Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Apple Memble di China, Pangsa Pasar iPhone Tergerus

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 January 2025 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Apple Memble di China, Pangsa Pasar iPhone Tergerus

KABARBURSA.COM - Apple menghadapi tantangan besar di pasar internasional tahun lalu. Penjualan iPhone menurun signifikan, dengan kompetitor asal China mengambil alih dominasi di pasar terbesar Apple di luar Amerika Serikat.

Berdasarkan data Counterpoint Research, pangsa pasar iPhone turun satu poin menjadi 18 persen pada 2024. Di saat yang sama, Samsung Electronics, rival utama Apple, juga kehilangan pangsa pasar yang kemudian dimanfaatkan oleh produsen perangkat Android asal China seperti Xiaomi dan Vivo. Penjualan Apple turun 2 persen secara tahunan, sementara pasar global tumbuh 4 persen. Seperti dinukil Bloomberg di Jakarta, Senin 13 Januari 2025.

Berbasis di Cupertino, California, Apple sedang berupaya mengejar ketertinggalannya dalam kecerdasan buatan (AI). Inovasi AI mereka diluncurkan secara bertahap setelah debut iPhone 16 pada September lalu. Namun, fitur-fitur seperti bantuan penulisan berbasis AI dan pembuatan gambar belum tersedia di China, pasar ponsel pintar terbesar di dunia. Hal ini disebabkan Apple masih mencari mitra lokal untuk mempercepat adopsi teknologi tersebut.

Peluncuran iPhone 16 mendapat sambutan beragam. Direktur Counterpoint, Tarun Pathak, mengungkapkan bahwa absennya Apple Intelligence pada saat peluncuran menjadi salah satu alasan kritik tersebut. Meski demikian, pertumbuhan Apple tetap terlihat di pasar non-inti, seperti Amerika Latin, yang mencatatkan performa positif.

Menurut penelitian, merek seperti Motorola dari Lenovo Group, Huawei Technologies, dan Honor Device yang berbasis di Shenzhen mencatat pertumbuhan tercepat di jajaran 10 besar produsen ponsel pintar. Produsen asal China ini gencar mengembangkan alat dan agen AI internal, termasuk layanan otomatisasi yang mampu menangani berbagai tugas pengguna.

Kolaborasi antara infrastruktur yang kuat dan inovasi AI internal menjadi kunci bagi produsen China dalam merebut pangsa pasar. Kondisi ini memberikan tekanan lebih besar bagi Apple untuk memperkuat strategi mereka di kawasan Asia.

Diversity, Equity, and Inclusion

Dewan direksi Apple (AAPL) meminta para pemegang saham untuk menolak proposal penghapusan program Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) perusahaan tersebut. Permintaan itu tercantum dalam laporan yang diajukan ke publik.

Program DEI dirancang untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif dan adil, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Inisiatif ini bertujuan untuk memperbaiki ketimpangan yang ada dengan memastikan kelompok-kelompok yang kurang terwakili mendapat akses yang setara ke peluang dan sumber daya.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Ahad, 12 Januari 2025, proposal penghapusan DEI yang ditujukan kepada Apple ini diajukan oleh National Center for Public Policy, sebuah lembaga pemikir konservatif, yang mendesak Apple mempertimbangkan untuk menghentikan program, kebijakan, departemen, dan target terkait inklusi dan keberagaman.

Mereka beralasan keputusan Mahkamah Agung AS baru-baru ini menunjukkan bahwa DEI bisa memicu risiko hukum, merusak reputasi perusahaan, dan membuka peluang gugatan terhadap Apple.

Apple menegaskan sudah memiliki program kepatuhan hukum yang mapan, sehingga proposal tersebut dianggap tidak perlu. Selain itu, perusahaan menilai proposal itu sebagai upaya yang tidak pantas untuk mencampuri strategi bisnis mereka.

“Apple adalah perusahaan dengan kebijakan kesempatan yang setara dan tidak melakukan diskriminasi dalam proses rekrutmen, pelatihan, atau promosi berdasarkan aspek apa pun yang dilindungi hukum,” tulis raksasa iPhone tersebut dalam dokumen resminya. Kabar ini pertama kali dilaporkan oleh TechCrunch yang kemudian dikutip Reuters.

Seperti Meta dan Amazon

Sejumlah perusahaan besar seperti Meta dan Amazon mulai mengurangi program keberagaman mereka menjelang kembalinya Donald Trump sebagai Presiden AS. Hal ini juga seiring dengan makin lantangnya kritik dari kelompok konservatif terhadap inisiatif tersebut.

Kelompok konservatif secara terbuka mengecam program DEI dan mengancam akan menggugat perusahaan yang menjalankan program tersebut. Mereka merasa didukung oleh keputusan Mahkamah Agung AS pada 2023 yang membatalkan kebijakan affirmative action dalam penerimaan mahasiswa di universitas.

Perubahan ini menunjukkan bagaimana perusahaan-perusahaan raksasa AS merespons gelombang penolakan terhadap program keberagaman. Gelombang penolakan ini semakin masif setelah protes besar-besaran pada 2020 menyusul kematian George Floyd dan warga kulit hitam lainnya akibat kekerasan polisi.

Di berbagai perusahaan besar seperti Apple, DEI sering diwujudkan dalam bentuk kebijakan rekrutmen yang lebih terbuka, pelatihan anti-diskriminasi, dan komunitas internal yang mendukung keberagaman.(*)