Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Aktivitas Sektor Jasa China Melonjak, tapi Ekspor Mulai Lesu

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 06 January 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Aktivitas Sektor Jasa China Melonjak, tapi Ekspor Mulai Lesu

KABARBURSA.COM - Aktivitas sektor jasa di China tumbuh dengan laju tercepat dalam tujuh bulan terakhir pada Desember 2024. Capaian ini didorong oleh lonjakan permintaan domestik. Namun, pesanan dari luar negeri atau ekspor negara tersebut justru merosot. Kondisi ini mencerminkan risiko perdagangan global yang semakin menghantui perekonomian Negeri Tirai Bambu.

Dilansir dari Reuters di Jakarta, Senin, 6 Januari 2024, Indeks manajer pembelian (PMI) sektor jasa Caixin/S&P Global naik ke angka 52,2 pada Desember, dari 51,5 pada bulan sebelumnya. Laju pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak Mei 2024 dan masih berada di atas ambang batas 50 yang menandakan ekspansi dibandingkan kontraksi.

Sementara itu, Indeks PMI Komposit Caixin/S&P Global, yang menggabungkan PMI sektor manufaktur dan jasa, turun menjadi 51,4 dari 52,3 pada November.

Temuan ini selaras dengan data resmi PMI China yang dirilis pekan lalu. Data tersebut memperlihatkan aktivitas non-manufaktur pulih ke angka 52,2 dari 50,0 di November. Meski begitu, perekonomian China masih berjuang keras dalam beberapa tahun terakhir akibat konsumsi dan investasi yang lemah serta krisis properti yang parah. Ekspor yang menjadi andalan di tengah kelesuan sektor lain, terancam kenaikan tarif impor baru dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan kedua Donald Trump.

Untuk menghidupkan kembali perekonomian yang lesu, pemerintah China menggelontorkan berbagai kebijakan fiskal dan moneter dalam beberapa bulan terakhir.

“Sejak akhir September, sinergi antara kebijakan yang ada dan stimulus tambahan mulai menunjukkan dampaknya di pasar dan menciptakan faktor positif,” kata Ekonom Senior di Caixin Insight Group, Wang Zhe.

[caption id="attachment_105082" align="alignnone" width="1200"] Deretan truk terlihat di terminal peti kemas pelabuhan Ningbo Zhoushan di provinsi Zhejiang, Tiongkok, 15 Agustus 2021. Foto diambil pada 15 Agustus 2021. Foto: REUTERS[/caption]

Sub-indeks pesanan bisnis baru naik ke 52,7 pada Desember dari 51,8 di November. Namun, arus pesanan bisnis dari luar negeri turun untuk pertama kalinya sejak Agustus 2023. Sejumlah perusahaan dilaporkan memangkas jumlah karyawan untuk pertama kalinya dalam empat bulan terakhir, dengan alasan kekhawatiran biaya yang membengkak, termasuk kenaikan harga bahan baku dan gaji pekerja.

Wang mengungkapkan tekanan turun masih sangat terasa, terutama karena lemahnya permintaan domestik dan meningkatnya tantangan eksternal. “Lingkungan eksternal diperkirakan akan semakin rumit tahun ini, sehingga diperlukan kebijakan yang sigap dan tanggapan yang tepat waktu,” ujarnya.

Meskipun tingkat kepercayaan bisnis masih positif, hasil survei menunjukkan kepercayaan ini turun menjadi yang terendah kedua sejak Maret 2020. Beberapa perusahaan khawatir akan meningkatnya persaingan dan potensi gangguan perdagangan internasional.

Donald Trump yang akan kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari ini, berencana memberlakukan tarif lebih dari 60 persen terhadap barang-barang China. Ini tentu menjadi ancaman besar bagi ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Manufaktur Indonesia Bangkit

Berbeda dari China yang masih bergulat dengan berbagai tantangan, akhir 2024 membawa angin segar bagi sektor manufaktur Indonesia. Setelah beberapa bulan terpuruk, aktivitas pabrik akhirnya kembali bertumbuh. Menurut data PMI dari S&P Global, indeks manufaktur mencapai 51,2 di Desember, naik dari 49,6 pada bulan sebelumnya. Angka ini menjadi yang tertinggi sejak Mei 2024 dan menandai pertumbuhan pertama sejak Juni tahun yang sama.

Produksi dan permintaan baru kompak menunjukkan tren positif. Laju produksi tumbuh lebih cepat dibanding November, didorong oleh peningkatan permintaan dari pasar domestik dan ekspor. Bahkan, volume penjualan ekspor akhirnya mencatat kenaikan untuk pertama kalinya dalam hampir setahun, meskipun pertumbuhannya masih tipis.

Menanggapi lonjakan permintaan ini, perusahaan mulai bergerak sigap. Aktivitas pembelian bahan baku meningkat selama dua bulan berturut-turut dengan laju pertumbuhan yang solid—bahkan menjadi yang terbaik sejak Mei 2024. Peningkatan ini tak hanya untuk memenuhi kebutuhan produksi saat ini, tetapi juga membangun stok untuk bulan-bulan mendatang. Inventaris bahan baku dan barang jadi pun bertambah, di mana hal tersebut menunjukkan kepercayaan perusahaan terhadap prospek cerah di tahun 2025.

Mayoritas pelaku industri optimistis tahun depan akan lebih bersinar. Stabilitas ekonomi yang diharapkan diyakini mampu mendongkrak pendapatan dan daya beli konsumen. Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah staf pada Desember, meskipun pertambahannya masih tipis. Namun, tingkat pekerjaan yang belum terselesaikan juga naik untuk pertama kalinya sejak Mei, menandakan beban produksi yang mulai padat.

Namun, tak semua tantangan lenyap begitu saja. Inflasi harga bahan baku masih cukup tinggi, meski masih lebih rendah dibanding rata-rata jangka panjang. Penguatan dolar AS membuat harga barang impor melonjak, sementara gangguan rantai pasok membuat kinerja vendor menurun. Demi menutupi kenaikan biaya, perusahaan menaikkan harga jual selama tiga bulan berturut-turut. Meski inflasi harga terbilang moderat, tekanannya sudah terasa sejak Agustus 2024.(*)