Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dolar Mencapai Level Tertinggi dalam Dua Tahun

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Dolar Mencapai Level Tertinggi dalam Dua Tahun

KABARBURSA.COM - Dolar AS lagi-lagi unjuk gigi dan mencapai level tertinggi dalam dua tahun terakhir terhadap mata uang utama dunia, seperti yen dan euro. Mata uang poundsterling malah jadi korban paling parah, terpuruk ke posisi terendah dalam 14 bulan terakhir. Semua ini gara-gara laporan tenaga kerja AS yang melebihi ekspektasi.

Menurut laporan terbaru, AS menambah 256 ribu pekerjaan pada Desember 2034, jauh di atas perkiraan pasar. Hal ini bikin para pelaku pasar mendadak pesimistis soal kemungkinan pemotongan suku bunga oleh The Fed dalam waktu dekat.

“Laporan ini menimbulkan keraguan besar soal perlunya The Fed terus memangkas suku bunga tahun ini,” ujar ahli strategi mata uang senior di MUFG, Lee Hardman, dikutip dari Financial Times di Jakarta, Senin, 13 Januari 2025.

Di pasar swap, para analis kini hanya memperkirakan ada satu kali pemotongan suku bunga sebesar 0,25 persen tahun ini. Bahkan, ada yang bilang siklus pelonggaran sudah selesai.

Efek data tenaga kerja ini juga menghantam bursa saham AS. Saham-saham teknologi yang tergabung dalam Nasdaq 100 terpantau turun 1,3 persen sebelum Wall Street buka. S&P 500 juga melemah 0,9 persen.

Di sisi lain, poundsterling babak belur setelah kehilangan 0,8 persen nilainya, jatuh ke angka USD1,211. Ini makin memperpanjang periode suram aset Inggris setelah aksi jual surat utang pemerintah minggu lalu.

Imbal hasil obligasi pemerintah Inggris naik 0,05 persen ke 4,89 persen, mendekati level tertinggi 16 tahun. Kombinasi antara aksi jual global obligasi dan kekhawatiran soal ekonomi Inggris bikin investor makin resah.

“Kalau mau ada perbaikan, kita butuh komitmen pengurangan belanja pemerintah atau penurunan inflasi jasa,” ujar William Vaughan, manajer portofolio obligasi di Brandywine Global.

Di Indonesia, berdasarkan data Investing yang dilihat pukul 17.25 WIB, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah tercatat naik ke Rp16.261,9 per dolar AS pada sesi perdagangan terkini, naik 81,9 poin atau 0,51 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.180.

Pergerakan harian menunjukkan fluktuasi signifikan, dengan rentang nilai tukar di kisaran Rp16.180 - Rp16.317. Ini mendekati rentang tertinggi dalam 52 minggu terakhir, yaitu Rp16.489,7. Belum ada data perihal volume perdagangan, namun lonjakan dolar ini menandakan sentimen kuat pasar terhadap ketidakpastian global, termasuk kebijakan The Fed yang mempertahankan suku bunga tinggi.

Pasar Asia Ikutan Merosot

[caption id="attachment_109721" align="alignnone" width="1501"] Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani mewakili Presiden RI Prabowo Meresmikan Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2025 di Main Hal, Kamis (2/1/2025). Papan Pantau Saham terlihat Hijau saat Pembukaan. foto: Kabar Bursa Abbas Sandji[/caption]

Pasar saham Asia-Pasifik juga ikut terseret sentimen negatif ini. S&P/ASX 200 Australia anjlok 1,2 persen, Kospi Korea Selatan turun 1 persen, dan Sensex India melemah 1,3 persen. Pasar Jepang libur, jadi terhindar dari drama ini.

“Orang-orang terkejut melihat kekuatan ekonomi AS,” kata Jason Lui dari BNP Paribas. “Dengan suku bunga AS yang tinggi, aliran modal pasti tertarik ke sana dan meninggalkan Asia.”

Di Hong Kong, Hang Seng Index melemah 1 persen, sementara CSI 300 China daratan turun 0,3 persen.

Pasar saham China perlahan terjun bebas dalam beberapa bulan terakhir. Para investor mulai kehilangan harapan pada stimulus besar-besaran ala Beijing. Kekhawatiran juga meningkat karena ada bayangan dampak ekonomi dari potensi kemenangan Donald Trump di periode kedua.

“Beberapa langkah stimulus memang mengejutkan positif,” kata Sunil Tirumalai dari UBS. “Misalnya, perpanjangan program trade-in ke lebih banyak barang konsumsi datang lebih cepat dari yang kami duga.” Meski begitu, Tirumalai mengakui China masih berada dalam bear market.

Negeri Tirai Bambu itu juga telah mengeluarkan jurus baru pada Senin, 13 Januari 2025, untuk membendung pelemahan yuan yang tertekan hingga ke level terendah dalam 16 bulan terakhir. Langkah terbaru ini di antaranya melonggarkan aturan agar perusahaan bisa meminjam lebih banyak dana dari luar negeri serta memberi peringatan tegas di pasar valuta asing.

Bank Sentral China atau People’s Bank of China (PBOC) mengumumkan kenaikan batas pinjaman luar negeri bagi korporasi. Dilansir dari Reuters, rasio penilaian makroprudensial (MPA)—yang menentukan batas maksimal pinjaman dibandingkan aset bersih perusahaan—dinaikkan dari 1,5 menjadi 1,75, efektif mulai saat ini.

Sementara itu, di pasar komoditas, harga minyak naik ke level tertinggi dalam empat bulan. Harga minyak Brent—patokan internasional—meroket 2,3 persen menjadi USD81,65 per barel setelah AS mengumumkan sanksi baru terhadap minyak Rusia.

Kenaikan harga minyak ini jadi pengingat bahwa ketegangan geopolitik tetap bisa bikin pasar keuangan global jungkir balik kapan saja. Dan seperti biasa, AS yang bikin kejutan, sementara dunia lainnya sibuk menyesuaikan diri.(*)