KABARBURSA.COM – Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, negara bakal mendapat tambahan pendapatan negara sebesar Rp1,5-3,5 triliun dari kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen untuk barang dan jasa dengan kategori mewah.
Perhitungan ini, kata Suryo, didasarkan pada tambahan PPN yang dikenakan pada barang-barang mewah. Ia mengklaim kenaikan PPN sebesar 1 persen pada barang-barang mewah dapat memberi dampak positif terhadap penerimaan negara.
“1 persen untuk barang yang sifatnya mewah tadi,” kata Suryo dalam konferensi pers APBN KITa, di Jakarta, Senin 6 Januari 2025.
Pada kesempatan yang sama, Suryo menjelaskan cara menghitung beban PPN 12 persen untuk barang mewah. Ia mencontohkan, jika membeli rumah mewah senilai Rp50 miliar akan dikenakan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Lalu, bagaimana cara menghitung besaran pajak yang harus dibayar pemilik rumah?
- PPN: 12 persen x Rp50 miliar = Rp6 miliar.
- PPnBM rumah mewah: 20 persen x Rp50 miliar = Rp10 miliar.
- Total pajak= Rp6 miliar + Rp10 miliar = Rp16 miliar.
Daftar Barang Mewah Kena PPN 12 Persen
Seiring dengan diberlakukannya tarif PPN 12 persen hanya untuk barang mewah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Peraturan ini mengatur terkait PPN atas impor dan penyerahan barang kena pajak, serta jasa kena pajak yang berasal dari luar daerah pabean.
Menurut Pasal 2 ayat (3) PMK tersebut, barang kena pajak yang dikenakan tarif PPN adalah barang mewah, seperti kendaraan bermotor, yang diatur oleh perundang-undangan di bidang perpajakan.
Barang mewah yang dikenakan tarif PPN termasuk kendaraan bermotor, diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 42/PMK.010/2022, yang mengubah PMK Nomor 141/PMK.010/2021 tentang jenis kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan tata cara pengenaannya.
Sementara itu, barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan tarif PPnBM diatur dalam PMK Nomor 15/PMK.03/2023, yang mengubah PMK Nomor 96/PMK.03/2021 tentang jenis barang mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan tata cara pengecualiannya.
Berikut adalah daftar kelompok barang mewah yang tercantum dalam kedua peraturan tersebut:
PnBM 20 persen
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau lebih.
PPnBM 40 persen
PPnBM 50 persen
- Helikopter.
- Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya, selain helikopter.
- Senjata artileri
- Revolver dan pistol
- Senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
PPnBM 75 persen
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara dan angkutan umum:
Tingkatkan Daya Saing Industri
Seperti diberitakan sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai keputusan pemerintah memberlakukan PPN 12 persen hanya pada barang dan jasa mewah merupakan langkah strategis yang menjaga daya saing industri nasional sekaligus mendukung keberlanjutan ekonomi.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menyampaikan apresiasi atas kebijakan tersebut. Menurutnya, kenaikan PPN yang diterapkan pada barang-barang mewah sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024, mampu mempertahankan stabilitas daya beli masyarakat kelas menengah tanpa membebani sektor lainnya.
“Kebijakan ini memberi ruang bagi industri nasional untuk tetap kompetitif sambil mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif,” ujar Arsjad dalam keterangannya di Jakarta, Minggu 5 Januari 2024.
Sejak akhir 2024, Kadin Indonesia bersama berbagai asosiasi industri telah memberikan masukan kepada pemerintah terkait perlunya pengkajian ulang terhadap rencana kenaikan PPN. Hal ini dilakukan untuk memastikan penerapan kebijakan tersebut tidak mengganggu keseimbangan ekonomi domestik.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Suryadi Sasminta, menambahkan bahwa dunia usaha memahami sepenuhnya perubahan tata cara penghitungan dan pembuatan faktur sebagaimana diatur dalam PMK tersebut.
“Bagi pengusaha yang sudah menerapkan tarif PPN 12 persen, aturan pelaksanaan yang sedang disusun pemerintah memungkinkan pengembalian kelebihan pajak sebesar 1 persen kepada pembeli,” jelas Suryadi.
Ia menegaskan, dunia usaha menyadari pentingnya kontribusi pajak dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Karena itu, Kadin Indonesia berkomitmen menjadi mitra pemerintah dalam menciptakan kebijakan perpajakan yang efisien dan efektif.
“Kami bersama asosiasi industri siap mengkaji dan mendukung kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya. (*)