KABARBURSA.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan aktivitas reklamasi di sekitar Pulau Pari, Kepulauan Seribu, diduga melanggar aturan yang berlaku. Ia menegaskan pihaknya akan memberikan sanksi kepada korporasi yang bertanggung jawab atas pengembangan destinasi wisata di kawasan tersebut.
Wahyu menjelaskan, pemanfaatan Pulau Pari untuk keperluan pariwisata dilakukan oleh PT Central Pondok Sejahtera atau PT CPS dengan melakukan pengerukan menggunakan alat berat. Kegiatan ini sempat viral karena dilkukan di dalam area Kesepakatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
"Statusnya KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang diterbitkam pada 12 Juli 2024 untuk kegiatan cottage apung dan dermaga wisata luasnya 180 hektare, terindikasi pelanggaran dengan melakukan reklamasi tanpa izin," kata Wahyu dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Januari 2025.
[caption id="attachment_115216" align="alignnone" width="1600"] Rapat Komisi IV DPR RI dengan Kementerian KKP soal polemik pagar laut di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis, 23 Januari 2025. Foto: KabarBursa/Dian Finka.[/caption]
Wahyu menjelaskan, area sekitar pengerukan tersebut menggangu ekosistem mangrove dan padang lamun yang masih dalam kondisi baik. Ia pun kaget mengetahui pembangunan pondok wisata dengan metode reklamasi ini belum memiliki KKPRL dan terindikasi mengalihfungsikan ekosistem mangrove.
Berdasarkan temuan tersebut, PT CPS diduga melanggar ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diubah oleh UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Dalam peraturan tersebut, disebutkan seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut yang bersifat menetap lebih dari 30 hari wajib memiliki izin berupa persetujuan kesesuaian kegiatan ruang laut dari Menteri KKP. "Rencana tindak lanjut, KKP mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada PT CPS atas indikasi pelanggaran yang telah dilakukan," kata Wahyu.
[caption id="attachment_115265" align="alignnone" width="1200"] Foto aerial saat aktivis dan warga yang tergabung dalam Komite Keadilan Perkotaan (KKP) membentangkan spanduk raksasa dalam aksi damai kreatif di Pantai Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Senin, 11 November 2024. Pada aksi yang digelar jelang debat ketiga Pilkada Jakarta tersebut mereka menuntut penyelesaian konflik ruang hidup dan menghukum perusak lingkungan serta memastikan pencabutan atau revisi kebijakan publik yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta pelanggaran HAM. Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto/YU[/caption]
Selain KKP, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pun saat ini sedang menyelidiki dampak lingkungan akibat perusakan mangrove dan terumbu karang di Pulau Biawak, salah satu gugusan dari Pulau Pari di Kepulauan Seribu, Jakarta.
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH, Rasio Ridho Sani, mengatakan pihaknya bersama Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH, Rizal Irawan, sedang berkoordinasi untuk memastikan dampak lingkungan dan potensi penegakan hukum atas aktivitas perusahaan yang terlibat. "Kami akan mendalami ini, kami akan melakukan langkah-langkah tegas," kata Rasio dalam inspeksi yang dilakukan KLH hari ini, dikutip dari Antara.
Langkah ini dilakukan setelah KLH menerima laporan dari warga terkait perusakan 40 ribu pohon mangrove berusia 3 tahun yang ditanam secara swadaya oleh warga di lahan seluas 1,37 hektare untuk mencegah abrasi dan rob. Tidak hanya itu, PT CPS juga disebut melakukan pengerukan laut seluas 62 meter persegi yang menghancurkan ekosistem terumbu karang dan padang lamun di wilayah tersebut.
"Kami harus merespons laporan-laporan masyarakat yang terjadi karena negara harus hadir dalam hal untuk melindungi lingkungan dari pencemaran maupun kerusakan," jelas Rasio.
Proses pemulihan lingkungan, menurut Rasio, masih akan menunggu hasil penyidikan Deputi Gakkum KLH untuk memastikan dampak yang ditimbulkan, sekaligus memeriksa lokasi lain di sekitar gugusan Pulau Pari yang mengalami kondisi serupa. Sementara itu, Deputi Gakkum KLH, Rizal Irawan, mengatakan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, telah memberikan arahan perihal pemulihan lingkungan di kawasan tersebut. "Itu tanda bahwa ada perintah kepada kami untuk menghitung kira-kira berapa kebutuhan mangrove yang harus ditanam," kata Rizal.
[caption id="attachment_115260" align="alignnone" width="979"] Suasana pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu dan PT Central Pondok Sejahtera (CPS) di Gedung Mitra Praja, Senin, 5 Maret 2018, membahas pengukuran lahan dan penyelesaian Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) untuk Pulau Karang Kudus. Foto: pulauseribu.jakarta.go.id.[/caption]
Sejarah kehadiran PT CPS di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Pari, sudah berlangsung sejak 2018. Kala itu, perusahaan ini terlibat dalam berbagai kesepakatan dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu perihal pemanfaatan dan pengelolaan tanah. Salah satu kasus yang mencuat adalah penyelesaian pembayaran Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) untuk Pulau Karang Kudus---salah satu pulau kecil dari gugusan Pulau Pari.
Pada Maret 2018, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu dan PT CPS mencapai kesepakatan perihal pengukuran ulang lahan untuk menyelesaikan pembayaran SIPPT. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Bupati Kepulauan Seribu saat itu, Irmansyah, perwakilan PT CPS, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Gedung Mitra Praja, disepakati bahwa pengukuran lahan Pulau Karang Kudus akan dilakukan sesuai SIPPT, yaitu seluas 7.000 meter persegi. Namun, kondisi abrasi menyebabkan sekitar 300 meter persegi dari total lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan.
“Kami bersyukur dalam pertemuan ini tercapai kesepakatan pengukuran SIPPT untuk Pulau Karang Kudus total 7.000 meter persegi, sehingga kami bisa langsung bergerak untuk mendata batas yang akan ditentukan untuk lokasi 40 persen aset Pemkab Jakarta Kepulauan Seribu,” ujar Irmansyah, dikutip dari laman pulauseribu.jakarta.go.id.
Sebagai tindak lanjut, Pemkab Kepulauan Seribu berencana mengunjungi Pulau Karang Kudus pada 7 Maret 2018 untuk memastikan lokasi dan batas lahan yang akan ditentukan. Setelah itu, Berita Acara Serah Terima (BAST) akan disiapkan guna menyelesaikan proses administrasi yang tersisa.
Namun, saat itu PT CPS belum sepenuhnya menyelesaikan proses SIPPT. Salah satu kendalanya adalah pemecahan sertifikat untuk memenuhi kewajiban 40 persen aset lahan yang akan menjadi milik Pemkab Kepulauan Seribu. Kasus ini menjadi preseden penting dalam memahami dinamika pengelolaan lahan di Kepulauan Seribu yang kini kembali menjadi sorotan soal aktivitas reklamasi di Pulau Pari.(*)