Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pertumbuhan Melambat, Industri Mobil Listrik China Hadapi Tekanan Baru

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 14 January 2025 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Pertumbuhan Melambat, Industri Mobil Listrik China Hadapi Tekanan Baru

KABARBURSA.COM - Pasar mobil listrik di China diperkirakan mengalami perlambatan signifikan pada 2025, menurut analisis terbaru. Kondisi ini menambah tekanan bagi perusahaan yang berjuang untuk bertahan dalam persaingan sengit.

Penjualan kendaraan energi baru (NEV), yang mencakup mobil berbaterai penuh dan hibrida, mencatat lonjakan 42 persen tahun lalu, mencapai hampir 11 juta unit, berdasarkan data Asosiasi Mobil Penumpang China. Pemimpin pasar, BYD, berhasil menjual 4,3 juta unit, naik lebih dari 40 persen dari tahun sebelumnya, jauh melampaui target pertumbuhan internal mereka sebesar 20 persen. Seperti dilansir cnbc di Jakarta, Selasa 14 Januari 2024.

Namun, analis HSBC memprediksi peningkatan penjualan NEV hanya sebesar 20 persen tahun ini, bersamaan dengan konsolidasi industri yang makin intens. Pertumbuhan penjualan BYD diperkirakan melambat hingga 14 persen.

"Volume penjualan yang kuat sejauh ini memungkinkan pemain besar dan kecil bertahan, meski margin keuntungan menyusut," kata Yuqian Ding, Kepala Penelitian Otomotif China di HSBC, dalam laporannya. Hanya BYD, Tesla, dan Li Auto yang berhasil mencatatkan laba pada 2023. “Namun, situasi ini tidak berkelanjutan. Kami memproyeksikan konsolidasi industri akan semakin cepat,” tambah Ding.

Pertumbuhan NEV selama beberapa tahun terakhir sebagian besar didorong oleh subsidi dan insentif pembelian dari pemerintah China. Namun, dinamika pasar mulai bergeser.

Appotronics, perusahaan layar laser berbasis di Shenzhen, menjadi contoh nyata. Meski baru masuk industri otomotif tahun lalu dengan memproduksi layar proyektor dalam mobil, perusahaan ini telah mengirimkan lebih dari 170.000 unit pada 2024. Namun, Ketua dan CEO Appotronics, Li Yi, mengungkapkan mereka hanya memproyeksikan volume serupa pada 2025, seraya memprediksi pemulihan pasar baru terjadi pada 2026.

"Banyak pelanggan kami, yaitu produsen mobil, menghadapi tekanan keuangan. Mereka memangkas anggaran riset dan pengembangan, yang jelas berdampak negatif pada industri," kata Li. Ia juga menyoroti masalah kelebihan kapasitas produksi.

Persaingan di pasar mobil listrik memicu perang harga. Xiaomi, misalnya, meluncurkan sedan listrik SU7 dengan harga $4.000 lebih murah dari Tesla Model 3, sambil mengklaim jarak tempuh lebih jauh. Ketika BYD dan Tesla menurunkan harga, produsen lain pun terpaksa mengikuti, yang semakin menekan margin laba industri. BYD sendiri hanya mencatatkan margin laba bersih 5 persen, jauh di bawah margin dua digit yang pernah dicapai produsen mobil berbahan bakar fosil.

Pada paruh kedua 2024, penetrasi NEV dalam total penjualan mobil baru melampaui 50 persen, menurut data asosiasi. Namun, analis Fitch, Bohua Wenyu Zhou, memprediksi pertumbuhan penjualan NEV baru hanya 15 persen-20 persen pada 2025. Di tengah perlambatan, persaingan kemungkinan akan beralih ke fitur pintar, seperti teknologi hiburan dan bantuan pengemudi.

Meskipun pasar melambat, Appotronics berencana meluncurkan proyektor beresolusi 4K dan layar dengan fitur kontras serta privasi yang lebih baik untuk mobil di China tahun ini. Dalam jangka panjang, perusahaan berambisi mengembangkan teknologi lampu depan berbasis laser dan sedang bernegosiasi dengan Tesla untuk produk proyektor pada kendaraan generasi mendatang. Li menolak memberikan detail lebih lanjut, mengingat perjanjian kerahasiaan yang berlaku.

Ada Langkah Agresif

Gaikindo atau Gabungan Industri Kendaraan Bermotor mengamati bahwa kemungkinan pasar kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia didominasi oleh produsen China semakin dapat diprediksi.

Kukuh Kuswara, Sekretaris Umum Gaikindo, menyatakan bahwa tren ini terbukti dari langkah agresif beberapa produsen otomotif China seperti Wuling, NG, Neta, hingga DFSK dalam memperluas operasi produksi dan distribusi mereka di Indonesia.

“Jadi, produsen-produsen China telah memperhatikan hal ini. Jika permintaan di pasar domestik mereka sudah cukup besar untuk berkendara, mereka cenderung memproduksi di Indonesia dan kemudian mengekspornya, karena pasar domestik kita cukup besar,” kata Kukuh, dikutip Jumat, 10 Mei 2024.

Menurut data Gaikindo, Indonesia merupakan negara dengan jumlah kendaraan yang menggunakan kemudi setir kanan terbesar kedua di dunia setelah India. Ini menjadi peluang bagi produsen mobil China untuk memperkuat kehadiran mereka di pasar Indonesia.

“Ini menjadi peluang produksi lokal yang kemudian bisa diekspor, dan kondisi pasar kita saat ini cukup baik, dengan harapan dapat dipertahankan. Ini merupakan situasi yang menarik dan menggembirakan,” ucap Kukuh.

Sudah Menguasai 10 Persen

Sebagai perbandingan, merek-merek mobil China saat ini sudah menguasai 10 persen dari keseluruhan pasar otomotif di Thailand. Sebaliknya, produsen mobil Jepang yang sudah lama berada di Thailand mengalami penurunan sebesar 8,2 poin persentase tahun lalu setelah sebelumnya menguasai lebih dari 80 persen pangsa pasar selama bertahun-tahun.

Penjualan kendaraan listrik di Thailand tumbuh pesat tahun lalu, mencapai sekitar 76.000 unit dari kurang dari 10.000 unit sebelumnya, menurut analis otomotif senior dari Bloomberg Intelligence, Tatsuo Yoshida.

Apa yang terjadi di Thailand mungkin menjadi indikator bagi perkembangan di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, yang sebelumnya didominasi oleh merek-merek Jepang.

Dominasi China di Thailand semakin kuat dengan pendirian pabrik mereka di sana, dan bahkan ekspor kendaraan energi baru mereka dalam jumlah besar ke Thailand dan negara-negara lainnya, sehingga menjadikan China sebagai eksportir mobil terbesar di dunia, mengungguli Jepang.(*)