Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Mendag Temui Pemerintah Malaysia, Bahas Peningkatan Hubungan Dagang

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 28 January 2025 | Penulis: Harun Rasyid | Editor: Redaksi
Mendag Temui Pemerintah Malaysia, Bahas Peningkatan Hubungan Dagang

KABARBURSA.COM - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan, Komite Gabungan Bidang Perdagangan dan Investasi antara Indonesia dengan Malaysia berperan vital terhadap ekonomi kedua negara.

Komite dengan nama lain Joint Trade and Investment Committee (JTIC) ini dinilai mampu menjadi salah satu instrumen dalam eksplorasi beragam peluang dagang serta investasi antara kedua negara.

Budi mengungkapkan bahwa Indonesia siap menjadi tuan rumah pertemuan JTIC ke-4 pada 2025. Komitmen ini disampaikan Mendag dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Datuk Seri Utama Zafrul Bin Tengku Abdul Aziz di Putrajaya, Malaysia, Minggu, 26 Januari 2025.

“Indonesia dan Malaysia memandang penting peran JTIC Indonesia-Malaysia sebagai forum bilateral antara kedua negara untuk membahas isu perdagangan dan investasi,” ujar Mendag Budi dalam keterangannya, Selasa, 28 Januari 2025.

Selama pertemuan, kedua negara membahas upaya peningkatan hubungan perdagangan serta mempererat kerja sama mengatasi hambatan perdagangan komoditas ekspor.

Sementara itu, Menteri Zafrul mengundang Mendag Budi pada pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM Retreat) pada Februari mendatang di Johor, Malaysia. Mendag Budi menyatakan, Indonesia akan mendukung Priority Economic Deliverables (PED) Malaysia pada keketuaannya di ASEAN tahun 2025.

Capaian Perdagangan Indonesia-Malaysia

Selama periode Januari hingga November 2024, total perdagangan kedua negara mencapai USD21,1 miliar. Secara rinci, nilai ekspor Indonesia ke Malaysia sebesar USD10,9 miliar sedangkan impor Indonesia dari Malaysia USD 10,1 miliar. Dari angka tersebut, surplus perdagangan Indonesia terhadap Malaysia sebesar USD800 ribu.

Kemudian pada 2023, Malaysia merupakan negara tujuan ekspor ke enam dan sumber impor kelimabagi Indonesia. Adapun total perdagangan kedua negara mencapai USD23,2 miliar. Nilai ekspor Indonesia ke Malaysia sebesar USD12,5 miliar, sementara impor Indonesia dari Malaysia menghasilkan nilai USD10,8 miliar.

Indonesia juga mencatatkan surplus terhadap Malaysia sebesar USD1,7 miliar. Pertumbuhan nilai perdagangan kedua negara dalam lima tahun terakhir, atau pada 2019 sampai 2023 mencapai 13,8 persen.

Pada 2023, komoditas ekspor non-migas utama Indonesia ke Malaysia antara lain: bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati maupun hewani, kendaraan, besi dan baja, serta tembaga.

Sedangkan untuk komoditas impor utama Indonesia dari Malaysia di sektor non-migas yaitu reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanis seperti plastik, mesin dan perlengkapan elektronik, sampai bahan kimia organik, serta besi dan baja.

Konsep KEK Indonesia Diikuti Malaysia

Beberapa waktu lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa salah satu tantangan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah ketika Malaysia dan Singapura mencontoh konsep KEK di Indonesia.

“Singapura dan Malaysia melihat keberhasilan kita mengembangkan critical minerals di beberapa KEK seperti di Malaysia. Mereka ingin meniru itu, tetapi dengan fokus yang berbeda, yaitu pada inovasi digital,” kata Airlangga di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025.

Diketahui, Malaysia dan Singapura membangun Johor-Singapura Special Economic Zone (JS-SEZ) yang mirip dengan konsp KEK yang ada di Indonesia. Terkait dengan inovasi digital yang digunakan seperti artificial intelligence (AI), cloud computing, dan berbagai teknologi lainnya.

Menurut Airlangga, Indonesia memiliki KEK dengan potensi serupa seperti yang ada di Batam. Namun jika negara lain mengikuti jejak Indonesia, pemerintah tidak memiliki kuasa untuk melarangnya.

“Kalau negara lain meniru, ya kita tidak bisa melarang. Jadi, kita harus bersaing saja,” ucapnya.

Menanggapi potensi ancaman dari langkah tersebut, Airlangga menyatakan bahwa tantangan ini bukanlah hal baru.

“Ancaman itu ada di mana-mana. Tapi kuncinya adalah kita harus bersaing,” tambah dia.

Lebih lanjut, Airlangga menyebut bahwa pemerintah sedang fokus untuk mengembangkan KEK agar lebih masif. Menurutnya, saat ini sejumlah KEK telah menunjukkan tingkat efisiensi tinggi dengan ICOR di bawah 4.

“Target kita adalah mencapai ICOR ke 4 dalam 3–4 tahun ke depan. Tahun ini kan belum banyak yang dilakukan, baru juga mulai dua minggu,” jelas Airlangga.

Menurutnya, kawasan seperti Weda Bay dengan ICOR di level 2 menjadi model efisiensi investasi yang akan dijadikan tolok ukur pemerintah.

“Kalau kita memiliki daerah-daerah yang seefisien itu, kita bisa menjadi world-class benchmark. Nantinya, ICOR kita akan menjadi rata-rata antara kawasan ekonomi khusus dan daerah perekonomian lainnya,” kata Airlangga.

Ia mengakui bahwa di luar KEK, investasi tidak langsung memberikan dampak signifikan. “Misalnya, investasi waduk harus disertai salurannya, dan saluran itu harus sampai ke sawah. Ini semua membutuhkan waktu,” jelas Airlangga.

Selain kawasan berbasis industri seperti Weda Bay, Airlangga mengungkapkan bahwa KEK berbasis pariwisata juga menjadi prioritas untuk mencapai target ICOR.

“SEZ yang berbasis pariwisata harusnya bisa menjadi quick win. Tetapi, tantangan utamanya adalah kapasitas angkutan udara,” katanya.

Airlangga juga bilang, jumlah pesawat yang tersedia saat ini masih belum kembali ke level sebelum pandemi COVID-19, yang menjadi kendala dalam mengoptimalkan sektor pariwisata sebagai salah satu penggerak ekonomi utama.

Meski KEK menjadi solusi jangka pendek, pemerintah tetap harus menghadapi sejumlah tantangan infrastruktur dan logistik yang kompleks.

“Banyak faktor yang membuat ICOR kita tinggi, mulai dari infrastruktur yang kurang memadai, birokrasi yang rumit, hingga tingginya biaya logistik,” kata Airlangga. (*)