KABARBURSA.COM - Menteri Perdagangan Budi Santoso memproyeksikan ekonomi dan perdagangan Indonesia dapat meningkat pada tahun 2025.
Budi menyampaikan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat ini memiliki tiga pilar strategi dalam menggerakkan ekonomi nasional. Mulai dari pengamanan pasar dalam negeri, perluasan pasar ekspor, dan peningkatan UMKM bisa ekspor.
"Melalui kebijakan ini diharapkan Indonesia bisa mempertahankan stabilitas ekonomi domestik sekaligus memperkuat posisi di pasar internasional. Serta berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," ujarnya dalam konferensi pers Capaian 2024 dan Program Kerja 2025 di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin, 6 Januari 2025.
Untuk tahun ini, pasar ekspor Indonesia ditargetkan tumbuh 7,1 persen atau senilai USD294,45 miliar. Jika dirupiahkan, nilai target ekspor Indonesia pada 2025 tersebut setara dengan Rp4.720 triliun berdasarkan kurs USD16.033 terhadap rupiah pada 7 Januari 2025 pukul 09.40 WIB.
Sementara pada periode Januari sampai November 2024, nilai ekspor Indonesia mampu mencapai USD241,25 miliar yang terdiri dari sektor migas sebesar USD14,34 miliar dan non migas sebesar USD226,91 miliar.
Kemudian untuk tahun 2025, beberapa lembaga dunia seperti IMF, Bank Dunia, OECD, dan memprediksi jika ekonomi global dapat tumbuh antara 2,7 persen sampai 3,2 persen.
"Prediksi pertumbuhan ekonomi tersebut terhitung sedikit lebih baik dari tahun 2024. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri bisa mencapai 5,1 persen sampai 5,7 persen pada 2025," jelas Mendag Budi.
Sementara itu, Presiden RI Prabowo Subianto memasang target pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai angka delapan persen dalam kurun tahun 2025 sampai 2029.
"Untuk itu kami sudah menghitung target ekspor Indonesia tumbuh sebesar 7,1 persen berdasarkan PDB (Produk Domestik Bruto) dunia, PDB Indonesia dan nilai tukar serta harga komoditas dunia," kata Budi.
Selain itu, Mendag juga mencanangkan pertumbuhan ekspor UMKM sebesar 9,63 persen atau senilai USD19,33 miliar. Pasar ekspor UMKM diharapkan tumbuh sampai 21,57 persen pada tahun 2029 atau senilai USD35,29 miliar.
Mendag Budi buka kemungkinan langkab revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Pengaturan Impor.
Menurutnya, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 nantinya bisa diubah dalam hasil peninjauan kembali yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait.
"Ini bisa diubah tergantung hasil review-nya. Makanya kami masih terus berdiskusi," ujar Budi kepada media di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta, Senin 6 Januari 2025.
Mendag Budi mengatakan, perubahan regulasi perdagangan termasuk Permendag Nomor 8, bisa terjadi karena sifatnya harus dinamis dan perlu mengikuti perkembangan ekonomi dalam negeri.
"Peraturan itu tidak boleh statis, makanya ini bisa diubah tergantung hasil review-nya. Kami juga terbuka kepada para stakeholders baik masyarakat atau pelaku usaha agar bisa kita review bersama jika ada yg kurang puas dan sebagainya," ucapnya.
Dalam waktu dekat ini, Kemendag akan membahas Permendag tersebut lebih lanjut bersama Kementerian Perindustrian. "Minggu ini kami akan rapat lagi dengan (Kemenperin)," sebut Budi.
Tidak hanya soal Permendag Nomor 8 Tahun 2024, Budi juga akan melakukan peninjauan kembali hingga evaluasi soal regulasi-regulasi lain yang mempengaruhi sektor industri.
"Jadi semua Permendag dan kebijakan pasti perlu dievaluasi. Terkait Permendag 8, kami juga sering mengundang stakeholders untuk berdiskusi. Jadi review peraturan itu selalu dilakukan. Misalnya kemarin juga kami diskusi dengan pihak industri hulu dan hilir untuk evaluasi ke depannya seperti apa. Kalo misalnya ada aturan yang perlu diubah, akan kita ubah," pungkas Budi.
Diketahui, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 mengatur impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang hanya bisa dilakukan dengan adanya pertimbangan teknis. Di samping itu, lewat Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 7 Tahun 2024 telah diatur mengenai kuota impor pakaian jadi.
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ditetapkan pada 17 Mei 2024 oleh Zulkifli Hasan selaku Mendag sebelum Budi Santoso.
Namun, aturan tersebut dinilai kontroversial karena dianggap menjadi penyebab penutupan perusahaan tekstil dalam negeri semisal PT Sri Rejeki Isman atau Sritex (SRIL).(*)