Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

MBG Diusulkan Melalui Zakat, Baznas RI Tegaskan Prioritas ini

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 15 January 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
MBG Diusulkan Melalui Zakat, Baznas RI Tegaskan Prioritas ini

KABARBURSA.COMKetua Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia (Baznas RI) Noor Achmad menanggapi usulan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bachtian Najamudin terkait pembiayaan makan bergizi gratis (MBG) melalui zakat.

Noor menjelaskan bahwa Baznas memiliki prinsip dasar dalam mendistribusikan zakat, infak, dan sedekah kepada mereka yang berhak, atau yang disebut sebagai mustahik, yang mencakup fakir miskin dan kelompok-kelompok lain yang membutuhkan.

“Jika sasarannya adalah fakir miskin, kami akan melakukan itu. Prioritas utama kami adalah membantu mereka yang membutuhkan. Tentu saja, untuk yang tidak termasuk dalam kategori fakir miskin, kami akan melakukan verifikasi terlebih dahulu,” ujar Noor di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Januari 2025.

Noor juga menegaskan bahwa selama ini, Baznas RI selalu berkomitmen untuk menyalurkan bantuan kepada yang membutuhkan, tanpa mempermasalahkan jenis kegiatan, termasuk program MBG yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Selama ini, kami tidak membatasi program bantuan kami pada jenis acara tertentu. Siapa saja yang membutuhkan makan, terutama fakir miskin, kami akan bantu. Kami selalu sampaikan, siapa pun yang tidak bisa makan, datang saja ke Baznas, pasti ada bantuan di sana,” tambahnya.

Mengenai usulan penggunaan dana zakat untuk program MBG, Noor menyatakan bahwa jika targetnya adalah fakir miskin, maka tidak ada masalah.

“Kami tidak bisa menolak bantuan untuk fakir miskin, karena mereka adalah yang paling membutuhkan,” ujar Noor.

Ia juga menyampaikan bahwa Baznas RI akan terus berfokus pada pemberian bantuan yang tepat sasaran, mengutamakan mereka yang benar-benar membutuhkan bantuan, sesuai dengan ketentuan zakat yang berlaku.

Kebijakan ini, menurut Noor, penting untuk memastikan bahwa zakat yang terkumpul benar-benar digunakan untuk membantu mereka yang membutuhkan dan meringankan beban mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Habiskan Anggaran Rp800 Miliar per Hari

Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan bahwa program MBG direncanakan akan menghabiskan anggaran sebesar Rp800 miliar per hari.

Menurutnya, pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memfokuskan perhatian pada penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui investasi yang signifikan dalam program ini.

Jika program ini dijalankan secara penuh, akan ada sekitar 82,9 juta penerima manfaat dengan total anggaran mencapai Rp400 triliun.

“Ketika program ini dilaksanakan, Badan Gizi Nasional akan mengeluarkan Rp1,2 triliun setiap hari untuk investasi masa depan SDM, di mana sekitar 75 persen dari jumlah tersebut akan digunakan untuk intervensi program MBG, yakni sekitar Rp800 miliar per hari,” jelas Dadan dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta.

Anggaran Rp800 miliar tersebut akan dialokasikan untuk membeli bahan baku makanan dari produk pertanian, sehingga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat.

“Salah satu masalah dalam ekonomi Indonesia selama ini adalah kurangnya likuiditas di pedesaan. Melalui program investasi ini, kami berharap likuiditas di desa akan meningkat,” tambah Dadan

Dalam uji coba program ini yang melibatkan 3.000 anak, dibutuhkan sekitar 200 Kg beras, 350 Kg ayam atau 3.000 butir telur, 350 Kg sayuran, dan 600 liter susu per hari.

“Jika program ini berjalan sepenuhnya, akan ada sekitar 30.000 satuan pelayanan di seluruh Indonesia yang akan melayani ibu hamil, ibu menyusui, balita, serta anak-anak dari PAUD hingga SMA, termasuk santri dan sekolah-sekolah keagamaan. Ini merupakan skala yang sangat besar,” terangnya.

Sebagai contoh, jika satu satuan pelayanan memerlukan 350 Kg sayuran setiap hari, koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat berkoordinasi dengan petani untuk menanam sayuran sesuai kebutuhan tersebut. Kebutuhan 600 liter susu per hari juga setara dengan produksi dari 60 ekor sapi untuk satu satuan pelayanan.

“Kami ingin memperoleh bahan baku dari BUMDes dan koperasi. Jadi, jika ada pengusaha besar yang ingin bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional, mereka dapat berkoordinasi dengan koperasi dan BUMDes agar mereka juga mendapatkan manfaat ekonomi dari program ini,” ungkap Dadan.

Sejumlah Tantangan Dihadapi

Ekonom CORE Indonesia, Muhammad Faisal, mengungkapkan sejumlah tantangan yang perlu dihadapi dalam implementasi program MBG yang akan dimulai pada Januari 2025.

Menurut Faisal, meskipun program ini memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi siswa, ada sejumlah hal yang harus dipersiapkan dengan matang agar tujuan program ini tercapai secara efektif.

Faisal menyoroti pentingnya perencanaan yang matang mengenai modalitas distribusi makanan bergizi tersebut, khususnya dalam hal cara penyediaan dan pemasokan bahan baku yang akan digunakan.

Salah satu model yang saat ini dipertimbangkan adalah sistem dapur umum sentral, yang memungkinkan makanan dibagikan secara merata ke sekolah-sekolah. Namun, Faisal mengingatkan bahwa fokus tidak hanya harus pada distribusi makanan, tetapi juga bagaimana makanan tersebut bisa memberikan manfaat bagi ekonomi lokal.

“Jangan hanya melihat distribusi makanan yang lancar, tetapi juga dampaknya pada pemasok lokal, terutama UMKM. Jika bahan baku makanan banyak berasal dari luar daerah atau luar negeri, ini akan mengurangi dampak positif terhadap perekonomian lokal dan multiplier effect-nya,” ujar Faisal dalam diskusi CORE Media Discussion (CMD) di Gedung CORE Indonesia, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Desember 2024.

Faisal juga menekankan pentingnya persiapan yang matang terkait dengan kualitas makanan yang diberikan kepada siswa. Ia mencatat, salah satu tantangan yang perlu diantisipasi adalah potensi food waste, atau pemborosan makanan, yang sering terjadi karena ketidaksesuaian menu dengan selera dan preferensi anak-anak sekolah.

Sebagai contoh, ketika menu makanan tidak sesuai dengan keinginan mereka, seperti sayuran yang tidak diminati, maka makanan tersebut bisa terbuang percuma.

“Edukasi kepada para penerima manfaat, dalam hal ini siswa, sangat penting. Jika mereka tidak mengerti pentingnya makanan bergizi, seperti sayuran, maka kita akan menghadapi masalah besar berupa food waste,” terang Faisal.

Selain itu, Faisal juga mempertanyakan apakah anggaran yang dialokasikan untuk program MBG, yang diperkirakan mencapai Rp799 juta per hari, sudah cukup memadai mengingat banyaknya faktor yang perlu dipertimbangkan.

Ia menyoroti bahwa harga Rp10.000 per porsi makanan mungkin tidak cukup di beberapa daerah, terutama di luar Jawa, yang memiliki biaya hidup lebih tinggi.

“Rp10.000 untuk satu porsi makanan sudah sangat tipis, terutama di luar Jawa. Jika anggaran ini dipaksakan, bisa berisiko menurunkan kualitas makanan yang diberikan. Ini harus menjadi perhatian besar,” tambah Faisal.

Faisal juga mengusulkan agar pemerintah menggali potensi pembiayaan lain, selain hanya mengandalkan APBN. Salah satu alternatif yang bisa dieksplorasi adalah partisipasi korporasi melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Dengan melibatkan sektor swasta, diharapkan dapat meningkatkan nilai manfaat program ini tanpa membebani anggaran negara.

“Pemerintah sebaiknya tidak hanya bergantung pada APBN. Jika bisa melibatkan CSR atau skema pembiayaan lain, itu akan sangat membantu dan sesuai dengan keinginan pemerintah untuk menjaga agar beban APBN tidak terlalu berat,” tambah peneliti yang tengah mengenakan batik berwarna krem-cokelat.

Untuk memastikan keberhasilan program ini, Faisal menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, serta perencanaan yang matang dalam hal distribusi, kualitas makanan, dan keberlanjutan program.

“Jika semua ini dipersiapkan dengan baik, maka program makan bergizi gratis dapat membawa dampak yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya anak-anak sekolah,” pungkasnya. (*)