Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Trump Awali Pemerintahan dengan Menghapus Warisan Kebijakan Biden

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 21 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Trump Awali Pemerintahan dengan Menghapus Warisan Kebijakan Biden

KABARBURSA.COM - Donald Trump memulai masa jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 dengan langkah agresif yang langsung menghapus warisan Joe Biden. Hanya beberapa jam setelah resmi dilantik pada Senin, 29 Januari 2025, Trump memberikan pengampunan kepada hampir semua pendukungnya yang terlibat dalam kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021. Tak hanya itu, ia juga mengeluarkan serangkaian perintah eksekutif yang menegaskan niatnya untuk membentuk ulang institusi-institusi di Amerika Serikat.

Kembalinya Trump ke Gedung Putih, empat tahun setelah kalah dalam pemilihan, menjadi momen penuh kepercayaan diri. Ia menyebut masa jabatan barunya sebagai awal era keemasan bagi negeri itu. “Masuk kembali ke Oval Office adalah salah satu perasaan terbaik yang pernah saya alami,” ujar Trump, merujuk pada ruang kerja kepresidenan yang kini sudah direnovasi, dikutip dari AP di Jakarta, Selasa, 21 Januari 2025.

Trump memulai dengan mengesahkan berbagai kebijakan, termasuk memperkuat keamanan perbatasan, menetapkan kartel narkoba sebagai organisasi teroris asing, membatasi kewarganegaraan berdasarkan kelahiran, membekukan regulasi baru, dan membentuk gugus tugas untuk mengurangi ukuran pemerintahan federal. Puluhan kebijakan era Biden, mulai dari perubahan iklim hingga inisiatif kesetaraan, langsung dicabut.

Langkah pertama Trump begitu mengejutkan. Ia memberikan pengampunan kepada sekitar 1.500 orang yang terlibat dalam serangan Capitol, termasuk mereka yang telah dihukum karena menyerang petugas polisi. Bahkan, pemimpin kelompok Oath Keepers dan Proud Boys mendapatkan keringanan hukuman. Di luar penjara Washington D.C., kerumunan pendukung Trump berkumpul untuk menyambut pembebasan mereka.

“Para pendukung ini adalah sandera politik,” kata Trump kepada wartawan. “Mereka akan segera bebas, dan saya bangga bisa melakukannya.”

Dekorasi Baru hingga Janji Besar

[caption id="attachment_114583" align="alignnone" width="1198"] Presiden Joe Biden, tengah kiri, dan ibu negara Jill Biden, kiri, menyambut Presiden terpilih Donald Trump, tengah kanan, dan Melania Trump, kanan, setibanya di Gedung Putih, Senin, 20 Januari 2025, di Washington. (Foto: AP/Evan Vucci)[/caption]

Inaugurasi Trump menjadi perpaduan antara seremoni resmi dan retorika khasnya yang penuh humor dan sindiran tajam. Setelah dilantik di Rotunda Capitol karena cuaca ekstrem, Trump langsung meluncurkan agenda ambisiusnya. Ia juga sempat memuji dekorasi baru Oval Office, di mana potret Franklin Delano Roosevelt era Biden diganti dengan George Washington.

Dalam pidato pelantikannya, Trump mendeklarasikan pemulihan total Amerika dan revolusi akal sehat. Ia menyebut pemerintah berada dalam krisis kepercayaan dan berjanji untuk membalikkan pengkhianatan yang mengerikan demi mengembalikan kepercayaan, kekayaan, dan kebebasan rakyat Amerika. “Mulai saat ini, kemunduran Amerika sudah berakhir,” ujar Trump dengan penuh percaya diri, sementara Biden menyaksikan dari barisan depan.

Trump menjelaskan visinya untuk mengembalikan kejayaan Amerika dengan kebijakan-kebijakan yang dianggap kontroversial. Ia mengisyaratkan tarif baru untuk Kanada dan Meksiko, serta rencana kunjungan ke Tiongkok. Parade pelantikannya, yang biasanya menjadi acara ikonik, diganti dengan pertunjukan marching band di Capital One Arena.

Kepemimpinan Trump di periode kedua ini membawa janji perubahan besar dengan banyak kontroversi di depan mata. Ia tak hanya menghadapi tantangan dari masa lalu seperti pemakzulan, dakwaan kriminal, dan percobaan pembunuhan, tetapi juga tantangan baru yang akan menguji retorikanya tentang “restorasi total Amerika.

Babak Baru Trump

Hadir dalam upacara pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS ke-47 adalah Wakil Presiden Kamala Harris, yang menggantikan Joe Biden dalam pencalonan presiden setelah Biden memutuskan mundur dari pencalonan ulang musim panas lalu. Namun, Harris pun harus menelan kekalahan dari Trump dalam pemilu umum.

Trump menyatakan akan memimpin pemerintahan dengan memperluas wilayah Amerika alias merujuk pada ambisinya untuk membeli Greenland dari Denmark dan mengembalikan kendali negaranya atas Terusan Panama. Tak hanya itu, ia juga berjanji untuk “mewujudkan takdir di antara bintang-bintang” dengan meluncurkan astronot AS ke Mars. Elon Musk, pengusaha terkaya dunia dan pemilik perusahaan roket luar angkasa yang mendapat kontrak miliaran dolar dari pemerintah, tampak bersorak dan memberi acungan jempol saat Trump menyampaikan janjinya.

[caption id="attachment_114582" align="alignnone" width="1198"] Tamu undangan seperti Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, Sundar Pichai, dan Elon Musk tiba sebelum pelantikan presiden ke-60 di Rotunda Gedung Capitol AS di Washington, Senin, 20 Januari 2025. (Foto: AP/Julia Demaree Nikhinson, Pool)[/caption]

Pendukung Trump yang datang ke Washington untuk menyaksikan pelantikannya di National Mall terpaksa mencari tempat lain untuk menonton upacara setelah lokasi dipindahkan ke dalam Rotunda Capitol karena cuaca ekstrem. Namun, para taipan teknologi seperti Elon Musk, Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, Tim Cook, dan Sundar Pichai diberikan posisi istimewa dalam ruangan tersebut. Mereka bercengkerama dengan tim Trump, memadukan tampilan kekayaan di tengah seorang presiden Republikan yang juga miliarder, tetapi tetap mengklaim dirinya sebagai pejuang kelas pekerja.

Setelah pelantikan, Trump berjalan bersama Biden ke sisi timur gedung Capitol, tempat Biden naik helikopter untuk memulai hidup pasca-presidensi. Di sisi lain, Trump melanjutkan pidato yang lebih panjang dari pidato pelantikannya. Ia membahas teori konspirasi soal kecurangan pemilu dan melontarkan serangan terhadap musuh politiknya, termasuk Liz Cheney, yang ia sebut sebagai “orang gila yang suka menangis.”

“Saya rasa pidato ini lebih baik daripada yang saya sampaikan di atas tadi,” candanya.

Trump kemudian menuju Capital One Arena untuk menandatangani serangkaian perintah eksekutif di hadapan ribuan pendukung yang bersorak-sorai mengenakan topi “Make America Great Again.” Dalam gaya khas kampanyenya, Trump memadukan aksi teatrikal dengan kekuasaan presidensial. Sambil mencoret namanya dengan tinta hitam tebal, ia mengejek Biden. “Bisa bayangkan Biden melakukan ini? Saya rasa tidak!” katanya, lalu melemparkan pena ke arah penonton yang bersorak.

Pelantikan Trump ini menjadi bukti kebangkitan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Amerika. Empat tahun lalu, ia kehilangan kursi kepresidenan di tengah krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Trump sempat membantah kekalahannya, mengarahkan pendukungnya untuk menyerbu Capitol saat Kongres mengesahkan hasil pemilu, yang mencoreng tradisi transfer kekuasaan damai di AS.

Namun, Trump tak pernah kehilangan cengkeramannya pada Partai Republik. Meski diterpa dakwaan kriminal dan dua upaya pembunuhan, ia tetap mendominasi panggung politik, memanfaatkan frustrasi rakyat terhadap inflasi dan imigrasi ilegal.

Kini, Trump menjadi presiden pertama yang pernah divonis bersalah dalam kasus pidana—memalsukan catatan bisnis terkait pembayaran uang tutup mulut—yang kembali memimpin negara. Ia bersumpah “melindungi dan mempertahankan” Konstitusi dari tempat yang sama, Capitol, yang dulu diinvasi pendukungnya pada 6 Januari.

Pam Pollard, seorang pejabat lama Partai Republik dari Oklahoma yang hadir dalam pelantikan itu, berkata, “Kami semua percaya tangan Tuhan ada pada pria ini untuk dipilih.”

Sebelum meninggalkan jabatannya, Biden memberikan pengampunan kepada saudara-saudara dan iparnya, serta beberapa pejabat pemerintah yang menjadi sasaran kemarahan Trump. “Ini adalah keadaan luar biasa, dan saya tidak bisa dengan hati nurani membiarkan ini begitu saja,” ujar Biden.

Trump, di sisi lain, mengecam keputusan Biden itu. “Itu membuatnya terlihat sangat bersalah,” katanya kepada wartawan di Oval Office.

Saat ditanya apakah Biden meninggalkan surat di meja kerjanya—tradisi dalam transisi presiden—Trump menemukan sebuah amplop di laci. Ia mengangkat amplop itu ke depan kamera sambil bergurau, “Mungkin kita harus membacanya bersama-sama?” Namun, ia tidak membukanya.(*)