini yang kita batalkan 50 bidang dari 263 dan 17 yang kita batalkan 50, sisanya sedang berjalan, on progress,” ujar Nusron dalam rapat Komisi II DPR RI di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.

Ia menjelaskan kementeriannya masih terus melakukan verifikasi terhadap status tanah di lokasi tersebut, khususnya dalam menentukan batasan antara tanah yang berada di dalam dan di luar garis pantai. Politisi Partai Golkar ini mengatakan jumlah bidang tanah yang dibatalkan masih berpotensi bertambah, mengingat proses verifikasi baru berjalan selama empat hari sejak diumumkan awal pekan ini.

Nusron mengatakan pihaknya menemukan hak atas tanah di area pagar laut Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. “Sepanjang peta itu, pagar laut itu, yang jalannya 30 kilometer kalau di Desa Kohodnya saja itu jaraknya antara sekitar 3,5 – 4 km. Itu terdapat 263 bidang hak guna bangunan dan 17 bidang hak milik,” jelasnya.

Menurut Nusron, data tersebut sedang dianalisis dan dicocokkan dengan peta garis pantai. Tanah yang berada di luar garis pantai seharusnya tidak dapat diberikan sertifikat hak guna bangunan karena termasuk dalam kategori common property, sementara yang masuk dalam garis pantai bisa dikategorikan sebagai private property, sehingga memerlukan verifikasi lebih lanjut.

Nusron menjelaskan langkah selanjutnya dalam proses ini mencakup tiga tahapan utama. Pertama, pembatalan hak atas tanah bagi bidang yang memiliki pembuktian yuridis yang tidak sah. Kedua, pencabutan hak atas tanah yang proses administratif atau prosedurnya tidak sesuai aturan. Ketiga, pembatalan hak atas tanah yang mungkin secara yuridis dan prosedural sah, tetapi secara fakta material saat ini sudah tidak ada.

“Bisa jadi prosedurnya betul, tapi fakta meterialnya saat ini sudah tidak ada. Itu kita batalkan,” kata Nusron.(*)