Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

BI Catat Pelemahan Rupiah di Tengah Dinamika Global

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 10 January 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Redaksi
BI Catat Pelemahan Rupiah di Tengah Dinamika Global

KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan terkini indikator stabilitas nilai tukar rupiah di tengah dinamika perekonomian global dan domestik.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan pergerakan rupiah sepanjang pekan kedua Januari 2025 dipengaruhi oleh sentimen global dan aliran modal asing yang fluktuatif.

“Pada penutupan perdagangan Kamis, 9 Januari 2025, rupiah tercatat ditutup pada level (bid) Rp16.195 per dolar AS,” papar Denny dalam keterangan persnya, Jumat 10 Januari 2025.

Yield Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun naik ke level 7,18 persen. Angka ini mencerminkan respons pasar terhadap dinamika global. Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) menguat hingga menyentuh angka 109,18, sementara yield US Treasury (UST) Note 10 tahun meningkat ke 4,689 persen.

Memasuki sesi perdagangan Jumat pagi, 10 Januari 2025, nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis di level Rp16.210 per dolar AS, sementara yield SBN 10 tahun bertahan di level 7,18 persen.

Pelemahan rupiah ini mengindikasikan sikap hati-hati investor dalam menyikapi rilis data ekonomi global dan ketidakpastian arah kebijakan moneter AS.

BI juga mencatat tekanan dari arus modal asing yang masuk. Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun per 9 Januari 2025 mencapai 78,65 basis poin (bps), naik dari 76,88 bps pada 3 Januari 2025. Peningkatan premi CDS ini mencerminkan peningkatan persepsi risiko investasi di Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Denny memaparkan selama periode 6–9 Januari 2025, investor nonresiden mencatatkan jual neto senilai Rp4,38 triliun. Rinciannya, jual neto Rp1,92 triliun di pasar saham, jual neto Rp2,90 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan beli neto Rp0,44 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Namun, secara kumulatif sejak awal 2025 hingga 9 Januari, investor asing membukukan jual neto Rp1,10 triliun di pasar saham. Sebaliknya, mereka mencatatkan beli neto Rp3,83 triliun di pasar SBN dan Rp2,67 triliun di SRBI. Hal ini mengindikasikan meskipun terjadi tekanan di pasar saham, minat investor asing terhadap instrumen utang domestik masih terbilang tinggi.

Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ketahanan eksternal ekonomi, BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait. BI juga mengoptimalkan kebijakan bauran yang mencakup pengelolaan moneter, kebijakan makroprudensial, serta sistem pembayaran.

Ke depannya, pergerakan nilai tukar rupiah akan sangat bergantung pada kondisi ekonomi global, khususnya efek dari kebijakan moneter The Fed dan perkembangan pasar tenaga kerja AS. Selain itu, ketidakpastian soal kebijakan ekonomi presiden terpilih AS Donald Trump serta prospek ekonomi China menjadi faktor eksternal yang perlu diwaspadai.

“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” kata Denny.

Survei Penjualan Eceran Desember 2024

BI sebelumnya juga mengumumkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) untuk Desember 2024. Hasil survei itu menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam kinerja penjualan ritel karena didorong oleh momen perayaan Natal dan Tahun Baru.

Indeks Penjualan Riil (IPR) bulan Desember 2024 diproyeksikan mencapai angka 220,3 atau tumbuh sebesar 1,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan 0,9 persen (yoy) pada November 2024.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, mengatakan peningkatan tersebut terutama disumbang oleh penjualan di kelompok Suku Cadang dan Aksesori, serta Makanan, Minuman, dan Tembakau.

Indeks Penjualan Riil (IPR) pada November 2024 tercatat sebesar 209,7, tumbuh 0,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Namun, angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 1,5 persen (yoy) pada Oktober 2024. Perlambatan tersebut terjadi akibat kontraksi di sejumlah kelompok seperti Barang Budaya dan Rekreasi, Suku Cadang dan Aksesori, serta Makanan, Minuman, dan Tembakau.

Penurunan ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang menghambat aktivitas masyarakat. Meski begitu, kelompok Peralatan Informasi dan Komunikasi serta Bahan Bakar Kendaraan Bermotor masih menunjukkan pertumbuhan positif yang turut menopang kinerja penjualan ritel.

Memasuki Desember 2024, penjualan ritel diperkirakan menguat seiring meningkatnya belanja masyarakat. Peningkatan tertinggi terlihat pada kelompok Suku Cadang dan Aksesori dengan pertumbuhan 7,4 persen (yoy), diikuti oleh Makanan, Minuman, dan Tembakau sebesar 2,6 persen (yoy), serta Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 2,7 persen (yoy).

Pertumbuhan penjualan eceran di beberapa kota besar juga menunjukkan tren positif. Jakarta mencatatkan kenaikan sebesar 18,4 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Bandung juga mencatat pertumbuhan sebesar 4,9 persen (yoy). Sementara itu, meski masih dalam fase kontraksi, penjualan di Surabaya (-0,6 persen, yoy) dan Banjarmasin (-11,5 persen, yoy) mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan.

Secara bulanan, kenaikan signifikan terjadi di Bandung, Medan, dan Jakarta dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 9,8 persen (mtm), 7,0 persen (mtm), dan 5,7 persen (mtm). Peningkatan tersebut dipicu oleh tingginya aktivitas belanja masyarakat menjelang akhir tahun, terutama dalam rangka persiapan Natal dan perayaan Tahun Baru.(*)