KABARBURSA.COM - Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan ExxonMobil terkait investasi senilai USD 10 miliar atau sekitar Rp162,7 triliun (asumsi kurs Rp16.271). Investasi ini difokuskan pada pengembangan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan industri petrokimia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk mendukung pengembangan ekonomi nasional.
"MoU ini merupakan komitmen bersama-sama untuk mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif, kompetitif, dan berkelanjutan. Proyek ini memiliki nilai strategis yang besar, dengan nilai yang 10 miliar dolar AS dan kami mengharapkan proyek ini akan memiliki dampak yang signifikan pada kemajuan Indonesia di berbagai sektor," kata Airlangga di Kantornya, Jakarta, Rabu 22 Januari 2025.
Salah satu poin utama dari kerja sama ini adalah pembangunan fasilitas CCS yang diklaim mampu mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) hingga 90 persen Menurut Airlangga, proyek CCS ini diharapkan menjadi salah satu yang pertama beroperasi di Indonesia.
"Pembangunan carbon capture dan storage ini diharapkan bisa mengurangi CO2 emisi sebesar 90 persen. Dan ini bisa menjadi proyek yang dalam tahapannya kita berharap ini bisa proyek CCS yang akan beroperasi pertama," jelasnya.
Airlangga menambahkan, proyek ini juga mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto terkait hilirisasi yang tidak hanya meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan baru.
"Exxon di Indonesia sudah bertahun-tahun, jadi mereka punya pengalaman dan mereka punya operasi yang sukses di bidang minyak dan gas. Semoga proyek ini bisa segera groundbreaking," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa USD 10 miliar ini adalah bagian awal dari total komitmen ExxonMobil sebesar USD 15 miliar. Dana ini akan digunakan untuk pengembangan CCS dan industri petrokimia.
"CCS kan baru mau mencari lokasi untuk, kan CCS itu kan menangkap CO2, kemudian di storage di dasar laut atau di batuan atau yang lain, dia akan membangun fasilitas storage-nya itu di Laut Jawa, sekitar Laut Jawa," ungkap Susiwijono.
Ia juga menyoroti potensi besar Indonesia sebagai lokasi pengembangan CCS global, dengan kemampuan menyerap hingga 70 persen potensi karbon dunia. Namun, Susiwijono mengakui bahwa regulasi masih menjadi tantangan.
"Salah satu yang di-highlight adalah isu mengenai CCS ini. Mereka masih meminta kejelasan dari regulasi yang ada. Memang sudah ada Permen ESDM-nya kan, tapi dalam implementasinya supaya CCS yang besar-besar ini bisa masuk ke kita," terangnya.
Dengan kapasitas penyimpanan karbon hingga 3 juta ton, proyek ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi asing di sektor energi berkelanjutan.
Oleh karena itu, Susi panggilan akrabnya menegaskan bakal segera membentuk satgas untuk pembangunan fasilitas CCS.
"Kita sepakat akan membikin satgas bersama untuk mendorong 2 hal tadi bagaimana pembangunan fasilitas CCS bisa direalisasikan terutama yang di dasar laut. Kita juga membantu mencarikan lokasi untuk investasi petrochemical," tandasnya.
Pertamina menjalin kerja sama strategis dengan Korea National Oil Corporation (KNOC) dan ExxonMobil dalam pengembangan Carbon Capture and Storage (CCS) lintas batas antara Indonesia dan Korea Selatan (Korsel). Hal ini sejalan dengan komitmen untuk menurunkan emisi karbon.
Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Framework Agreement di The 48th Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention & Exhibition pada Rabu, 15 Mei 2024.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, Presiden & CEO Korea National Oil Corporation (KNOC) Dong Sub Kim, dan Presiden ExxonMobil Low Carbon Solutions Asia Pacific Irtiza Sayyed menandatangani perjanjian tersebut.
Nicke mengatakan bahwa kerja sama ini menunjukkan keseriusan Pertamina dalam mendorong program CCS dan penurunan emisi karbon di Indonesia, termasuk potensi penyimpanan CO2 domestik dan internasional di wilayah kerja Pertamina.
“Kerja sama dengan KNOC dan ExxonMobil menunjukkan keseriusan Pertamina dalam mempercepat transisi energi dan program penurunan emisi karbon di Indonesia melalui kolaborasi dengan mitra internasional. Tujuan kami adalah mengembangkan penyimpanan karbon di Indonesia karena potensi penyimpanan karbon yang besar di wilayah Asia Tenggara,” kata Nicke dalam keterangan tertulis, Kamis, 16 Mei 2024.
Penandatanganan kerja sama ini disaksikan oleh Acting Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Amerika Serikat Jason Rebholz; Perwakilan Kedutaan Besar (Kedubes) Korsel, Director Energy Technologies Division, Ministry of Trade, Industry and Energy Hong Sukyong; dan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI (Kemenko Marves) Jodi Mahardi.
Melalui kerja sama ini, ketiga pihak akan melaksanakan kerangka kerja kerja sama untuk memperluas kolaborasi trans-boundary value chain CCS serta memetakan potensi kolaborasi, transfer teknologi, transportasi, dan lokasi penyimpanan CO2. Hal ini diharapkan dapat mendukung pengembangan proyek CCS baik di Indonesia maupun di Korea Selatan.
President ExxonMobil Low Carbon Solutions Asia Pacific, Irtiza Sayyed, mengatakan bahwa kolaborasi ini dilakukan untuk mempercepat program pengurangan emisi.
“Bersama dengan Pertamina, KNOC, dan dukungan Pemerintah Indonesia, kami terus mendorong program penurunan emisi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kawasan sekitarnya,” ucap Irtiza.
Pertamina, sebagai perusahaan pemimpin dalam transisi energi, berkomitmen mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada Sustainable Development Goals (SDGs).
Seluruh upaya ini sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.