KABARBURSA.COM - Kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump kembali menjadi sorotan. Langkah-langkah kontroversial Trump, mulai dari pemulihan anggaran negara hingga penolakan terhadap transisi energi, diperkirakan membawa dampak signifikan, termasuk bagi Indonesia.
Pengamat ekonomi Salamuddin Daeng menjelaskan, kebijakan Trump banyak diarahkan untuk memulihkan keuangan AS yang sedang tertekan.
“AS pertama-tama harus memulihkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Amerika Serikat yang sekarang jebol. Maka pengeluaran negara yang merupakan penipuan seperti pengeluaran untuk WHO harus dihentikan,” ujar Salamuddin kepda kabarbursa.com melalui telepon, Kamis 23 Januari 2025.
Salamuddin menilai Trump juga menuduh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menyalahgunakan anggaran, dengan menyebut 40 persen dana WHO berasal dari AS namun dinilai merugikan negara tersebut.
Menurut dia, Trump juga mengambil langkah-langkah hemat anggaran dengan mengurangi pengeluaran untuk isu-isu yang dianggap tidak produktif, seperti program sosial, dukungan terhadap isu LGBT, dan keterlibatan dalam konflik internasional. “Demikian juga dengan penghentian perang Rusia vs Ukraina serta perang Israel vs Palestina adalah dalam rangka menghemat belanja APBN AS,” tambahnya.
Selain itu, Trump diketahui menentang transisi energi global. “Hal ini adalah pokok masalah keuangan bagi rezim petro dollar The Federal Reserve,” kata Salamuddin.
Trump menilai transisi energi mengancam dominasi dolar AS dalam perdagangan global. Ia juga memprioritaskan pemangkasan harga BBM hingga 50 persen untuk meningkatkan daya saing ekonomi negaranya.
Kebijakan ekonomi AS yang agresif di bawah Trump diperkirakan memberikan tantangan bagi Indonesia, terutama terkait perdagangan dan investasi. “Kebijakan Amerika Serikat di bawah Trump pasti akan berdampak pada Indonesia. Terutama pada aliran investasi AS melalui Singapura, mitra utama AS lainnya, dan perdagangan Indonesia dengan AS,” jelas Salamuddin.
Indonesia, yang telah bergabung dengan BRICS dan berencana menciptakan mata uang baru untuk menyaingi dolar AS, dapat menghadapi hambatan ekspor ke AS. Selain itu, posisi Indonesia yang mendukung transisi energi juga bertentangan dengan kebijakan Trump yang menolak agenda tersebut.
Namun, Salamuddin menilai ada potensi dampak positif dari kebijakan Trump, khususnya terkait investigasi atas kematian John F. Kennedy. “Bagian terakhir statemen Donald Trump yang akan menginvestigasi kematian John F. Kennedy adalah berita sangat besar bagi Indonesia. Investigasi adalah pintu masuk,” ujarnya.
Ia menyinggung kemungkinan dampak terhadap Green Hilton Memorial Agreement, sebuah kesepakatan yang dinilai strategis untuk Indonesia. Salamuddin mengindikasikan bahwa aset yang terkait dengan kesepakatan ini dapat dikembalikan kepada Indonesia, yang berpotensi memberikan peluang untuk pembangunan nasional serta peran strategis dalam rekonstruksi Jalur Gaza.
Sementara arah kebijakan AS di era Trump menjadi fokus dunia, Salamuddin berharap Indonesia tetap berhati-hati dan mengambil langkah antisipatif agar dapat memanfaatkan peluang sekaligus meminimalkan dampak negatif.
Lebih dari setengah perusahaan AS yang beroperasi di China mengungkapkan kekhawatiran mereka akan potensi memburuknya hubungan antara dua ekonomi terbesar dunia. Hal ini terungkap dalam hasil survei tahunan yang dirilis Kamar Dagang Amerika (AmCham) di China pada Kamis, 23 Januari 2025.
Sebanyak 51 persen responden survei menyatakan kekhawatiran terhadap kemungkinan penurunan hubungan antara AS dan China di masa depan. Angka ini menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Survei ini muncul hanya beberapa hari setelah Presiden Donald Trump resmi memulai masa jabatan keduanya. Meski tak menyebut nama China dalam pidatonya, ancaman peningkatan tarif perdagangan terhadap impor China yang ia gaungkan sebelum-sebelumnya tetap menjadi kekhawatiran banyak pihak.
“Hubungan yang stabil dan konstruktif, berbasis pada ikatan ekonomi dan perdagangan, sangat penting tidak hanya untuk kemakmuran kedua negara tetapi juga untuk stabilitas ekonomi global,” kata Ketua AmCham China, Alvin Liu, dikutip dari Reuters di Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025.
Menurut laporan AmCham. ketegangan geopolitik, ketidakpastian kebijakan, dan perselisihan perdagangan menjadi kekhawatiran utama bisnis Amerika di China.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, turut menanggapi hasil survei ini. “Saya rasa ini menunjukkan pentingnya menjaga hubungan China-AS yang stabil, sehat, dan berkelanjutan,” ujarnya dalam konferensi pers rutin, hari ini.
Ia pun berharap AS dapat bertemu China di tengah jalan dan mendorong hubungan bilateral kembali ke jalur pembangunan yang sehat dan stabil.
Survei ini melibatkan 368 perusahaan anggota AmCham China dan dilakukan antara Oktober dan November tahun lalu. Sebagiannya dilakukan setelah Trump menang dalam pemilu presiden pada 5 November.
Masa jabatan Trump sebelumnya ditandai dengan perang dagang AS-China serta memburuknya hubungan diplomatik yang juga tidak banyak membaik selama empat tahun kepemimpinan Presiden Joe Biden.
Pada Selasa lalu, Trump mengatakan pemerintahannya tengah mempertimbangkan penerapan tarif hukuman sebesar 10 persen pada impor China mulai 1 Februari perihal peran China dalam rantai pasokan global fentanyl.
Meski demikian, hampir separuh responden masih menempatkan China sebagai salah satu dari tiga prioritas investasi global utama, serupa dengan tahun lalu. Namun, proporsi perusahaan yang tidak lagi menjadikan China sebagai tujuan investasi utama meningkat tiga poin persentase menjadi 21 persen dari survei tahun lalu—lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi.
Sekitar sepertiga bisnis juga melaporkan perlakuan tidak adil di China dibandingkan dengan perusahaan lokal, terutama soal akses pasar dan pengadaan publik. Angka ini tetap sama seperti tahun lalu. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.