KABARBURSA.COM – Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) dan perdagangan fisik aset kripto di Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan sepanjang Januari hingga November 2024. Data terbaru mencatat terjadi lonjakan tajam dalam nilai transaksi dan jumlah nasabah aktif di kedua sektor ini. Hal ini mencerminkan tingginya minat masyarakat dan pelaku pasar terhadap instrumen investasi berbasis komoditi dan aset digital.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, mengungkapkan bahwa nilai transaksi PBK berdasarkan Notional Value mencapai Rp30.503 triliun pada Januari–November 2024. Angka ini tumbuh 30,20 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang tercatat sebesar Rp23.428 triliun.
Tak hanya dari sisi nilai transaksi, jumlah nasabah aktif di PBK juga mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada November 2024, jumlah nasabah aktif mencapai 70.676 nasabah, meningkat 53,93 persen dibandingkan November 2023 yang berjumlah 45.915 nasabah. Peningkatan ini menunjukkan tingginya minat masyarakat untuk berinvestasi di sektor perdagangan berjangka.
“Saat ini, transaksi PUVA difasilitasi dua bursa berjangka, dua Lembaga Kliring Berjangka, 55 Pialang Peserta Sistem Perdagangan Alternatif (SPA), 21 Pedagang Penyelenggara SPA, 8 Penasihat Berjangka, dan 15 Bank Penyimpan Margin. Selain itu, terdapat 253 Kontrak Derivatif SPA untuk PUVA yang ditransaksikan pada 2 Bursa Berjangka,” papar Denny dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.
Sementara itu, nilai transaksi aset kripto di Indonesia juga mengalami lonjakan tajam. Sepanjang Januari–November 2024, nilai transaksi aset kripto tercatat sebesar Rp556,53 triliun, melonjak hingga 356,16 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang hanya mencapai Rp122 triliun.
Pertumbuhan pesat ini menunjukkan bahwa aset kripto semakin diterima sebagai salah satu instrumen investasi yang menarik di Indonesia. Akumulasi jumlah pelanggan aset kripto sejak Februari 2021 hingga November 2024 tercatat mencapai 22,11 juta pelanggan.
Dari sisi penyedia layanan, saat ini terdapat 16 Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) yang telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Selain itu, terdapat 14 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) yang tengah dalam proses perizinan, dengan sudah mengantongi Surat Persetujuan Anggota Bursa (SPAB) dan Surat Persetujuan Anggota Kliring (SPAK).
Pertumbuhan pesat di sektor PBK dan aset kripto tidak terlepas dari penguatan regulasi dan pengawasan yang dilakukan oleh Bappebti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia. Infrastruktur pasar yang semakin matang dan kebijakan yang adaptif menjadi faktor pendorong utama perkembangan kedua sektor ini.
Indodax, salah satu platform perdagangan aset kripto terbesar di Indonesia, telah resmi menyesuaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2025. Langkah ini merupakan bentuk kepatuhan terhadap peraturan terbaru yang diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131 Tahun 2024 dan PMK No. 81 Tahun 2024. Aturan tersebut mengatur tarif PPN atas transaksi aset kripto serta jenis barang tertentu lainnya.
CEO Indodax Oscar Darmawan, menjelaskan bahwa langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk mendukung transparansi perpajakan sekaligus memberikan pengalaman transaksi yang aman dan nyaman bagi para penggunanya.
“Indodax telah berkomitmen penuh untuk patuh terhadap peraturan yang berlaku dengan melakukan konsultasi intensif bersama otoritas terkait, termasuk Kantor Pajak. Penyesuaian ini adalah wujud dukungan kami terhadap ekosistem kripto yang lebih sehat,” kata Oscar dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Sabtu, 4 Januari 2025.
Kini, pembelian aset kripto melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) dikenakan tarif PPN sebesar 12 persen dari nilai transaksi. Untuk transaksi lainnya, seperti biaya deposit, penarikan dana dalam rupiah, serta biaya trading, tarif PPN yang berlaku adalah 11 persen, sesuai dengan ketentuan Pasal 3 PMK No. 131 Tahun 2024. Oscar menegaskan bahwa tarif pajak ini dikenakan hanya pada biaya transaksi tersebut, bukan pada jumlah uang yang didepositkan atau ditarik pengguna.
Keunikan sifat aset kripto sebagai instrumen digital mendorong pemerintah memberikan perlakuan perpajakan khusus. Indodax menyambut baik kejelasan regulasi ini, yang diharapkan mampu membangun kepercayaan di industri kripto di Indonesia.
“Regulasi yang jelas sangat penting untuk menciptakan ekosistem kripto yang lebih terpercaya. Meski interpretasi aturan perpajakan dapat menjadi tantangan, kami percaya langkah ini akan memberikan manfaat jangka panjang,” tambah Oscar.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap pengguna, Indodax memastikan bahwa semua biaya yang tercantum dalam platformnya sudah mencakup komponen pajak serta biaya lainnya, seperti biaya layanan CFX. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan proses transaksi pengguna sehingga lebih mudah dan praktis.(*)