Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

HSBC Prediksi Ekonomi RI 2025 Bergairah Berkat Infrastruktur dan Konsumsi

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 10 January 2025 | Penulis: Cicilia Ocha | Editor: Redaksi
HSBC Prediksi Ekonomi RI 2025 Bergairah Berkat Infrastruktur dan Konsumsi

KABARBURSA.COM - Chief Investment Officer untuk Asia Tenggara dan ASEAN di Private Banking and Wealth Management HSBC, James Cheo, memperkirakan perekonomian Indonesia akan tetap stabil pada 2025. Menurutnya, kestabilan ini didukung oleh pembangunan infrastruktur yang terus berjalan, ekspor yang semakin beragam, serta daya beli masyarakat yang kuat.

James juga menekankan pentingnya kesinambungan kebijakan pemerintah sebagai pondasi utama pertumbuhan ekonomi yang solid. Ekonomi Indonesia, kata dia, kemungkinan akan mengalami investasi signifikan di sektor infrastruktur dan permintaan domestik tetap sehat.

"Aktivitas manufaktur di Indonesia yang tercermin dari Purchasing Manager Index (PMI) menunjukkan tanda-tanda awal pemulihan," kata James dalam acara Media Briefing HSBC: Indonesia & Asia (Investment & Economic) Outlook 2025 di Jakarta, Kamis 9 Januari 2025.

James mengatakan inflasi Indonesia diperkirakan akan tetap berada di bawah target tengah Bank Indonesia sebesar 2,5 persen. Selain itu, kebijakan fiskal yang hati-hati dinilai mampu menjaga defisit anggaran tetap di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Hal tersebut memungkinkan pemerintah untuk terus meningkatkan belanja infrastruktur  dan program kesejahteraan sosial tanpa menimbulkan tekanan fiskal yang berlebihan. "Kebijakan fiskal yang cernat ini akan memberikan fondasi yang stabil untuk pertumbuhan," katanya.

Meski nilai tukar rupiah diperkirakan menghadapi tekanan akibat penguatan dolar AS, James tetap optimis dengan rupiah. "Daya tarik imbal hasil rupiah tetap menjadi keunggulannya. Kami memperkirakan USD-IDR akan mencapai level Rp16.300 pada akhir tahun,"jelas James.

James pun memprediksi Bank Indonesia akan melakukan tiga kali pemotongan suku bunga acuan pada tahun 2025. Penurunan sebesar 35 basis point (bps) di kuartal pertama dan 50 bps di kuartal kedua akan menurunkan suku bunga acuan dari sebelumnya berada di kisaran 6 persen menjadi 5,25 persen pada Juni 2025 mendatang. Langkah ini diperkirakan akan mendukung investasi di obligasi Rupiah dan surat hutang berkualitas tinggi.

"Penurunan suku bunga di awal tahun ini semakin memperkuat rekomendasi kami [HSBC] untuk berinvestasi lebih banyak pada obligasi Rupiah dan obligasi berkualitas tinggi yang diterbitkan oleh BUMN," kata James.

Tantangan Inflasi dan Daya Beli

[caption id="attachment_108171" align="alignnone" width="1744"] Ilustrasi daya beli masyarakat. Foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

Tahun 2025 diperkirakan menjadi periode penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Berbagai faktor seperti daya beli masyarakat, potensi inflasi, dan ketegangan perdagangan global diprediksi akan memengaruhi situasi ekonomi.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Asuaibi, menyebut inflasi kemungkinan meningkat pada kuartal pertama 2025 karena lonjakan konsumsi masyarakat selama perayaan hari besar.

“Dari benang merah dari tahun sebelumnya, inflasi akan tinggi, terutama bersamaan dengan perayaan hari-hari besar,” ujar Ibrahim dalam wawancara dengan kabarbursa.com, Jumat, 3 Januari 2025.

Menurut Ibrahim, inflasi pada Januari 2025 diperkirakan sedikit lebih tinggi dibandingkan Desember 2024. Kondisi tersebut terjadi akibat perubahan tren inflasi, yang sebelumnya dipicu oleh peningkatan pembelian logam mulia atau perhiasan. Pembelian ini marak dilakukan karena kekhawatiran masyarakat terhadap potensi pecahnya perang dunia ketiga. Akibatnya, inflasi lebih banyak terdorong oleh kenaikan harga barang konsumsi, terutama kebutuhan pangan.

“Kalau dulu-dulu sebelum-sebelumnya itu inflasi disebabkan oleh masyarakat yang melakukan pembelian terhadap perhiasan logam mulia, karena ada ketakutan dari perang dunia ketiga, tetapi di bulan Desember, inflasi naik ini disebabkan oleh barang konsumsi,” katanya.

Ibrahim berpendapat tingginya konsumsi selama periode ini akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Ia memperkirakan peningkatan konsumsi masyarakat akan mendorong PDB menuju angka yang lebih baik.

Namun,inflasi diprediksi akan mengalami penurunan pada kuartal kedua 2025, seiring berkurangnya konsumsi setelah tidak ada lagi perayaan besar yang memicu peningkatan pengeluaran. Ia menjelaskan setelah momen-momen tersebut berlalu, daya beli masyarakat cenderung melemah sehingga inflasi ikut melandai.

Meski demikian, Ibrahim mengatakan situasi tersebut tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Pasalnya, daya beli masyarakat dan inflasi masih berada dalam kondisi yang terkendali.

Ancaman Perang Dagang

[caption id="attachment_98262" align="alignnone" width="1200"] Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump berjabat tangan dengan Presiden China Xi Jinping. Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS diprediksi dapat memengaruhi perekonomian Indonesia, khususnya terkait kebijakan ekonomi yang lebih protektif dan potensi dampak inflasi. (Foto: Reuters)[/caption]

Ibrahim menyoroti faktor eksternal yang dapat memberikan dampak signifikan pada perekonomian, khususnya setelah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 pada 20 Januari 2025. Ia mengingatkan pemerintah untuk lebih waspada terhadap kemungkinan kembalinya perang dagang, mengingat neraca perdagangan Amerika Serikat dengan Eropa, Kanada, dan Meksiko belum menunjukkan surplus.

“Makanya kita harus berhati-hati juga, Trump dilantik tanggal 20 Januari dan wanti-wanti akan melakukan perang dagangan kembali,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China dapat berujung pada masuknya barang-barang murah dari China ke Indonesia. Sektor-sektor yang dinilai paling rentan terdampak adalah tekstil, otomotif, dan elektronik.

“Kebijakan Trump dulu menyebabkan barang-barang dari China membanjiri pasar Indonesia, yang menyebabkan produk dalam negeri sulit bersaing,” katanya.(*)