Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Trump Beri Deadline 90 Hari pada TikTok untuk Hengkang dari AS

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 19 January 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Trump Beri Deadline 90 Hari pada TikTok untuk Hengkang dari AS

KABARBURSA.COM - Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, menyatakan pada Sabtu, 18 Januari 2025, waktu setempat, bahwa dirinya "kemungkinan besar" akan memberikan penangguhan selama 90 hari kepada TikTok dari ancaman pelarangan penuh setelah ia resmi menjabat pada Senin, 20 Januari 2025.

Pernyataannya ini muncul di tengah kekhawatiran pengguna TikTok, yang jumlahnya mencapai 170 juta orang di AS, menjelang potensi penghentian operasional aplikasi tersebut pada Minggu, 19 Januari 2025, waktu setempat.

Dalam wawancara dengan NBC, Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut hampir pasti akan diumumkan.

“Penangguhan selama 90 hari itu sangat mungkin dilakukan, karena memang pantas. Jika saya memutuskan untuk melakukannya, kemungkinan besar saya akan mengumumkannya pada Senin," kata Trump.

TikTok, aplikasi milik ByteDance dari Tiongkok yang telah menjadi salah satu platform utama di Amerika, sebelumnya mengumumkan bahwa pihaknya akan menghentikan layanannya di AS mulai hari ini, jika pemerintahan Joe Biden tidak memberikan jaminan bahwa perusahaan teknologi seperti Apple dan Google tidak akan menghadapi sanksi hukum jika aplikasi tersebut tetap berjalan setelah pelarangan diberlakukan.

Berdasarkan undang-undang yang disahkan tahun lalu dan baru-baru ini ditegaskan oleh Mahkamah Agung AS melalui keputusan bulat, TikTok diwajibkan memutuskan hubungan dengan induk perusahaannya di Tiongkok atau menghentikan operasinya di AS untuk menjawab kekhawatiran terkait ancaman terhadap keamanan nasional.

Gedung Putih, melalui juru bicara Karine Jean-Pierre, menyatakan bahwa keputusan sepenuhnya berada di tangan pemerintahan Trump yang akan segera memulai tugasnya. Hal ini meningkatkan kemungkinan TikTok benar-benar akan dihentikan pada Minggu, meskipun administrasi saat ini enggan mengambil langkah tegas.

"Kami tidak melihat alasan bagi TikTok atau perusahaan lain untuk mengambil tindakan apa pun dalam beberapa hari ke depan sebelum pemerintahan Trump resmi dilantik," tegas Karine.

Menanggapi hal ini, TikTok belum memberikan pernyataan lebih lanjut, sementara kedutaan besar Tiongkok di Washington menuduh AS menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menekan TikTok.

“Tiongkok akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk dengan tegas melindungi hak dan kepentingan sahnya,” ujar seorang juru bicara.

Di sisi lain, komunitas pengguna TikTok mulai mengucapkan salam perpisahan, dengan beberapa pengguna memposting video penuh emosional sebagai upaya terakhir mereka berinteraksi dengan pengikutnya.

Salah satunya adalah Brittany Williams, seorang influencer kebugaran dengan 64.000 pengikut, yang dengan cemas bertanya kepada penggemarnya apakah TikTok benar-benar akan diblokir pada Minggu.

Jika Trump secara resmi mengeluarkan keputusan penangguhan, perusahaan mitra TikTok seperti Apple, Google, dan Oracle kemungkinan dapat melanjutkan kerja sama tanpa menghadapi ancaman hukum. Namun, tanpa pengumuman resmi, layanan hosting TikTok dapat dihentikan kapan saja, meninggalkan ketidakpastian besar bagi aplikasi yang telah membentuk budaya digital global itu.

Langkah ini menjadi penanda hubungan AS-Tiongkok yang kian memanas, khususnya dalam sektor teknologi. Meski pelarangan sebelumnya diprakarsai oleh Trump di akhir masa jabatan pertamanya, nasib TikTok kini menjadi salah satu isu utama.

Warga Mulai Mencari Alternatif Lain

Ketidakpastian mengenai masa depan TikTok telah memicu perpindahan besar-besaran pengguna, terutama generasi muda, ke aplikasi alternatif seperti RedNote, yang juga berbasis di Tiongkok.

Di sisi lain, para pesaing utama seperti Meta dan Snap mengalami kenaikan nilai saham sepanjang bulan ini. Para investor tampaknya bertaruh pada peningkatan pengguna dan pendapatan iklan yang akan mengalir ke platform tersebut setelah larangan TikTok diberlakukan.

Perusahaan-perusahaan pemasaran yang sangat bergantung pada TikTok kini sibuk membuat rencana darurat dalam minggu terakhir ini. Salah seorang eksekutif menggambarkan situasi ini sebagai momen "kepanikan luar biasa" setelah berbulan-bulan keyakinan bahwa solusi yang akan mempertahankan keberadaan aplikasi itu pada akhirnya akan ditemukan.

Sementara itu, ada indikasi bahwa TikTok mungkin dapat kembali beroperasi di bawah pemerintahan Donald Trump. Trump sendiri telah menyatakan bahwa ia ingin menyelesaikan masalah ini melalui "resolusi politik." Bahkan, bulan lalu ia meminta Mahkamah Agung untuk menunda pelaksanaan larangan tersebut.

CEO TikTok Shou Zi Chew, dilaporkan akan menghadiri pelantikan presiden AS pada hari Senin mendatang, dan ia akan duduk di antara tamu-tamu kehormatan atas undangan langsung dari Trump. Kehadirannya ini meningkatkan spekulasi bahwa langkah politis untuk mempertahankan aplikasi populer ini masih memungkinkan.

Beberapa pihak dilaporkan tertarik untuk mengambil alih operasional TikTok di AS. Salah satunya adalah mantan pemilik tim bisbol Los Angeles Dodgers, Frank McCourt. Media juga melaporkan adanya pembicaraan dengan Beijing tentang kemungkinan menjual operasi TikTok di Amerika Serikat kepada Elon Musk, seorang miliarder yang dikenal dekat dengan Trump. Namun, TikTok telah membantah laporan tersebut.

Saat ini, ByteDance, induk perusahaan TikTok, dimiliki sekitar 60 persen oleh investor institusi besar seperti BlackRock dan General Atlantic. Sementara itu, 20 persen saham lainnya masing-masing dimiliki oleh para pendiri dan karyawan perusahaan. ByteDance sendiri memiliki lebih dari 7.000 karyawan yang bekerja di Amerika Serikat.

Nilai bisnis TikTok diperkirakan mencapai USD50 miliar. Jika ada kesepakatan politik atau transaksi bisnis yang terjadi, masa depan TikTok bisa berubah secara drastis, baik untuk pengguna maupun industri teknologi secara keseluruhan.(*)