KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) melaporkan kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital di Indonesia sepanjang tahun 2024 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Gubernur BI Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa pertumbuhan ini didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.
“Pada tahun 2024, volume pembayaran digital mencapai 34,5 miliar transaksi, tumbuh sebesar 36,1persen secara tahunan (year-on-year/yoy),” jelas Perrydalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2025 di Gedung Thamrin, Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025.
Pertumbuhan ini didorong oleh seluruh komponen pembayaran digital, termasuk transaksi melalui aplikasi mobile yang melonjak 39,1 persen (yoy) dan transaksi berbasis internet yang tumbuh 4,4 persen (yoy).
Salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), yang mencatat pertumbuhan luar biasa sebesar 175,2 persen (yoy).
Pertumbuhan QRIS ini didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant di berbagai sektor ekonomi. BI memproyeksikan pembayaran digital akan terus meningkat hingga 52,3 persen (yoy) pada tahun 2025, seiring dengan semakin luasnya adopsi teknologi di kalangan masyarakat dan pelaku usaha.
Dari sisi infrastruktur sistem pembayaran, layanan BI-FAST mencatat volume transaksi ritel mencapai 3,4 miliar transaksi. Volume transaksi ini tumbuh 62,4 persen (yoy) dengan nilai transaksi mencapai Rp8,9 triliun. Layanan ini dinilai efektif dalam memberikan kemudahan dan kecepatan transaksi antarbank di Indonesia.
Sementara itu, layanan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) untuk transaksi bernilai besar mencatat 10,3 juta transaksi, meningkat 3,1 persen (yoy) dengan nilai transaksi mencapai Rp126,3 ribu triliun, tumbuh 17,6 persen (yoy).
Pada tahun 2025, BI memperkirakan volume transaksi BI-FAST akan tumbuh 34,1 persen (yoy), sedangkan nilai transaksi BI-RTGS diproyeksikan meningkat 11,4 persen (yoy).
Selain pertumbuhan transaksi digital, Bank Indonesia juga melaporkan pengelolaan uang Rupiah yang solid. Uang Kartal yang Diedarkan (UYD) tumbuh 9,3 persen (yoy) menjadi Rp1.204,5 triliun pada akhir Desember 2024.
BI memproyeksikan pertumbuhan UYD akan berlanjut sebesar 5,7 persen (yoy)pada 2025. BI memastikan ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang layak edar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).
Perry Warjiyo juga menegaskan bahwa stabilitas sistem pembayaran nasional tetap terjaga, didukung oleh struktur industri yang sehat dan infrastruktur yang stabil. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (SPBI) berlangsung lancar dan andal, dengan pasokan uang yang memadai.
Interkoneksi antar pelaku industri sistem pembayaran semakin kuat, didukung oleh ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) yang terus berkembang.
Selain itu, transaksi pembayaran berbasis Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) juga mengalami peningkatan sejalan dengan perluasan tingkat adopsi di berbagai layanan keuangan.
Transaksi QRIS mencatatkan pertumbuhan luar biasa setelah Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu, memastikan transaksi tidak akan terkena PPN 12 persen.
“QRIS adalah media pembayaran antara merchant (penjual) dan customer (pembeli) sesuai nilai transaksi perdagangan, memanfaatkan teknologi finansial (fintech) yang semakin memudahkan transaksi,” jelasnya dalam pernyataan resmi di Jakarta, dikutip Senin 23 Desember 2024.
Febrio menjelaskan bahwa meskipun PPN berlaku pada transaksi yang memanfaatkan fintech seperti QRIS, beban pajak tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab merchant.
Ketentuan terkait pengenaan PPN atas transaksi yang melibatkan uang elektronik dan layanan fintech secara umum telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69 Tahun 2022.
Layanan yang dikenakan PPN mencakup e-money, e-wallet, gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana. PPN dikenakan atas biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara, seperti biaya registrasi, top-up saldo, pembayaran transaksi, transfer dana, dan tarik tunai.
Hal serupa juga berlaku untuk layanan e-wallet, termasuk pembayaran tagihan dan layanan paylater. PPN turut dikenakan pada biaya merchant discount rate (MDR).
Namun, saldo uang elektronik, bonus point, reward point, dan transaksi transfer dana murni tidak dikenakan PPN.
Sebagai ilustrasi, jika pengguna melakukan top-up saldo e-money dengan biaya administrasi, maka yang dikenakan PPN adalah biaya administrasi tersebut.
Misalnya, biaya administrasi top-up Rp1.000 dengan tarif PPN 11 persen saat ini, maka pengguna membayar tambahan Rp110, sehingga total biaya menjadi Rp1.110. Jika tarif PPN naik menjadi 12 persen, biaya yang dibayarkan naik menjadi Rp1.120.
Sebaliknya, jika pengguna hanya melakukan transfer saldo tanpa dikenakan biaya tambahan, tidak ada PPN yang berlaku.
“Jadi kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, tidak ada tambahan beban bagi customer yang bertransaksi via QRIS,” tegas Febrio.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.