KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 29 Tahun 2024 (POJK 29/2024) tentang Pemeringkat Kredit Alternatif (PKA), guna memperkuat perannya dalam pengembangan inovasi di sektor jasa keuangan.
Regulasi ini menjadi langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan model bisnis PKA atau dikenal juga sebagai innovative credit scoring (ICS) sebagai model bisnis baru dalam ekosistem ekonomi digital.
POJK 29/2024 ini dirancang sebagai respons terhadap pesatnya perkembangan teknologi informasi yang membuka peluang efisiensi di sektor jasa keuangan. Dengan mengintegrasikan data alternatif seperti data telekomunikasi, utilitas, dan perdagangan elektronik (e-commerce), PKA dapat memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM), yang selama ini terkendala riwayat kredit terbatas.
"OJK berkomitmen untuk terus mendukung inovasi di sektor PKA sambil memastikan penerapan standar keamanan data dan perlindungan konsumen. Keberadaan PKA yang berizin dan diawasi OJK diharapkan mampu mengoptimalkan layanan perkreditan di sektor keuangan sekaligus menjaga penerapan prinsip tata kelola yang baik," kata Plt. Kepala Department Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, M. Ismail Riyadi melalui keterangan tertulis, yang dikutip Kamis 23 Januari 2025.
OJK juga memastikan bahwa inovasi PKA tetap sejalan dengan standar keamanan data dan pelindungan konsumen. Keberadaan PKA yang terdaftar dan diawasi oleh OJK diharapkan mampu mengoptimalkan layanan perkreditan serta menjaga penerapan prinsip tata kelola yang baik.
"Kehadiran PKA ini membawa warna baru bagi sektor jasa keuangan, khususnya dalam layanan pemberian kredit," ujar Ismail.
PKA diharapkan menjadi solusi bagi individu atau kelompok yang tidak memiliki riwayat kredit (unbanked) atau memiliki riwayat kredit terbatas (underbanked). Dengan demikian, PKA dapat dimanfaatkan oleh berbagai lini masyarakat, yaitu pelaku usaha jasa keuangan, lembaga pengelola informasi perkreditan, konsumen, serta pihak lain.
Penerbitan POJK 29/2024 ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk melakukan pengaturan dan pengawasan kegiatan di sektor ITSK dan aset keuangan digital termasuk aset kripto. Salah satu ruang lingkup ITSK sebagaimana diatur dalam Pasal 213 UU P2SK adalah Pendukung pasar, termasuk ICS atau PKA.
Lebih lanjut, dalam POJK ini diatur ketentuan terkait prinsip dan ruang lingkup PKA, kelembagaan, tata kelola, penyelenggaraan PKA, pengawasan, penghentian kegiatan dan pencabutan izin usaha, serta aspek kepatuhan lainnya. Diharapkan regulasi ini dapat memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan aktivitas PKA serta memastikan keseimbangan antara mendorong inovasi yaitu progresif dan pelindungan data konsumen.
OJK menggelar sosialisasi atas penerbitan POJK 29/2024, pada Selasa, 21 Januari 2025 di Kantor OJK Gedung Sumitro Djojohadikusumo. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Penyelenggara Innovative Credit Scoring yang telah terdaftar, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Asosiasi Perhimpunan Pembiayaan Indonesia (APPI), dan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), serta calon Penyelenggara Innovative Credit Scoring yang sedang mengajukan pendaftaran.
Sebelumnya diberitakan Kabarbursa.com, OJK menegaskan bahwa stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia tetap terjaga dengan baik meskipun tengah menghadapi dinamika perekonomian global dan domestik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa meskipun perekonomian global menunjukan pemulihan terbatas, dan mayoritas data menunjukan negara-negara berada di bawah ekspektasi. Namun, Invansi masih cukup persisten.
“Hal ini mendorong posisi dari bank-bank sentral global untuk lebih netral ke depan. Meski mayoritas bank sentral telah menurunkan suku bunga kebijakan dalam dua bulan terakhir ini,” ujar Mahendra Siregar dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDKB Desember 2024 yang dikutip, Jakarta, Rabu 8 Januari 2025.
Bos OJK itu menambahkan, di Amerika Serikat (AS), meskipun data ketenagakerjaan tetap solid, inflasi yang masih persisten membuat The Federal Reserve (The Fed) melakukan pemangkasan suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) pada Desember 2024. Mereka juga memberikan sinyal bahwa suku bunga acuan kemungkinan tetap tinggi hingga 2025, dengan pemangkasan Fed Fund Rate (FFR) hanya 50 basis points (bps). Adapun nilai ini lebih rendah dari ekspetasi pasar dengan besaran 75-100 bps. “Selain itu, pasar juga terus mencermati kebijakan dari Presiden terpilih Trump yang turut mempengaruhi kenaaikan volatilitas pasar keuangan,” kata Mahendra.
Di sisi lain, ekonomi China juga menunjukkan pemulihan terbatas. Meskipun ada perbaikan pada sisi pasokan, permintaan domestik masih belum menunjukan sinyal positif yang kuat. Selain itu, Data Consumer Price Indeks (CPI) menunjukan disinflasi, dan ekspor negara tersebut mengalami kontraksi, kendati Purchasing Managers Indeks (PMI) Manufaktur China menunjukkan ekspansi.
Sementara itu, perekonomian domestik Indonesia menunjukkan performa yang relatif stabil. Inflasi Indonesia tercatat pada angka 1,55 persen (year-on-year), dengan inflasi inti beraada di angka 2,26 persen. Selain itu, surplus neraca perdagangan Indonesia terus berlanjut dan PMI Manufaktur Indonesia terus mengalami perbaikan. (*)