KABARBURSA.COM - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan bahwa penerapan program bahan bakar solar dengan campuran biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen atau B40 mulai 1 Januari 2025 akan berdampak terhadap peningkatan konsumsi biodiesel di Indonesia.
Dalam perhitungan GAPKI, penerapan B40 akan meningkatkan konsumsi biodiesel dalam negeri hingga sebanyak 3 juta ton. Secara total, program tersebut membutuhkan setidaknya 15,6 juta kiloliter (kl) atau setara dengan 14 juta ton bahan baku minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Namun demikian, Ketua GAPKI Eddy Martono menyampaikan bahwa berdasarkan data tersebut, kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah berpotensi memberi dampak besar terhadap sektor kelapa sawit, utamanya terkait volume ekspor dan harga minyak kelapa sawit global.
Menurut GAPKI, ekspor produk CPO dan PKO menurun sebesar 2,38 persen dari 33,15 juta ton pada tahun 2022 menjadi 32,21 juta ton pada tahun 2023. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa nilai ekspor kelapa sawit Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD24,99 miliar, mengalami penurunan sebesar 19,39 persen dibandingkan tahun 2022.
Sementara pada 2024, ekspor CPO Indonesia menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada bulan Januari 2024, ekspor CPO tercatat sebesar 347.044 ton, melanjutkan total ekspor CPO pada tahun 2023 yang mencapai 3.595.946 ton. Pada bulan Februari 2024, realisasi ekspor CPO meningkat drastis, mencapai 2,17 juta ton. Secara keseluruhan, pada semester I tahun 2024, volume ekspor CPO mengalami lonjakan sebesar 39,71 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023, dari 1.249.000 ton menjadi 1.745.000 ton.
"Jika konsumsi biodiesel meningkat, sementara produksi CPO masih stagnan, maka ekspor akan berkurang sekitar 2 hingga 3 juta ton. Dan kondisi ini dapat memicu lonjakan harga minyak nabati dunia, seperti minyak sawit mentah," jelas Eddy kepada Kabarbursa.com, Senin, 6 Januari 2025.
Saat ini, produksi CPO diproyeksi akan turun sebesar 4,4 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 54,844 juta ton pada 2023 menjadi 52,449 juta ton. Pada tahun 2023, GAPKI melaporkan bahwa konsumsi minyak sawit domestik mencapai 25,4 juta ton, meningkat 9,08 persen dari 23,28 juta ton pada tahun 2022. Konsumsi biodiesel mendominasi dengan penyerapan 11,6 juta ton.
GAPKI memperkirakan konsumsi minyak sawit domestik akan meningkat menjadi 27,4 juta ton, dengan tambahan 2 juta ton untuk biodiesel (proyeksi konsumsi B40). Namun, data hingga September 2024 menunjukkan penurunan konsumsi domestik dengan rincian September 2024 tercatat 1,989 juta ton, lebih rendah dari Agustus yang mencapai 2,060 juta ton.
Lebih jauh, apabila pemerintah melanjutkan program peningkatan penggunaan biodiesel menjadi B50, Eddy menegaskan bahwa akan memicu dampak yang jauh lebih besar. "Contohnya akan menyebabkan penurunan ekspor sekitar 6 juta ton. Hal ini akan semakin membatasi pasokan CPO untuk pasar internasional," ungkap dia.
Untuk merespons hal ini, GAPKI menekankan perlunya kebijakan yang lebih holistik dan berkelanjutan untuk memastikan sektor kelapa sawit tetap berkembang tanpa mengorbankan ekspor. Selain itu, sektor hilir, seperti oleokimia dan pangan, juga akan merasakan dampaknya, mengingat ketergantungan pada CPO sebagai bahan baku utama.
Dalam menghadapi potensi penurunan ekspor ini, GAPKI berharap pemerintah dapat meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri, memperkenalkan kebijakan yang mendukung diversifikasi produk kelapa sawit, dan menyiapkan pasar ekspor alternatif.
"Dukungan kepada petani sawit kecil juga harus terus diperkuat agar mereka tidak terlalu terdampak oleh fluktuasi harga pasar," pungkas Eddy.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan program ini mampu menghemat devisa hingga Rp147,5 triliun, dibandingkan program B35 yang hanya menghemat Rp122,98 triliun.
“Dengan demikian terjadi penghematan devisa sekitar Rp25 triliun dengan tidak mengimpor BBM jenis minyak solar,” kata Eniya, dikutip dari laman esdm.go.id, Senin, 6 Januari 2024.
Eniya mengatakan program mandatori Biodiesel B40 tidak hanya berdampak positif secara ekonomi, tetapi juga membawa manfaat besar di bidang sosial dan lingkungan. Inisiatif ini meningkatkan nilai tambah minyak kelapa sawit (CPO) menjadi biodiesel hingga Rp20,9 triliun.
Selain itu, program ini menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 14 ribu pekerja di sektor pengolahan (off-farm) dan 1,95 juta pekerja di sektor perkebunan (on-farm). Dari sisi lingkungan, implementasi B40 mampu menekan emisi gas rumah kaca hingga 41,46 juta ton CO2e per tahun.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kebijakan B40 merupakan bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan ketahanan energi nasional. Menurut mantan Menteri Investasi ini, pemerintah telah mempersiapkan langkah lebih ambisius, yakni penerapan B50 pada 2026.
“Kita akan mendorong implementasi B50 pada 2026 dan kalau ini kita lakukan, maka impor kita terhadap solar, Insya Allah dipastikan sudah tidak ada lagi di tahun 2026,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 3 Januari 2025, lalu.
Bahlil mengatakan langkah ini bertujuan untuk mendukung swasembada energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil impor.
Data dari Dewan Energi Nasional (DEN) menunjukkan bauran energi Indonesia pada tahun 2023 masih didominasi oleh batu bara sebesar 40,46 persen, diikuti minyak bumi 30,18 persen, gas bumi 16,28 persen, dan energi baru terbarukan (EBT) 13,09 persen. Persentase energi terbarukan mengalami peningkatan sebesar 0,79 persen menjadi 13,09 persen. Meski demikian, realisasi ini masih berada di bawah target yang ditetapkan, yakni sebesar 17,87 persen.
Program B40 menjadi cara lain bagi pemerintah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan. B40 merupakan program pencampuran biodiesel dengan bahan bakar fosil, di mana 40 persen dari bahan bakar yang digunakan berasal dari minyak kelapa sawit, sementara sisanya, 60 persen, adalah bahan bakar diesel berbasis fosil.
Implementasi ini diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No 341.K/EK.01/MEM.E/2024. Alokasi biodiesel B40 tahun 2025 mencapai 15,6 juta kiloliter (kl), terdiri dari 7,55 juta kl untuk Public Service Obligation (PSO) dan 8,07 juta kl untuk non-PSO. Penyaluran biodiesel ini melibatkan 24 Badan Usaha BBN, dua BU BBM untuk distribusi PSO dan non-PSO, serta 26 BU BBM khusus untuk penyaluran non-PSO. (*)