KABARBURSA.COM - CEO Nvidia, Jensen Huang, mengumumkan pada Jumat ia tidak akan menghadiri pelantikan Presiden AS terpilih, Donald Trump, melainkan akan berada di jalan untuk merayakan Tahun Baru Imlek bersama karyawan dan keluarga mereka. Hal itu disampaikan Huang kepada para wartawan di luar acara perayaan tahun baru Nvidia di Taipei.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Jumat, 17 Januari 2025, ketika ditanya apakah ia telah berdiskusi dengan pemerintahan Trump mengenai aturan ekspor chip kecerdasan buatan (AI) baru yang diumumkan pemerintahan Biden pekan ini, Huang menjawab, “Belum. Saya menantikan untuk memberi selamat kepada pemerintahan Trump ketika mereka resmi menjabat.”
Huang juga mengungkapkan ia sempat bertemu dengan C.C. Wei, ketua TSMC, pemasok utama Nvidia, untuk makan siang. Dalam pertemuan tersebut, mereka mendiskusikan peningkatan produksi chip AI tercanggih Nvidia, Blackwell. Permintaan yang melonjak untuk chip ini telah mendorong Nvidia, perusahaan yang berbasis di Santa Clara, California, menjadi salah satu perusahaan paling berharga di dunia dengan valuasi pasar lebih dari USD3 triliun (Rp48.000 triliun dengan kurs Rp16.000).
Namun, aturan ekspor baru yang diumumkan pemerintahan Biden pada 13 Januari dapat mempersulit Nvidia mencapai pertumbuhan pendapatan yang diharapkan investor. Aturan ini membatasi ekspor chip AI ke sebagian besar negara, kecuali untuk sekumpulan kecil sekutu dekat AS seperti Taiwan. Sementara itu, ekspor ke negara-negara seperti China tetap diblokir untuk mencegah Beijing mendapatkan teknologi canggih yang dapat meningkatkan kemampuan militernya.
Pada Senin pekan ini, Nvidia mengkritik langkah Washington ini, menyebut aturan tersebut dapat merusak kepemimpinan AS dalam teknologi AI. Meskipun belum jelas bagaimana pemerintahan Trump akan menerapkan aturan tersebut, pandangan kedua pemerintahan mengenai ancaman kompetitif dari China cenderung serupa. Aturan baru ini akan berlaku 120 hari setelah dipublikasikan dan memberikan waktu bagi pemerintahan Trump untuk mempertimbangkan lebih lanjut.
Sementara itu, Huang diketahui menghadiri pesta tahun baru Nvidia di Shenzhen pada Rabu lalu, seperti yang terlihat dalam unggahan media sosial China. Ia juga dijadwalkan menghadiri acara serupa di Beijing pada Senin mendatang. Hingga berita ini ditulis, Nvidia belum memberikan tanggapan resmi terkait hal ini.
[caption id="attachment_109976" align="alignnone" width="1600"] Gedung Endeavor milik Nvidia di Santa Clara, California. Foto: nvidia.com.[/caption]
Tahun 2024 menjadi momen emas bagi Nvidia. Nilai pasar perusahaan pembuat chip ini melejit dari USD1,2 triliun (sekitar Rp19.200 triliun) pada akhir 2023 menjadi USD3,28 triliun (sekitar Rp52.480 triliun) di penghujung tahun, mencatatkan kenaikan lebih dari USD2 triliun (sekitar Rp32.000 triliun).
Lonjakan luar biasa ini menjadikan Nvidia sebagai perusahaan dengan pertumbuhan nilai pasar terbesar secara global, didorong oleh minat besar terhadap teknologi kecerdasan buatan (AI) dan tingginya permintaan chip AI di berbagai sektor. Dengan pencapaian ini, Nvidia kini menjadi perusahaan publik paling bernilai kedua di dunia.
Sementara itu, Apple tetap memimpin dengan nilai pasar hampir USD4 triliun (sekitar Rp64.000 triliun), rekor tertinggi sepanjang sejarah, berkat optimisme terhadap pengembangan fitur berbasis AI yang diharapkan menghidupkan kembali penjualan iPhone.
Microsoft berada di peringkat ketiga dengan nilai pasar USD3,1 triliun (sekitar Rp49.600 triliun), diikuti Alphabet dan Amazon, masing-masing dengan USD2,3 triliun (sekitar Rp36.800 triliun). Kelima raksasa teknologi ini memberikan kontribusi signifikan terhadap kenaikan indeks saham global pada 2024, dengan S&P 500 naik 23,3 persen dan Nasdaq melonjak 28,6 persen.
Meski begitu, tantangan seperti ketegangan tarif antara Amerika Serikat dan China serta potensi pelambatan pemangkasan suku bunga tetap membayangi sektor teknologi. Namun, para analis optimis terhadap prospek sektor ini pada 2025.
Direktur Utama dan Analis Riset Ekuitas Senior di Wedbush Securities, Daniel Ives, memperkirakan saham teknologi bisa tumbuh hingga 25 persen. Ia menghubungkan prediksinya dengan regulasi yang lebih longgar di bawah pemerintahan Donald Trump, penguatan inisiatif AI, dan fondasi kuat dari raksasa teknologi, termasuk Tesla.
“Kami percaya saham teknologi akan tetap kuat pada 2025 berkat Revolusi AI dan investasi tambahan senilai lebih dari USD2 triliun (sekitar Rp32.000 triliun) dalam AI selama tiga tahun ke depan,” kata Ives.
Terpukul Pembatasan Ekspor AS
Nvidia menghadapi tekanan berat setelah pemerintahan Biden memperketat pembatasan ekspor chip kecerdasan buatan (AI), yang dirancang untuk membatasi distribusi global prosesor canggih. Kebijakan ini, menurut analis dan investor, dapat berdampak besar pada pendapatan perusahaan.
Aturan baru tersebut membatasi ekspor chip AI ke mayoritas negara, kecuali sekutu dekat Amerika Serikat. China tetap menjadi salah satu negara yang terkena blokade ini, di tengah upaya Washington menutup celah peraturan untuk mencegah Beijing mengakses teknologi yang dapat memperkuat kemampuan militernya.
Permintaan chip AI yang melonjak telah mengangkat Nvidia menjadi salah satu perusahaan paling bernilai di dunia, dengan kapitalisasi pasar melampaui USD3 triliun. Namun, pembatasan ini mengancam laju pertumbuhan pendapatan yang selama ini diandalkan. Seperti dilansir reuters di Jakarta, Selasa 14 Januari 2024.
“Pasar Nvidia akan sangat terbatas. Hampirsetengah dari chipnya saat ini diekspor ke negara-negara yang akan dilarang di bawah aturan baru ini,” ujar analis D.A. Davidson, Gil Luria.(*)