KABARBURSA.COM - TikTok, platform video pendek yang populer, menanti perintah eksekutif dari Presiden Donald Trump untuk memberikan waktu tambahan mencapai kesepakatan yang memungkinkan aplikasinya tetap beroperasi di Amerika Serikat (AS). Hal ini menyusul kembalinya Trump ke kursi kepresidenan pada hari Senin, 20 Januari 2025, sementara China mengisyaratkan keterbukaan terhadap transaksi yang dapat memperpanjang eksistensi TikTok di pasar AS.
Pada Sabtu, 18 Januari 2025 malam, TikTok sempat dihentikan untuk pengguna AS, beberapa jam sebelum undang-undang yang mengharuskan pemiliknya, ByteDance, menjual aplikasi tersebut berlaku pada Minggu, 19 Januari 2025. Namun, layanan aplikasi itu kembali aktif pada Minggu, 19 Januari 2025 setelah Trump memberikan jaminan tidak akan ada denda besar bagi TikTok dan mitra bisnisnya.
Meski demikian, aplikasi ini masih belum tersedia untuk diunduh di toko aplikasi Apple dan Google karena kedua perusahaan tersebut menunggu kepastian hukum lebih lanjut.
“Terus terang, kami tidak punya pilihan. Kita harus menyelamatkannya,” kata Trump dalam sebuah rapat umum pada Minggu, 19 Januari 2025, menjelang pelantikannya, sambil menyebutkan rencana usaha patungan untuk memulihkan TikTok, aplikasi yang telah menarik perhatian sekitar 170 juta warga AS, seperti dikutip Reuters.
CEO TikTok, Shou Zi Chew, turut hadir dalam pelantikan Trump, bersama sejumlah CEO teknologi terkemuka seperti Jeff Bezos dari Amazon, Mark Zuckerberg dari Meta, dan Sundar Pichai dari Google. TikTok juga menjadi sponsor acara pesta pelantikan yang diselenggarakan oleh kelompok pemuda konservatif.
Trump menyatakan bahwa ia akan mengeluarkan perintah eksekutif untuk memberikan TikTok keringanan dari larangan tersebut setelah ia resmi menjabat. TikTok pun mengutip pernyataan ini dalam pemberitahuan kepada para penggunanya.
Seperti dilaporkan oleh Reuters, dalam perkembangan terbaru, Kementerian Luar Negeri China mengisyaratkan keterbukaan terhadap transaksi yang memungkinkan TikTok tetap beroperasi di AS.
Juru bicara kementerian, Mao Ning, mengatakan dalam konferensi pers pada Senin, 20 Januari 2025, “Kami berharap AS dapat benar-benar mendengarkan suara akal sehat dan memberikan lingkungan bisnis yang terbuka, adil, serta tidak diskriminatif bagi perusahaan yang beroperasi di sana.”
Namun, tidak semua pihak di AS mendukung langkah ini. Beberapa senator Partai Republik, seperti Tom Cotton dan Pete Ricketts, menolak upaya Trump untuk memberikan kelonggaran hukum kepada TikTok.
“Sekarang setelah hukum berlaku, tidak ada dasar hukum untuk jenis 'perpanjangan' dari tanggal efektifnya. ByteDance harus menyetujui penjualan yang memutus semua hubungan dengan Komunis China,” kata mereka dalam pernyataan bersama.
Sementara itu, beberapa pengguna TikTok di AS merespons dengan campuran rasa lega dan kekhawatiran. Beberapa mempertanyakan apakah perubahan dalam struktur kepemilikan perusahaan akan memengaruhi pengalaman mereka menggunakan aplikasi tersebut.
“Saya tidak ingin keajaiban algoritma itu berubah,” kata Kelly Sites, seorang pembuat konten dari Kansas City. Kekhawatiran ini didukung oleh laporan yang menyebutkan bahwa algoritma TikTok adalah inti dari operasinya, yang membuat penjualan aplikasi beserta algoritmanya menjadi tidak mungkin.
Pengguna lain, seperti Richard "Chuck" Fasulo, seorang influencer otomotif, mengaku kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. “Saya pikir, seperti banyak orang lain, saya telah kehilangan banyak rasa hormat terhadap pemerintah AS,” katanya.
Namun, beberapa pengguna seperti Charlotte Warren lebih memilih adanya tindakan politik daripada kehilangan TikTok selamanya. TikTok, menurut Warren, adalah sumber pendapatan signifikan yang sulit tergantikan oleh platform lain.
Trump’s keputusan untuk menyelamatkan TikTok mencerminkan perubahan sikapnya dari masa jabatan pertama. Pada 2020, ia berusaha melarang TikTok karena dugaan ancaman terhadap keamanan nasional. Namun, pada kampanye 2024, ia mengakui peran aplikasi ini dalam menarik pemilih muda. Trump kini berencana menjalin kemitraan dengan perusahaan seperti Oracle dan Walmart untuk mengelola TikTok di AS.
Di tengah hubungan AS-China yang semakin tegang, Trump berupaya memanfaatkan negosiasi TikTok untuk mendapatkan konsesi dari pemerintah China. Elon Musk, salah satu penasihat Trump, menyarankan agar pembicaraan ini juga membuka akses untuk platform AS seperti X (sebelumnya Twitter) di pasar China.
Langkah Trump untuk melindungi TikTok menimbulkan perdebatan luas, tetapi jelas bahwa aplikasi ini memiliki peran besar dalam kehidupan digital dan ekonomi jutaan warga AS. Kini, keputusan akhir ada di tangan pemerintah, perusahaan, dan pemilik TikTok untuk memastikan keberlanjutan platform tersebut di tengah tantangan geopolitik. (*)