Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pidato Trump di Davos: Trump Tuntut Harga Minyak dan Suku Bunga Turun

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 24 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Pidato Trump di Davos: Trump Tuntut Harga Minyak dan Suku Bunga Turun

KABARBURSA.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bikin gebrakan lagi. Dalam pidatonya kepada para pemimpin bisnis dan politik dunia di World Economic Forum di Davos, Swiss, Kamis, kemarin, dia meminta OPEC menurunkan harga minyak dan mendorong dunia untuk menurunkan suku bunga. Tak cuma itu, Trump juga memberi peringatan keras. Ia mengancam bakal ada tarif tinggi untuk negara atau perusahaan yang bikin produk di luar AS.

“Saya minta suku bunga turun segera. Begitu juga di seluruh dunia, suku bunga harus turun. Saya juga akan meminta Saudi Arabia dan OPEC menurunkan biaya minyak,” kata Trump lewat video call, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat 24 Januari 2025.

Pidato ini menegaskan arah kebijakan Trump di periode kedua pemerintahannya, yakni aturan pasar bebas, baik di AS maupun internasional, tampaknya gak akan berlaku.

Meski retorikanya tajam soal tarif, Trump tak memberi detail spesifik. Padahal, pasar saat ini sedang sensitif dengan rencananya. Harga minyak langsung berubah negatif saat Trump bicara, sementara euro melemah, dan dolar AS bolak-balik antara naik dan turun terhadap mata uang asing. Di sisi lain, indeks S&P 500 mendekati rekor tertingginya.

Pujian dan Kritik

Di depan sekitar 3.000 peserta Davos, wajah Trump muncul di layar besar dan disambut tepuk tangan. Dalam pidato ini, Trump mamerin sederet kebijakan yang dia ambil dalam empat hari menjabat, mulai dari aturan soal keragaman, perubahan iklim, sampai imigrasi.

Dalam diskusi lanjutan bareng peserta konferensi, termasuk CEO Bank of America Brian Moynihan dan CEO Blackstone Group Stephen Schwarzman, gaya Trump berkisar antara pujian dan kritik.

Salah satu kritiknya ditujukan ke Moynihan dan JPMorgan Chase karena, katanya, bank itu tak melayani kaum konservatif. Tapi Trump tak memberikan bukti atau penjelasan lebih lanjut. Tak lama setelah itu, kedua bank buru-buru bikin pernyataan yang membantah tuduhan itu. Moynihan tak mau ambil pusing soal kritik itu, malah memuji AS yang akan jadi tuan rumah Piala Dunia FIFA 2026.

Trump juga gak segan mengarahkan kritiknya ke sekutu-sekutu tradisional AS seperti Kanada dan Uni Eropa. Dia kembali mengancam mereka dengan tarif baru, sambil mengeluhkan surplus perdagangan yang mereka punya dengan AS.

“Satu hal yang akan kami tuntut adalah rasa hormat dari negara lain. Kanada, kami punya defisit besar dengan kalian. Kami gak akan biarkan itu terjadi lagi,” ujar Trump.

Jelas, dengan gaya retorika seperti ini, Trump terus menciptakan kehebohan di panggung global—dan gak sedikit bikin para pelaku pasar harus jungkir balik menyesuaikan strategi.

Dunia di Persimpangan antara Iklim, AI, dan Demokrasi

[caption id="attachment_115131" align="alignnone" width="1198"] Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, berbicara dalam sesi pleno di Congress Hall selama pertemuan tahunan ke-55 World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, Rabu, 22 Januari 2025. Foto: Laurent Gillieron/Keystone via AP.[/caption]

Tak hanya Trump, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga tampil di Forum Ekonomi Dunia di Davos dengan peringatan keras soal krisis iklim dan ancaman kecerdasan buatan (AI). Menurut Guterres, dunia sedang diperbudak oleh nafsu terhadap bahan bakar fosil yang ia gambarkan sebagai “monster Frankenstein” yang tidak menyisakan siapa pun.

“Ketergantungan kita pada bahan bakar fosil adalah monster Frankenstein, menghancurkan segalanya dan semua orang,” ujar Guterres di forum tersebut, kemarin, dikutip dari AP.

Ia juga mengkritik perusahaan yang mundur dari komitmen iklim sebagai pihak yang “berada di sisi sejarah yang salah.” Dengan catatan 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah, ia memperingatkan ancaman kenaikan permukaan laut yang bisa menenggelamkan pelabuhan-pelabuhan penting dunia.

Namun, Guterres tidak hanya bicara soal iklim. Ia juga menyoroti AI, yang menurutnya adalah pedang bermata dua. “AI bisa merevolusi pendidikan, meningkatkan layanan kesehatan, dan mendukung produktivitas petani. Tapi risiko besar muncul jika AI dibiarkan tanpa kendali,” katanya. Maksudnya, ia memperingatkan potensi AI sebagai alat penipuan dan ancaman bagi pasar tenaga kerja.

Sementara itu, Presiden Donald Trump mencuri perhatian dengan mengumumkan investasi hingga USD500 miliar dalam infrastruktur AI lewat kemitraan antara Oracle, SoftBank, dan OpenAI. Proyek bernama Stargate ini bertujuan membangun pusat data besar di Texas untuk mendukung kebutuhan daya AI yang kian melesat.

CEO Accenture, Julie Sweet, menyebut investasi ini sebagai validasi pentingnya AI bagi negara dan perusahaan. Namun, ia menegaskan pentingnya kepercayaan publik terhadap AI. “AI tidak akan sukses kalau orang tidak percaya. Jadi, saya tidak khawatir jika ada deregulasi berlebihan,” ujarnya kepada Associated Press.

Di Davos, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyebut negaranya harus berlayar cepat menghadapi tantangan AI, termasuk mereformasi sistem pendidikan dan layanan kesehatan. “Kita tidak punya waktu untuk menunggu,” katanya.(*)