KABARBURSA.COM - Menteri Perdagangan Budi Santoso, menegaskan kepada para pelaku usaha dan distributor agar tidak mempermainkan harga MinyaKita yang menjadi program minyak goreng rakyat (MGR).
Kini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berkomitmen untuk melakukan pengawasan secara intensif untuk melindungi konsumen dan menjaga ketersediaan stok serta stabilitas harga MinyaKita.
Menteri Budi menyampaikan hal tersebut saat memimpin ekspose temuan hasil pengawasan distribusi MinyaKita yang diduga melanggar sejumlah ketentuan di PT NNI di Mauk, Kabupaten Tangerang, Banten pada Jumat, 24 Januari 2025.
Ekspose temuan tersebut adalah hasil pengawasan intensif dari Direktorat Tertib Niaga, Ditjen Perlindungan Konsumen, dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag.
Budi kemudian mengimbau agar harga MinyaKita tidak dimainkan oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebab, permainan harga MinyaKita tentunya bakal merugikan masyarakat.
“Kami mengingatkan para pelaku usaha dan distributor untuk tidak berlaku curang dan tidak mempermainkan harga MinyaKita.
Pemerintah akan bertindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha yang tidak mengikuti aturan yang berlaku. Ini karena untuk kepentingan nasional, untuk kepentingan rakyat
sehingga harga MinyaKita terjangkau oleh masyarakat," ujarnya dalam keterangan resmi yang dikutip Minggu, 26 Januari 2025.
Sementara ini, Kemendag sudah menemukan sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan PT NNI. Temuan pertama, PT NNI masih memproduksi Minyakita meskipun masa berlaku Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) untuk Minyakita sudah habis.
PT NNI diduga melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.
Kedua, PT NNI tidak memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk MinyaKita tetapi masih memproduksi produk tersebut. Hal ini melanggar UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Berikutnya, PT NNI tidak memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 82920 atau Aktivitas Pengepakan sebagai syarat wajib repacker minyak goreng. Hal tersebut melanggar UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
Keempat, PT NNI telah memalsukan Surat Rekomendasi Izin Edar yang seolah-olah diterbitkan oleh Kemendag. Perbuatan tersebut melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kelima, PT NNI memproduksi Minyakita dengan menggunakan minyak goreng non-DMO (Domestic Market Obligation).
Produksi MinyaKita menggunakan minyak goreng non-DMO ini telah melanggar Permendag 18/2024 Tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.
Atas pelanggaran tersebut, menyebabkan harga Minyakita melambung melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah.
"Seharusnya MinyaKita diproduksi menggunakan minyak goreng DMO. Pengemasan dengan menggunakan minyak goreng komersil menyebabkan harga jualnya melebihi HET yang ditetapkan oleh Pemerintah sebesar Rp15.700 per liter,” tegas Budi yang akrab disapa Busan tersebut.
Selanjutnya, PT NNI juga memproduksi MinyaKita yang diduga tidak sesuai dengan ukuran yang tertera dalam kemasan yaitu kurang dari 1 liter. Hal tersebut melanggar UU Nomor 19 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Adapun selama ini produk MinyaKita yang beredar di pasaran memiliki kemasan satu hingga dua liter.
Oleh karena itu, Kemendag berharap dapat melindungi masyarakat atas temuan volume kemasan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
"Pemerintah berkomitmen untuk senantiasa melindungi konsumen. Dengan adanya ketidaksesuaian isi Minyakita dengan ukuran yang tertera dalam kemasan tentunya sangat merugikan konsumen,” sebut Mendag Busan.
Sekadar informasi, PT NNI sebagai repacker yang menjual MinyaKita seharga Rp15.500 per liter seharusnya dapat menjual di harga
Rp14.500 per liter. Hal ini mengingat PT NNI yang berstatus sebagai repacker merupakan distributor lini kedua (D2).
Kemendag mengatur harga jual Minyakita di berbagai tingkat rantai distribusi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1028 Tahun 2024. Dalam regulasi itu, harga jual Minyakita dari produsen ke D1 ditetapkan Rp13.500 per liter.
Untuk harga jual MinyaKita dari D1 ke D2 dan dari D2 ke pengecer, masing-masing dibanderol Rp14.000 per liter dan Rp14.500 per liter. Adapun HET Minyakita di tingkat konsumen ditetapkan sebesar Rp15.700 per liter.
Menurut Mendag Busan, ini salah satu indikasi yang menyebabkan harga Minyakita masih naik. Ia juga memastikan bahwa Kemendag akan terus melakukan pengawasan terhadap peredaran Minyakita.
"Jadi, hari ini kita mulai untuk melakukan operasi dari Banten. Setelah itu nanti kita ke Kalimantan Barat, kemudian ke Nusa Tenggara Timut, dan daerah lain di wilayah timur karena harganya masih tinggi. Sampai Ramadan
kita akan terus melakukan operasi, melakukan pengawasan terhadap peredaran MinyaKita," tuturnya.
Busan juga menyampaikan bahwa PT NNI menjual Minyakita kepada pedagang lainnya, bukan kepada konsumen langsung. Wilayah penjualannya mencakup Provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat.
Karena itu, Kemendag telah menyegel dan memasang garis Tertib Niaga atas 7.800 botol dan 275 dus dengan isi 12 liter Minyakita.
Mendag Busan menegaskan, tidak akan menolerir serta akan menindak secara tegas praktik-praktik kecurangan yang dilakukan para pengusaha yang nakal.
“Kami akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum serta instansi terkait untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mari kita tertib berusaha agar harga terjangkau oleh masyarakat," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Moga Simatupang mengatakan, pelaku usaha yang terbukti melanggar ketentuan SNI dapat dikenakan sanksi lima tahun penjara atau denda Rp5 miliar.
Sanksi ini diatur dalam pasal 114 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Sedangkan bagi pelaku usaha yang terbukti melanggar perlindungan konsumen, dapat dikenakan sanksi lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp2 miliar. Pemberian sanksi ini diatur dalam pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Jadi, dapat dikenakan pasal berlapis,” kata Moga.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.