KABARBUSA.COM - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk impor 150 ribu ekor sapi dari Brazil.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono memastikan bahwa komitmen impor ini sudah mendapat kepastian dari berbagai pihak, tinggal menunggu implementasi peraturan pemerintah yang telah diteken oleh Presiden.
“Dari 150 ribu itu, semuanya sudah punya MoU dan juga sudah punya letter of intent. Ada yang mendatangkan 100 ribu, ada yang mendatangkan 50 ribu, itu sudah komitmen. Kita lagi nunggu peraturan, peraturan pemerintah sudah ditekan, jadi kita mendatangkan sapi dari Brazil,” ujar Sudaryono dalam acara bertajuk 3 Bulan Pertama Prabowo-Gibran Memimpin Indonesia, dikutip, Jakarta, Rabu 29 Januari 2025.
Adapun Brazil dipilih sebagai negara asal impor sapi karena beberapa pertimbangan, termasuk status bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) serta populasi sapi yang besar. Sudaryono menegaskan bahwa Brazil telah lama terbebas dari PMK dan saat ini sedang dalam tahap finalisasi sertifikasi bebas PMK.
“Brazil ini sudah sekian puluh tahun bebas PMK, Insya Allah tahun ini dia akan mendapatkan sertifikasi bebas, sehingga kita tidak ada isu lagi urusan PMK. Yang kedua, populasi sapi Brasil ini besar sekali, sehingga kalau kita minta 2 juta saja, easy lah. Beda dengan beberapa negara lain,” jelasnya.
Selain itu, faktor geografis juga menjadi pertimbangan utama. Sapi dari Brasil dinilai lebih cocok dengan kondisi iklim di Indonesia dibandingkan sapi dari negara subtropis, sehingga memudahkan proses adaptasi.
“Brazil ini kan kayak kita ya, negara tropis, jadi sapinya sapi tropis, relatif ya mungkin penyesuaiannya nggak terlalu sulit lah dibandingkan dengan kita mendatangkan dari sapi-sapi Eropa atau dari negara subtropis,” ujarnya.
Dengan peraturan pemerintah yang sudah diteken dan diundangkan, kini pemerintah menunggu proses implementasi agar impor sapi ini segera terealisasi. Sudaryono menekankan pentingnya percepatan eksekusi kebijakan ini untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri.
“PP-nya, peraturan pemerintah sudah ditekan oleh Presiden, sudah diundangkan, nah ini sekarang kita di fase implementasi. Ya ikan sepat ikan gabus lah ya, makin cepat makin bagus,” pungkasnya.
Sebelumnya Pemerintah Indonesia berencana mengimpor 180 ribu ton daging sapi pada 2025 untuk memenuhi kebutuhan nasional, yang merupakan hasil rapat terbatas (ratas) 2024 untuk pengadaan tahun 2025.
“Keputusan sudah diambil untuk mengimpor 180 ribu ton. Daging yang diimpor bisa dalam bentuk beku atau bakalan,” kata Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Graha Mandiri, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 22 Januari 2025.
Berdasarkan bentuknya, Arief mengungkapkan bahwa daging tersebut dapat berupa beku maupun sapi bakalan. Daging beku adalah daging yang diproses dengan pendinginan di mesin es sedangkan bakalan adalah sapi yang dipelihara untuk produksi daging namun bukan bibit melainkan memiliki sifat unggul yang dipelihara selama periode tertentu.
“Itu bisa berupa bakalan, dan nanti akan dihitung berapa yang akan menjadi karkas, berapa yang menjadi daging. Semua itu sudah diperhitungkan,” terangnya.
Arief juga menyebutkan bahwa sumber daging sapi impor tersebut umumnya berasal dari dua negara, yakni Australia dan Selandia Baru. Namun, keputusan akhir terkait impor tersebut masih akan dibahas lebih lanjut dengan kementerian dan lembaga terkait.
“Impor 180 ribu ton sudah diputuskan dalam rapat terbatas tahun lalu. Namun, untuk langkah berikutnya, kami masih menunggu risalah rapat (berikutnya),” tambah Arief.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa pemerintah akan mendatangkan sapi hidup dalam lima tahun ke depan guna mengurangi ketergantungan impor dan mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Untuk diketahui, Pemerintah telah mencanangkan rencana untuk mendatangkan total 2 juta ekor sapi hidup dalam lima tahun ke depan, dengan rincian 1,2 juta ekor sapi perah dan 800 ribu ekor sapi pedaging. Kebijakan ini disebut sebagai langkah untuk memastikan kebutuhan protein masyarakat tercukupi tanpa bergantung pada produk luar negeri.
“Beras kita sudah beres, ikan ada, ayam sudah swasembada, telur juga. Tapi yang belum swasembada adalah daging sapi dan susu,” ujar Sudaryono dalam acara bertajuk 3 Bulan Pertama Prabowo-Gibran Memimpin Indonesia di Jakarta, dikutip Rabu 29 Januari 2025.
Ia mengakui bahwa hingga kini Indonesia masih mengimpor 80 persen kebutuhan susu. Pemerintah, kata dia, ingin meminimalkan penggunaan bahan pangan impor dalam program MBG. “Presiden mengatakan, makan bergizi yang impor sebisa mungkin tidak dipakai. Kita substitusi dengan sumber protein yang kita swasembada,” tambahnya.
Untuk itu, pemerintah berencana membuka investasi besar bagi sektor peternakan dalam negeri. Sudaryono menegaskan bahwa kedatangan sapi hidup ini bukan bagian dari impor menggunakan APBN, melainkan investasi dari sektor swasta, koperasi, dan perorangan. Saat ini, lebih dari 160 perusahaan telah menyatakan komitmennya untuk berinvestasi di sektor ini.
Kendati demikian, tantangan masih membayangi kebijakan ini. Sudaryono mengakui bahwa pertumbuhan jumlah penduduk lebih cepat dibanding peningkatan jumlah ternak. Jika tidak dikelola dengan baik, lonjakan konsumsi daging dan susu akibat MBG justru bisa memperburuk ketergantungan impor yang coba ditekan.
“Mendatangkan sapi ini bisa menjadi pemicu ekonomi, karena ada konsumsi dalam jumlah besar. Tapi kita juga harus memastikan produksi dalam negeri cukup dan tidak malah membuka celah impor baru,” jelasnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.