Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pengamat Kelautan soal Pagar Laut: Cabut dan Pulihkan Hak Publik

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 11 January 2025 | Penulis: Cicilia Ocha | Editor: Redaksi
Pengamat Kelautan soal Pagar Laut: Cabut dan Pulihkan Hak Publik

KABARBURSA.COM - Pengamat kelautan sekaligus Head of Center for Coastal and Marine Resources Studies IPB University, Yonvitner, mengatakan tindakan pemagaran laut ilegal di wilayah pesisir Tangerang tidak seharusnya dibiarkan karena bertentangan dengan kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Pemagaran laut melanggar izin pemanfaatan ruang laut yang merupakan kewenangan KKP. Pemerintah daerah seharusnya tegas melarang hal ini, terutama karena masih dalam wilayah kewenangan 12 mil laut," ujar Yonvitner kepada kabarbursa.com, Jumat 10 Januari 2025.

Dia menegaskan, segala bentuk klaim terhadap dasar laut dan kolom perairan tanpa izin resmi menyalahi aturan yang berlaku. Oleh sebab itu, pihaknya mendesak agar pagar yang telah dipasang segera dicabut dan akses publik ke perairan tersebut dipulihkan.

Guru Besar IPB itu juga menambahkan bahwa area laut yang telah terabrasi dan berubah menjadi perairan tidak lagi layak untuk dikuasai oleh pihak tertentu, baik individu maupun kelompok. "Ruang laut yang terabrasi dan menjadi perairan adalah hal publik. Tidak boleh diokupasi oleh perorangan atau pihak manapun," tegasnya.

Dia berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan untuk memastikan pemanfaatan ruang laut sesuai dengan peraturan yang berlaku, sekaligus melindungi hak masyarakat terhadap akses perairan tersebut. "Untuk itu segera perlu dilakukan pencabutan pagar tersebut, dan kemudian pulihkan hak publik," pungkasnya.

DPR Desak Pemerintah Bongkar Pagar Laut

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan mendesak Pemerintah untuk membongkar pagar laut sepanjang 30,16 km yang diduga milik pengembang Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, Agung Sedayu Group di perairan Tanggerang, Banten.

“Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka (nelayan) tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan,” ujar Yohan dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.

Lanjutnya, Yohan menekankan agar pemerintah tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

“Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka,” ujar politisi Partai Amanat Nasional itu.

Ia juga mendesak pembangunan PSN PIK 2 dievaluasi dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kelautan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sebagai informasi, Agung Sedayu Group merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti milik konglomerat Sugianto Kusuma alias Aguan.

Sementara itu, Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian) juga menanggapi nasib proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang kini terancam akibat masalah tata ruang.

Proyek yang dikembangkan oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) bagian Agung Sedayu Group itu masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).

Untuk menyelesaikan masalah ini, Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan diskusi antara PANI dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyelesaikan permasalahan lahan, termasuk dengan Kementerian Kehutanan.

“Kami akan memfasilitasi diskusi mengenai pelepasan kawasan, khususnya hutan lindung yang menjadi isu utama,” ujar Susiwijono saat ditemui di Kompleks DPR RI.

Menurut Susi, status PSN diberikan untuk mempercepat proses perizinan dan penyelesaian masalah lahan di proyek Tropical Coastland. Ia menegaskan bahwa proyek ini sejak awal dirancang dengan mempertimbangkan aspek legalitas lahan.

“PSN ini tidak memberikan insentif fiskal, tapi mempercepat proses administrasi seperti pelepasan kawasan hutan lindung,” tambahnya.

Terkendala RT RW

Permasalahan terkait PIK 2 pertama kali diungkap oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.

Nusron menyebut proyek tersebut mengalami ketidaksesuaian tata ruang antara RTRW provinsi dengan RTRW Kabupaten/Kota, serta belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Nusron juga menyoroti bahwa dari total 1.705 hektare area proyek, sekitar 1.500 hektare berada di kawasan hutan lindung yang belum mengalami perubahan status.

“Hutan lindung ini belum diturunkan statusnya menjadi hutan konversi atau kawasan penggunaan lain. Prosesnya belum berjalan sama sekali,” tegas Nusron.

Adapun 1.705 hektare yang masuk ke dalam PSN tersebut berada di sepanjang Pesisir Pantai Utara Tangerang Desa Muara sampai dengan Desa Kronjo. Sementara, yang masuk ke dalam area PSN di antaranya Desa Tanjung Pasir seluas 54 hektare dengan kondisi existing sebagian besar berupa tambak; Desa Kohod seluas 261 hektare dengan kondisi existing berupa lahan tambak atau mangrove; Desa Muara dan Desa Tanjung Pasir seluas 302 hektare dengan kondisi existing berupa tambak dan hutan mangrove; Desa Muara seluas 217 hektare dengan kondisi existing berupa tambak; serta Desa Mauk dan Desa Kronjo seluas 687 hektare dengan kondisi existing berupa rawa-rawa dan tambak.

“Ini yang masuk ke dalam PSN yang sudah ditetapkan Pak Menko Ekon, yang lain tidak masuk kawasan PSN. Jadi yang di luar peta ini mengatakan masuk ke PSN itu tidak benar, yang PSN hanya 1.705 hektare akan digunakan untuk kepentingan pariwisata, untuk wisata mangrove, akan digunakan untuk keperluan pariwisata,” jelas Nusron.

Terkait pengembangan kawasan PIK 2, Menteri Nusron mengatakan bahwa masih terdapat kendala. Beberapa di antaranya terdapat ketidaksesuaian Rencana Tata Ruang (RTR), baik itu RTR KSN Jabodetabekpunjur, Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten, dan Perda RTRW Kabupaten Tangerang. Selain itu, berdasarkan SK Menteri LHK, kawasan PIK 2 juga masih berada di dalam kawasan hutan.

Hal tersebut memerlukan rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dari Menteri ATR/Kepala BPN, berdasarkan UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 dan Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

“Dalam mengeluarkan rekomendasi, kami akan melakukan kajian teknis kesesuaian pemanfaatan ruang mengingat fokus PSN pada tahun 2024-2029 adalah proyek yang menopang kepentingan swasembada pangan, swasembada energi, hilirisasi, dan Giant Sea Wall Jakarta dan Pantai Utara Jakarta. Kami meneliti ini, apakah masuk kategori ini atau tidak, jadi kami belum bisa mengambil kesimpulan,” terang Nusron. (*)