Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Komentar Trump Soal Tarif dan Suku Bunga Picu Reli Saham

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 24 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Komentar Trump Soal Tarif dan Suku Bunga Picu Reli Saham

KABARBURSA.COM - Pasar saham global pada Jumat, 24 Januari 2025, pagi serentak mencatatkan kenaikan. Bukan tanpa alasan, kenaikan saham ini didorong oleh sinyal pelonggaran tarif impor China dari Presiden Donald Trump dan harapan penurunan suku bunga AS. Sementara itu, yen menguat setelah Bank of Japan (BOJ) menaikkan suku bunga ke level tertinggi sejak krisis keuangan global 2008.

Kebijakan BOJ yang menaikkan suku bunga ini sudah banyak diprediksi pasar, tetapi fokus para investor kini bergeser ke pernyataan Gubernur BOJ Kazuo Ueda. Semua menanti arah kebijakan berikutnya terkait kenaikan lebih lanjut. Di tengah volatilitas, yen sempat menyentuh level 154,86 per dolar AS, mendekati puncak satu bulan terakhir di 154,78. Indeks Nikkei sendiri cenderung datar tanpa banyak pergerakan.

“Meski kenaikan suku bunga ini sudah diperkirakan, menariknya tidak ada penurunan besar pada prospek ekonomi Jepang kali ini,” ujar analis senior di City Index, Matt Simpson, dikutip dari Reuters di Jakarta, Jumat, 24 Januari 2025.

“Hal ini membuka peluang kenaikan suku bunga 25 basis poin lagi sebelum akhir tahun, dengan tingkat suku bunga mencapai 0,75 persen,” imbuhnya.

Namun, sorotan utama tetap tertuju pada Trump. Komentarnya soal pendekatan yang lebih lunak terhadap tarif China memicu relief rally di pasar saham China dan mata uang non-dolar. Pasar Eropa pun ikut bergembira, dengan Eurostoxx 50 futures naik 0,48 persen.

Dalam wawancara dengan Fox News, Trump menyebut percakapannya dengan Presiden China Xi Jinping berjalan ramah dan ada peluang untuk mencapai kesepakatan dagang. “Tapi kita punya kekuatan besar atas China, yakni tarif. Mereka tidak menginginkannya, dan saya sebenarnya juga enggan memakainya. Tapi tarif itu adalah alat negosiasi yang sangat kuat,” ungkap Trump.

Komentar Trump ini berhasil mengangkat indeks saham blue-chip China, CSI300, sebesar 0,8 persen, sementara Hang Seng di Hong Kong melompat 2 persen. Mata uang seperti dolar Australia, dolar Selandia Baru, dan yuan juga ikut menguat, merespons kabar ini.

Sebelumnya, di ajang World Economic Forum di Davos, Swiss, Trump mengungkap keinginannya untuk menekan harga minyak global, suku bunga, dan pajak. Komentar soal suku bunga rendah ini mendorong indeks S&P 500 mencetak rekor tertinggi baru, meski investor tetap waspada terhadap langkah berikutnya soal kebijakan dagang dan tarif.

“Tidak ada politisi yang suka suku bunga tinggi, dan Trump sejak awal selalu menyatakan dirinya sebagai pendukung suku bunga rendah,” jelas Abalis senior di TD Securities, Prashant Newnaha. “Kita bisa mengharapkan Trump bakal semakin vokal dan mungkin lebih kritis terhadap kebijakan Federal Reserve.”

Tarif Awal untuk Kanada dan Meksiko

[caption id="attachment_114580" align="alignnone" width="1198"] Presiden Donald Trump mengangkat sebuah perintah eksekutif setelah menandatanganinya dalam acara parade pelantikan presiden yang digelar di dalam ruangan di Washington, Senin, 20 Januari 2025. (Foto: AP/Matt Rourke).[/caption]

Presiden Amerika Serikat Donald Trump tidak membuang waktu setelah dilantik kembali sebagai pemimpin Amerika Serikat pada Senin, 20 Januari 2025. Di hari pertamanya di Gedung Putih, Trump langsung mengumumkan rencana menerapkan tarif impor sebesar 25 persen untuk Kanada dan Meksiko mulai 1 Februari. Meski begitu, ia bungkam soal rencana tarif untuk produk dari China.

Dalam sesi penandatanganan perintah eksekutif di Oval Office, Trump menyebut tarif impor sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekonomi domestik. Meski dalam kampanyenya ia mengancam tarif hingga 60 persen untuk China, nada Trump tampak melunak setelah berdiskusi dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu.

“Kami akan mengadakan pertemuan dan panggilan telepon dengan Presiden Xi,” ujar Trump, dikutip dari AP di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2025.

Namun, langkah agresif ini membawa pertanyaan besar, apakah tarif impor dan kebijakan eksekutif lainnya benar-benar mampu mengatasi inflasi dan menurunkan harga energi seperti yang dijanjikan Trump? Pasalnya, beban tarif biasanya berujung pada kenaikan harga barang bagi konsumen domestik, bukan negara eksportir.

Trump menuding inflasi yang melambung selama pemerintahan Joe Biden disebabkan oleh bantuan pandemi senilai USD1,9 triliun pada 2021 dan kebijakan pembatasan pengeboran minyak, meskipun data menunjukkan produksi minyak domestik tetap berada di level tertinggi.

“Krisis inflasi ini akibat pengeluaran besar-besaran yang tidak terkendali,” klaim Trump dalam pidato pelantikannya.

Selain itu, Trump juga menandatangani sejumlah perintah eksekutif yang membuka akses pengeboran minyak di Suaka Margasatwa Nasional Arktik di Alaska dan melonggarkan regulasi produksi minyak serta gas alam. Ia juga menetapkan keadaan darurat energi nasional, dengan harapan dapat meningkatkan produksi listrik domestik di tengah persaingan global dengan China, terutama dalam teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI).

Trump juga menginstruksikan agensi federal untuk meninjau cara-cara menekan biaya hidup, termasuk di sektor perumahan, kesehatan, makanan, energi, hingga peralatan rumah tangga. Salah satu langkah menarik lainnya adalah memberi waktu tambahan 75 hari bagi TikTok untuk mencari pembeli di Amerika Serikat, alih-alih langsung menutup operasinya.

Dalam pidatonya, Trump menegaskan bahwa tarif impor akan menjadi bagian utama dari kebijakan ekonominya. Ia bahkan menyatakan tarif tersebut akan membuat negaranya kaya raya.(*)