Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Menerawang Skema Baru Subsidi BBM, Nasib Ojol Dipertanyakan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 15 January 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Menerawang Skema Baru Subsidi BBM, Nasib Ojol Dipertanyakan

KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan rencana penerapan skema baru untuk penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) melalui skema blending dan penjualan terbatas. Selain itu, pemerintah akan mengalihkan subsidi dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT).

Menanggapi hal itu, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif dari Essential Services Reform (IESR), memberikan pandangan mengenai penerapan kebijakan tersebut, khususnya dampak terhadap pengemudi ojek online (ojol).

Fabby menilai bahwa pengemudi ojek daring, terutama mereka yang menggunakan sepeda motor, seharusnya juga menjadi bagian dari kelompok yang berhak menerima subsidi tersebut. Meskipun kendaraan mereka umumnya milik pribadi, ojek daring berfungsi sebagai transportasi publik dan para pengemudinya bergantung pada subsidi BBM untuk kelangsungan profesinya.

“Pengemudi ojek daring, meskipun menggunakan motor pribadi, mereka tetap merupakan tenaga kerja penting dalam sektor transportasi publik. Dengan harga BBM yang naik, biaya operasional mereka tentu akan meningkat. Ini berdampak pada pendapatan mereka, kecuali jika harga transportasi dinaikkan, yang pada gilirannya akan memberatkan masyarakat,” ujar Fabby kepada Kabarbursa.com, Rabu, 15 Januari 2025.

Menurut Fabby, pemerintah harus segera membuat keputusan tegas terkait siapa yang berhak menerima subsidi BBM, dengan memasukkan kriteria yang jelas. Ia mengusulkan agar pengemudi ojek daring dapat terdaftar dalam sistem, menggunakan data yang sudah tersedia, misalnya, database yang dimiliki oleh perusahaan ojek online dan data kemiskinan dari Kementerian Sosial.

“Pemerintah bisa bekerja sama dengan perusahaan transportasi daring untuk mendapatkan data pengemudi yang valid. Dengan data ini, sistem kuota yang berbasis nama dan alamat bisa diterapkan. Jika kuota diterapkan dengan cara yang tepat, maka subsidi akan lebih tepat sasaran dan lebih mudah dipantau,” jelas Fabby.

Adapun Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengklaim pendataan penerima subsidi BBM sudah mencapai 98 persen, meningkat 8 persen sejak pekan terakhir Desember 2024.

Bahlil menyampaikan, data penerima subsidi tersebut bersumber dari data Kementerian Sosial, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, PT Pertamina (Persero), dan stakeholders kepentingan lainnya. Selain itu, pemerintah menyinkronkan data tersebut melalui Badan Pusat Statistik (BPS).

"Sekarang datanya semua dikumpulkan ke satu pintu melalui BPS," ujar Bahlil di Kantor Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Jakarta, Selasa, 7 Januari 2025.

Sementara itu, Fabby pun menyarankan agar kuota subsidi BBM diberikan secara fleksibel, disesuaikan dengan konsumsi rata-rata pengemudi setelah dilakukan uji coba. Hal ini diharapkan dapat menghindari kesulitan dalam penerapan kebijakan dan memastikan subsidi tetap efektif.

“Dengan sistem digital yang sudah ada, seperti aplikasi MyPertamina, proses pendataan dan pemberian subsidi akan lebih mudah dilakukan. Sistem ini memungkinkan pemerintah untuk memonitor penggunaan BBM dan menyesuaikan alokasi subsidi berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya,” tambahnya.

Fabby juga mengingatkan pentingnya kecepatan dalam implementasi kebijakan ini. Ia merasa khawatir jika persiapan yang lama akan mengakibatkan pemborosan subsidi yang seharusnya bisa dialokasikan lebih tepat.

Dengan persiapan matang dan pengawasan yang lebih baik, skema subsidi BBM yang baru diharapkan bisa mengurangi ketimpangan distribusi dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat yang membutuhkan.

“Kebijakan ini harus segera dilaksanakan, jangan sampai persiapan yang berlarut-larut justru merugikan mereka yang paling membutuhkan subsidi ini,” tutup Fabby.

Penyaluran Sesuai Kuota dan Skema Pemerintah

Di samping itu, besaran kuota subsidi BBM pada tahun 2025 telah ditetapkan. Didasarkan pada SK Kepala BPH Migas No. 66/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2024 untuk penyaluran BBM Bersubsidi untuk Jenis Biosolar dengan kuota 17,3 juta KL dan Pertalite dengan kuota 31,1 juta KL.

Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah tersebut, dan melalui PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading, Pertamina akan memastikan distribusi energi bersubsidi di tahun 2025 sesuai kuota dan skema yang ditetapkan Pemerintah.

"Besaran kuota sudah kami terima dan siap kami distribusikan untuk tahun 2025 dan kami terus melakukan upaya mewujudkan subsidi tepat sasaran melalui sistem digital QR Code sembari menunggu skema yang akan ditetapkan Pemerintah," ujar Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari dalam siaran pers, Jumat, 3 Januari 2025.

Sepanjang tahun 2024, transaksi Biosolar sudah 100 persen tercatat secara digital. Sementara untuk Pertalite 93,9 persen transaksi telah tercatat secara digital dimana 97,03 persen penyaluran ke kendaraan dan 2,97 persen sisanya kepada usaha perikanan, usaha pertanian, UMKM, dan layanan umum seperti fasilitas kesehatan dan BNPB.

“Ini menjadi upaya bagaimana Pertamina Patra Niaga memastikan penyaluran BBM bersubsidi semakin transparan penyalurannya. Dengan adanya subsidi dan kuota yang sudah ditetapkan, melalui Subsidi Tepat Pertamina Patra Niaga ini berkomitmen menyediakan data penyaluran yang se-transparan mungkin, ini menjadi bukti validitas data dan bentuk tanggung jawab kami terhadap penugasan yang diberikan,” lanjut Heppy.

Pada tahun 2024 Pertamina Patra Niaga menyalurkan Solar sebesar 16.648.912 Kilo liter (KL) dari kuota 16.940.519 KL. Sedangkan Pertalite sebesar 29.700.081 KL dari kuota 31.604.602 KL. (*)