KABARBURSA.COM - Peluncuran aplikasi Coretax pada awal tahun 2025 sebagai platform administrasi perpajakan baru justru menuai kritik dari masyarakat. Banyak pengguna melaporkan kendala teknis. Masyarakat mengeluhkan proses pendaftaran atau pembuatan akun baru karena prosesnya rumit dan dinilai tak ramah bagi orang awam.
“Lama, ribet. Kalau orang awam suruh bikin kayak gitu mungkin nggak bisa, ya. Nggak paham lah pokoknya. Kalau orang awam langsung bikin Coretax, gimana caranya?” ungkap konsultan pajak Harry Anggara kepada kabarbursa.com, Sabtu, 18 Januari 2025.
Harry menjelaskan, sistem ini mengharuskan pengguna memulai dari akun pribadi sebelum akhirnya diarahkan kepada perusahaan terdaftar.
“Jadi Coretax ini impersonate ya, namanya itu disebutkan begitu. Misalkan saya punya perusahaan, saya buka Coretax-nya dari akun pribadi dulu. Nanti di impersonate-nya itu bisa ditunjukkan ke PT mana yang punya saya,” jelasnya.
Menurutnya, pendekatan yang digunakan Coretax justru menambah kerumitan bagi wajib pajak. Sistem Coratex saat ini mengharuskan pengguna memulai dari akun pribadi terlebih dulu sebelum diarahkan ke perusahaan terdaftar.
Ia pun mempertanyakan mengapa sistem tersebut tidak langsung dibuat untuk badan usaha, sehingga tidak perlu melalui proses bolak-balik dari akun pribadi ke perusahaan.
“Mainnya tuh dari pribadi dulu, baru ke perusahaan. Kenapa nggak dibikin langsung ke badannya aja kalau mau? Jadi sebenarnya ini jadi bolak-balik, dari pribadinya dulu, habis itu kita impersonate-nya ke perusahaannya,” ujar Harry.
Proses ini, lanjutnya, menjadi beban tambahan bagi pengguna, terutama yang tidak terbiasa dengan teknis administrasi seperti ini. Ia menuturkan, sistem ini mungkin tidak rumit bagi pihak pembuatnya, tapi justru rumit bagi wajib pajak. Harry juga menyoroti masalah kesulitan dalam pembuatan faktur pajak hingga singkronisasi data yang tidak optimal.
“Coretax ini masih banyak bug-nya. Untuk bikin PPN pajak keluaran itu masih susah banget. Sistemnya masih terkendala. Bahkan, sinkronisasi antara DJP Online dan Coretax juga belum berjalan baik,” ujar Harry.
Membingungkan Konsultan Pajak
Harry menjelaskan bahwa sistem Coretax belum memiliki fitur yang memudahkan pengguna untuk memeriksa faktur sebelum diunggah. Hal ini menjadi masalah besar karena kesalahan input baru diketahui setelah faktur diunggah.
“Kalau di sistem lama, e-Faktur desktop, kita bisa preview dulu sebelum upload. Tapi di Coretax, kita harus upload dulu baru bisa lihat hasilnya. Kalau ada kesalahan, harus bikin pembetulan lagi. Ini jelas bikin repot, apalagi kalau kita dikejar klien,” keluhnya.
Masalah semakin pelik karena waktu pemrosesan faktur yang lambat. “Saya bikin faktur pajak tanggal 13 Januari, harusnya hari itu juga selesai. Tapi saya harus menunggu sampai 1-2 hari baru faktur itu bisa ter-upload. Padahal, klien juga butuh kepastian cepat,” tambah Harry.
Selain kendala teknis, Harry juga mengkhawatirkan keamanan data dalam sistem ini. Ia mendengar bahwa database Coretax berada di luar negeri, yang berpotensi meningkatkan risiko kebocoran data.
“Kalau benar data base-nya di luar Indonesia, ini bahaya. Jangan sampai data kita bocor ke pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Saat ini, Harry dan WP lainnya hanya bisa menunggu perbaikan sistem yang belum jelas kapan akan selesai.
“Orang pajak pun bilangnya ‘lakukan secara berkala’. Tapi sampai kapan? Kita dikejar-kejar target pelaporan, sementara sistemnya belum siap,” tutupnya.
Luhut Pasang Badan
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meminta publik memberi waktu sekitar tiga hingga empat bulan agar sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat berfungsi dengan maksimal.
“Jangan terlalu cepat mengkritik. Berikan waktu tiga hingga empat bulan agar sistem ini bisa berjalan optimal,” ujar Luhut di Jakarta, Rabu 15 Januari 2024.
Namun, Luhut juga menegaskan bahwa kritik dari masyarakat tetap diperlukan. Ia mengakui bahwa setiap sistem pasti memiliki kekurangan, dan partisipasi aktif publik sangat dibutuhkan.
“Pada bulan pertama, pasti ada kekurangan di sana-sini. Tapi, jangan buru-buru memberikan kritik,” tambahnya.
Luhut mengungkapkan bahwa ia sudah berdiskusi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai perkembangan sistem Coretax. Keduanya optimistis bahwa sistem tersebut dapat mencapai tujuannya.
Selain itu, Sri Mulyani dan Luhut juga telah membahas rencana integrasi sistem Coretax dengan layanan digital pemerintah (govtech). Menkeu menjelaskan bahwa pengembangan Coretax merupakan bagian dari reformasi perpajakan, yang bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh sistem administrasi pajak.
Dengan integrasi ini, diharapkan proses administrasi perpajakan akan menjadi lebih efisien, transparan, akuntabel, serta dapat mendorong peningkatan kepatuhan wajib pajak. (*)Ayy