Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Penyaluran Insentif Likuiditas Bank Indonesia Meningkat Rp36 Triliun

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 24 January 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Redaksi
Penyaluran Insentif Likuiditas Bank Indonesia Meningkat Rp36 Triliun

KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) meningkatkan penyaluran insentif likuiditas makroprudensial untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Hingga minggu kedua Januari 2025, BI mencatat penyaluran insentif likuiditas makroprudensial meningkat sebesar Rp36 triliun, mencapai total Rp295 triliun. Jumlah ini naik dari Rp259 triliun pada akhir Oktober 2024.

Kebijakan insentif likuiditas ini diarahkan untuk mendukung program prioritas pemerintah dalam Asta Cita, seperti penciptaan lapangan kerja, pengembangan sektor pertanian, perumahan, perdagangan eceran, manufaktur, transportasi, pariwisata, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), ultramikro, dan ekonomi hijau. Penyaluran ini didistribusikan melalui bank-bank badan usaha milik negara (BUMN) sebesar Rp129,1 triliun, bank umum swasta nasional Rp130,6 triliun, bank pembangunan daerah Rp29,9 triliun, dan kantor cabang bank asing Rp5 triliun.

“Kebijakan ini sejalan dengan upaya memperkuat respons bauran kebijakan BI yang mencakup moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, dengan pendekatan pro-stability and growth,” ujar Perry Warjiyo dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2025, Jumat 24 Januari 2025.

Sebagai langkah tambahan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Rapat Dewan Gubernur BI pada 14–15 Januari 2025 memutuskan untuk menurunkan suku bunga BI7DRR sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Langkah ini diambil dengan mempertimbangkan rendahnya inflasi yang diperkirakan tetap terkendali pada 2,5 persen  untuk 2025–2026, stabilitas nilai tukar rupiah, serta peluang mendorong investasi dan aliran modal asing.

Selain kebijakan moneter, BI juga memperkuat pengembangan sistem pembayaran digital seperti BI-FAST untuk memperluas akseptasi pembayaran masyarakat. Inisiatif ini diharapkan dapat menopang pertumbuhan sektor perdagangan, UMKM, dan meningkatkan efisiensi transaksi ekonomi.

Bank Indonesia juga berkomitmen memperluas pendalaman pasar keuangan melalui implementasi Center Counterparty (CCP) untuk produk derivatif suku bunga dan nilai tukar, yang diluncurkan pada Triwulan IV 2024.

Kebijakan makroprudensial BI tetap longgar untuk meningkatkan pembiayaan perbankan, dengan target pertumbuhan kredit 11-13 persen pada 2025. Kebijakan loan-to-value 0 persen untuk properti dan kendaraan bermotor tetap diberlakukan untuk mendukung konsumsi domestik.

“Dengan sinergi kebijakan antara BI, KSSK, dan pemerintah, kami optimis dapat menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan,” tambah Perry.

Selain itu, Perry juga menyampaikan bahwa untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter dan sekaligus mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing serta mendorong aliran masuk modal asing, Bank Indonesia memperkuat strategi operasi moneter yang pro-market.

Hal ini dilakukan kata Perry, untuk mengoptimalisasi instrumen moneter, sekuritas rupiah Bank Indonesia dan sekaligus sesuai dengan arah kebijakan moneter untuk injeksi atau menambah likuiditas di pasar uang.

Perry mengatakan bahwa Bank Indonesia juga akan terus mengoptimalisasi instrumen moneter sekuritas valas Bank Indonesia dan sukuk valas Bank Indonesia, termasuk sebagai tempat instrumen penempatan lebih lanjut dari Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sesuai dengan peraturan pemerintah yang baru. Karena kata Perry, hasil ekspor dari DHE SDA, antara lain bisa ditempatkan dalam instrumen valas, sekuritas valas Bank Indonesia, dan sukuk valas Bank Indonesia.

“Pada waktunya, kami akan menyampaikan bersama pemerintah instrumen ini dan mekanismenya. Untuk mendorong operasi moneter yang pro-market, kami juga terus melakukan strategi operasi moneter, mengarahkan struktur suku bunga instrumen untuk tetap menarik portofolio asing, demikian juga untuk melakukan operasi transaksi term repo maupun swap valas. Kami juga terus memperkuat peran dealer utama, primary dealer, dalam pasar uang dan pasar valas untuk meningkatkan transaksi-transaksi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) maupun Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) maupun juga Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI) dalam transaksi di pasar sekunder antar pelaku pasar,” tuturnya.

Bank Indonesia menegaskan akan terus mengoptimalkan kebijakan berbasis data (data-dependent) dengan memperhatikan dinamika ekonomi global dan domestik untuk menjawab tantangan perekonomian ke depan. 

Jumlah Uang Beredar

Bank Indonesia (BI) melaporkan jumlah uang beredar atau likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) pada Oktober 2024 mencapai Rp9.078,6 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebesar 6,7 persen (year-on-year/yoy).

“Lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 7,2 persen yoy,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 November 2024.

Perkembangan M2 tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,1 persen yoy dan uang kuasi sebesar 4,2 persen yoy.

Dalam laporan BI disebutkan komponen M1 dengan pangsa pasar 55,3 persen dari M2, pada Oktober 2024 sebesar Rp5.022,2 triliun atau tumbuh sebesar 7,1 persen atau lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 6,9 persen yoy.

Sementara perkembangan M1 disebabkan oleh perkembangan uang kuartal di luar bank umum, BPR dan tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu.

Sementara uang kartal yang beredar di masyarakat pada bulan lalu sebesar Rp970,1 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebesar 12,4 persen lebih tinggi dibandingkan periode September 2024 yang mencapai 10,6 persen yoy.

Tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu, dengan kontribusi sebesar 46,3 persen terhadap M1, mencapai Rp2.324,5 triliun pada Oktober 2024, tumbuh 6,0 persen secara tahunan (yoy). Angka ini menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara itu, giro rupiah tercatat sebesar Rp1.727,6 triliun dengan pertumbuhan 5,7 persen yoy, sedikit melambat dari pertumbuhan 6,1 persen yoy pada bulan sebelumnya.

Bank Indonesia juga melaporkan bahwa pada Oktober 2024, uang kuasi yang menyumbang 43,5 persen terhadap M2 tercatat sebesar Rp3.946,5 triliun, tumbuh 4,2 persen yoy, melambat dari pertumbuhan 5,3 persen yoy pada September 2024.

Dalam komponen uang kuasi, simpanan berjangka dan tabungan lainnya masing-masing tumbuh 4,6 persen yoy dan 4,9 persen yoy, sementara giro valas tumbuh sebesar 2 persen. (*)