Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

LPS: 99,94 Persen Rekening Nasabah Dijamin Hingga Akhir 2024

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 January 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Redaksi
LPS: 99,94 Persen Rekening Nasabah Dijamin Hingga Akhir 2024

KABARBURSA.COM – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat kinerja positif dalam menjaga kepercayaan nasabah terhadap sistem perbankan nasional. Hingga akhir Desember 2024, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS mencapai 99,94 persen dari total rekening, atau setara dengan 608.850.379 rekening di Bank Umum.

Sementara itu, pada segmen Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), jumlah rekening nasabah yang dijamin mencapai 99,98 persen hingga akhir November 2024. Jumlah ini setara dengan 15.817.553 rekening.

Dalam rapat penetapan reguler Triwulan I 2025, LPS memutuskan untuk mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) sebesar 4,25 persen untuk simpanan Rupiah di Bank Umum dan 6,75 persen untuk simpanan Rupiah di BPR. Adapun untuk simpanan dalam Valuta Asing (Valas) di Bank Umum, TBP ditetapkan sebesar 2,25 persen.

Kepala LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa kebijakan ini akan berlaku mulai 1 Februari 2025 hingga 31 Mei 2025. “Tingkat Bunga Penjaminan tersebut tetap terbuka untuk disesuaikan apabila terdapat perubahan suku bunga pasar, kondisi perbankan, atau dinamika perekonomian yang signifikan,” ujar Purbaya dalam siaran persnya, Senin 27 Januari 2025.

Ia menambahkan, kebijakan LPS terus diarahkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung kinerja ekonomi nasional.

“LPS memastikan kecukupan cakupan penjaminan simpanan dan melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap TBP agar tetap sejalan dengan perkembangan suku bunga, kondisi likuiditas perbankan, serta mendukung kinerja ekonomi secara optimal,” jelasnya.

Selain menjaga stabilitas perbankan, LPS juga terus memperkuat koordinasi dengan otoritas lain seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan sinergi dalam program penjaminan simpanan serta penanganan bank bermasalah.

Guna meningkatkan pemahaman publik, LPS gencar melakukan sosialisasi mengenai fungsi, tugas, dan wewenangnya. Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih memahami manfaat dari program penjaminan simpanan.

Di sisi lain, LPS juga melanjutkan penyusunan berbagai kebijakan strategis, termasuk, Premi program restrukturisasi perbankan, Rencana resolusi bank umum, Laporan bank peserta penjaminan simpanan, Pelaporan data penjaminan simpanan berbasis nasabah dan Penanganan bank bermasalah dalam solvabilitas.

LPS juga tengah mempersiapkan pengaturan terkait program penjaminan polis yang akan dilaksanakan pada tahun 2028, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yang terdiri dari Pemerintah, BI, OJK, dan LPS, berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi dalam mengantisipasi risiko dari perkembangan ekonomi global.

“Dinamika geopolitik dan potensi rambatan dampaknya pada perekonomian domestik menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, KSSK akan meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat respons kebijakan secara terkoordinasi,” jelas Purbaya.

Selain itu, KSSK mendukung sektor riil melalui berbagai program strategis, termasuk program Asta Cita Pemerintah yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Stabilitas sistem keuangan menjadi fondasi penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Dengan dijaminnya 99,94 persen rekening nasabah Bank Umum dan 99,98 persen rekening BPR/BPRS, masyarakat semakin percaya pada keandalan sistem perbankan nasional.

“Kami akan terus berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan dengan memastikan kebijakan LPS berjalan seiring dengan kondisi pasar dan kebutuhan ekonomi nasional,” tutup Purbaya.

LPS Rilis Hasil Riset

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru-baru ini merilis hasil riset terbaru mengenai dua indikator ekonomi penting, yaitu Indeks Menabung Konsumen (IMK) dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK). Riset ini dilakukan melalui Survei Konsumen Perekonomian (SKP), yang melibatkan lebih dari 1.700 responden dari berbagai wilayah Indonesia. Metode yang digunakan adalah stratified random sampling dengan wawancara tatap muka sebagai teknik pengumpulan data.

Survei yang dilaksanakan pada November 2024 menunjukkan bahwa nilai IMK berada pada angka 77,0, sedikit menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini terutama terjadi pada Indeks Waktu Menabung (IWM), yang turun 1,9 poin menjadi 81,5. Meskipun demikian, banyak responden yang masih merasa bahwa sekarang, maupun tiga bulan mendatang, adalah waktu yang tepat untuk menabung.

Di sisi lain, Indeks Intensitas Menabung (IIM) mengalami kenaikan 0,6 poin dibandingkan bulan sebelumnya, mencapai angka 72,4 pada November 2024. Peningkatan ini menunjukkan adanya kenaikan jumlah responden yang melaporkan sering menabung, meskipun banyak dari mereka yang merasa jumlah uang yang ditabung belum mencukupi.

Selain itu, SKP juga menghasilkan informasi penting mengenai Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang mencerminkan tingkat optimisme atau pesimisme rumah tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini dan prospeknya di masa depan. Survei ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai persepsi dan perilaku konsumen di seluruh wilayah Indonesia.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan bahwa pelaksanaan survei ini memperkuat kapasitas LPS dalam mengakses informasi terkini mengenai persepsi konsumen tentang kegiatan menabung dan kondisi ekonomi saat ini.

“Melalui survei ini, LPS bisa memperoleh gambaran yang lebih tajam mengenai kecenderungan konsumen dalam menabung dan pandangannya terhadap ekonomi,” ujarnya dalam keterangan pers di Jakarta pada Rabu, 18 Desember 2024.

Purbaya menjelaskan bahwa salah satu output utama dari SKP adalah IMK, yang mengukur kecenderungan dan kemampuan konsumen untuk mengalokasikan pendapatannya untuk menabung. IMK ini penting untuk menggambarkan kondisi ekonomi rumah tangga, yang tercermin dari niat dan intensitas konsumen dalam menabung.

"Dengan data IMK, kita dapat lebih memahami daya tahan ekonomi rumah tangga terhadap situasi ekonomi terkini, termasuk dinamika simpanan perbankan ke depan," jelasnya.

Selain itu, IKK juga menjadi output penting dari survei ini. Indeks ini menggambarkan keputusan konsumen dalam menabung, yang sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap kondisi ekonomi dan pendapatan mereka. Purbaya menekankan bahwa informasi ini sangat vital untuk memetakan arah perkembangan ekonomi ke depan. Persepsi konsumen berpengaruh besar terhadap keputusan mereka dalam konsumsi, menabung, dan investasi.

Purbaya juga menambahkan bahwa konsumen yang optimis terhadap prospek ekonomi, stabilitas pekerjaan, dan pendapatan rumah tangga mereka di masa depan berpotensi meningkatkan konsumsi, terutama terhadap barang-barang tahan lama. Hal ini, pada gilirannya, akan berdampak positif pada laju pertumbuhan ekonomi, mengingat konsumsi masyarakat merupakan faktor utama pendorong perekonomian nasional.

Dengan informasi yang diperoleh dari riset ini, LPS dapat merumuskan respons yang lebih tepat dalam menjalankan fungsi jaminan simpanan nasabah dan resolusi bank, sehingga langkah-langkah mitigasi yang diambil dapat lebih optimal.

“Kami berharap hasil survei ini bisa memperkuat kebijakan yang mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia,” pungkas Purbaya.(*)