KABARBURSA.COM - Badan Legislasi atau Baleg DPR RI secara mendadak mengadakan rapat tertutup pada hari ini, Senin, 20 Januari 2025. Agenda rapat tersebut membahas penyusunan revisi ketiga terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, menjelaskan rapat ini merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan sebelumnya antara pimpinan Baleg dan para ketua kelompok fraksi (Kapoksi) di Baleg. Hasil rapat itu di antaranya menugaskan tim ahli untuk merumuskan RUU Perubahan UU Minerba.
"Pimpinan Baleg menugaskan tim ahli untuk merumuskan RUU Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara," ujar Bob di ruang Rapat Pleno RUU Minerba, Senayan, Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Bob Hasan mengatakan revisi UU Minerba mencakup empat poin utama. Pertama, percepatan hilirisasi mineral dan batu bara yang dinilai penting untuk mempercepat tercapainya swasembada energi di Indonesia. Kedua, pengaturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat berbasis keagamaan.
Selain itu, poin ketiga membahas pemberian IUP kepada perguruan tinggi, sedangkan poin keempat menyangkut alokasi IUP untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hingga kini, pembahasan dalam rapat tersebut masih dilakukan secara terbatas.
[caption id="attachment_107057" align="alignnone" width="1200"] Tongkang batu bara terlihat antre untuk ditarik menyusuri Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia, 31 Agustus 2019. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan.[/caption]
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkenalkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020, yang merevisi Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dikutip dari laman esdm.go.id, Minggu, 19 Januari 2025, regulasi baru ini membawa perubahan besar dalam tata kelola sektor pertambangan di Indonesia.
Undang-undang ini dirancang untuk menghadirkan pengaturan yang lebih komprehensif guna menjawab berbagai tantangan di sektor pertambangan mineral dan batu bara. Fokusnya tidak hanya pada kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah yang berkelanjutan, tetapi juga pada upaya menjaga kelestarian lingkungan.
Salah satu poin penting dalam UU Nomot 3 Tahun 2020 adalah penguatan aturan soal reklamasi dan pasca-tambang. Dalam regulasi sebelumnya, pemegang izin usaha pertambangan (IUP dan IUPK) diwajibkan menyediakan dana jaminan reklamasi dan pascatambang. Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, sanksi berupa penugasan pihak ketiga untuk melaksanakan reklamasi akan diberlakukan.
Namun, undang-undang baru ini menerapkan langkah yang lebih tegas. Selain sanksi administratif, aturan ini memperkenalkan ancaman sanksi pidana yang lebih berat bagi pemegang izin yang gagal memenuhi kewajibannya. Mereka yang tidak melaksanakan reklamasi atau pascatambang, atau yang tidak menempatkan dana jaminan untuk tujuan tersebut, kini dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun dan denda mencapai Rp100 miliar.
Tidak hanya itu, pelaku pelanggaran juga dapat dikenai pidana tambahan berupa kewajiban pembayaran dana untuk pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Dengan aturan ini, pemerintah berharap dapat memastikan pengelolaan tambang yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan di masa depan.
[caption id="attachment_95769" align="alignnone" width="1597"] Ilustrasi pertambangan batu bara di Indonesia. (Foto: Reuters/Zevanya Suryawan)[/caption]
Pemerintah sebelumnya hanya dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada perusahaan tambang yang tidak memenuhi kewajiban reklamasi dan pasca-tambang. Namun, hadirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 mengubah pendekatan tersebut. Regulasi baru ini memberikan kewenangan bagi pemerintah untuk menerapkan sanksi yang jauh lebih tegas, seperti ancaman pidana kepada pelaku usaha yang tidak mematuhi kewajiban lingkungan mereka.
Sanksi pidana yang diperkenalkan dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 dirancang untuk memastikan bahwa pemegang IUP dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) benar-benar menjalankan tanggung jawab mereka terhadap lingkungan. Langkah ini diharapkan mampu memberikan efek jera dan mendorong praktik tambang yang lebih bertanggung jawab.
Pelaksana Tugas Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba, Sujatmiko, mengatakan tujuan utama undang-undang ini adalah untuk mencegah munculnya lubang bekas tambang yang terbengkalai atau potensi pencemaran lingkungan yang lebih luas. Dengan ketegasan hukum ini, pemerintah berharap pengelolaan lingkungan hidup dalam sektor pertambangan menjadi lebih baik dan berkelanjutan.
Penerapan aturan ini juga diharapkan mengurangi kerusakan akibat operasi tambang yang tidak bertanggung jawab. Para pemegang IUP dan IUPK kini diwajibkan untuk tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga mengelola dampak lingkungan yang mereka tinggalkan.(*)